Monthly Archives: Juni 2012

HIJAB YANG TERKOYAK

Standar

Suatu hari, dua anak manusia sedang berdialog…

 
Ikhwan : Ukhti….

Akhwat : Ya, kenapa akhi….

Ikhwan : Kalo ane pikir…..emmm….

Akhwat : Kenapa ??

Ikhwan : hubungan kita sudah terlalu jauh. waktu dulu, jangankan janjian ketemuan, Ngeliat wajah kamu aja aku gak berani. dulu kita SMS an kalo ada perlu aja, misalnya keperluan Rapat kegiatan. Sekarang kita tiap sejam sekali SMS an. dulu kita gak pernah Chating, sekarang tiap 2 jam Sekali kita Chating melepas Rindu. dulu kamu memakai Jilbab di depan semua orang, tapi sekarang, di depanku kamu tidak memakainya. hatiku bertanya-tanya…Apakah….apakah….. yang kita Lakukan ini dosa ?????

Lalu si akhwat pun Menjawab….

Akhwat : hadoooooh si Kakek !!! Cape deeeh…udah 40 tahun kita Nikah kok nanya yg kayak gitu. Urusin Cucu kita tuh, dua-duanya sakit.

Ikhwan : ^_^v

 

–Copast–

Bubarkan saja ROHIS…!!

Standar

Menggeliatnya aktivitas rohis (Rohani Islam) di dunia kampus dan tentunya dengan se-gudang dan se-abrek manuver-manuvernya dalam perebutan kelembagaan, yang mereka (anak rohis) bilang “jihad” wilayah siyasi, ternyata sangat MERESAHKAN banyak kalangan, termasuk kita tentunya. Rohis benar-benar menjadi “momok” yang sangat menakutkan. Sungguh, betapa anehnya komunitas mereka! Coba kita lihat dari sudut pandang keseharian mereka. Coba kita lihat, mereka seperti mempunyai dunia lain selain dunia ini, dunia yang kita tempati bersama. Coba kita lihat, pergaulan mereka tidak seperti orang-orang kebanyakan, tertutup dan sangat terbatas. Coba kita lihat, pergaulan mereka tidak seperti kebanyakan orang, lebih banyak dimesjid. Coba kita lihat, penampilan mereka tidak seperti kebanyakan orang, tidak up to date. Coba kita lihat, kader-kader mereka tidak seperti kebanyakan orang, Pacaran setelah menikah. Coba kita lihat, Aktivitas mereka benar-benar tidak seperti kebanyakan orang, lebih mementingkan organisasi. Coba kita lihat, mereka itu kumpulan orang-orang aneh dan terkesan menyeramkan dengan teriakan takbirnya. Lalu untuk apa rohis itu ada?

Bubarkan saja ROHIS, bila kita menganggap kehidupan dunia ini abadi dan kekal. Menurut mereka dunia ini hanya tempat persinggahan dalam perjalanan panjang kehidupan. Hanya salah satu terminal pemberhentian dari sekian banyak terminal untuk menuju akhir dari sebuah perjalanan. Dunia hanya tempat latihan buat seorang hamba apakah ia kelak sukses di akhirat atau tidak. Salahkah bila mereka lebih memperjuangkan kehidupan akhirat-Nya yang abadi dibandingkan dunia yang melalaikan ini? Bukan mereka tidak mementingkan kehidupan dunia. Bukan. Tetapi mereka hanya ingin memposisikan sesuatu pada tempatnya. Mereka juga ingin sukses dunia dan akhirat.

Bubarkan saja ROHIS, bila kita menganggap semua orang didunia ini salah dan kita yang benar. Mereka bukannya tertutup atau pergaulannya terbatas. Mungkin saja kita yang tertutup atau “minder” bila bergaul dengan mereka. Mungkin juga aktivitas dan kesibukan mereka yang berbeda dengan kita, membuat mereka se-olah tertutup. Padahal sejatinya mereka sangat terbuka. Betapa manisnya senyum mereka bila ber-pas-pasan dengan kita, walau terkadang sedikit dipaksa karena bisa jadi uang mereka lagi bokek saking seringnya ber-infaq (iuran faqsa ^^). Coba kita ingat-ingat, betapa seringnya mereka mencoba sekedar menyapa dan mengajukan pertolongan walaupun kita tidak membutuhkannya. Ah, banyak lagi bila kita bersedia mengurainya. Bisa jadi kitalah yang tertutup atau bahkan menutup diri dari mereka, takut terjebak oleh mereka dalam kubangan kebaikan yang ditawarkan.

Bubarkan saja ROHIS, bila kita sebagai hamba tidak betah dirumah-Nya. Coba bandingkan, kita lebih suka dan nyaman dikos atau bahkan ditempat-tempat rental Play Station (PS), Kantin, Warnet, dll. Mereka memang beda. Mereka lebih sering terlihat dimesjid. Mereka dimesjid karena mereka ingin terus menjaga sholatnya, sholat berjamaah. Tidak hanya itu, mereka juga ingin menyempatkan tilawah al-qur’an dan sholat tepat waktu. Bukannya mereka tidak belajar. Bukan. Tetapi bagi mereka lebih nyaman dan tentram belajar dimesjid. Karena bagi mereka mesjid bukan hanya tempat sholat. Memang tidak segala hal bisa dilakukan dimesjid, tetapi berawal dari mesjid segala hal bisa dilakukan.

Bubarkan saja ROHIS, bila kita menganggap berbusana yang syar’i itu menjadi sebuah hal yang tabu. Jilbab yang dipakai wanita mereka, yang selebar taplak meja itu memang aneh tapi itu perintah Allah didalam qur’an-Nya. Apakah sebuah keanehan bila seorang hamba yang tunduk pada Tuhan-Nya? Celana kain yang dipakai pria mereka, yang goyang dan dibawah lutut itu memang tidak trendy dan gaul. Tidak seperti celana-celana pendek diatas lutut yang lagi nge-trend yang kini kita pakai. Mereka hanya ingin menutup aurat mereka dengan sempurna. Celana-celana yang mereka gunakan harus siap untuk digunakan beribadah kapan dan dimana saja. Mereka tidak ingin seperti kita yang bila adzan tiba kemudian mencari beribu alasan untuk tidak memenuhinya karena kita memakai celana pendek. Sekali lagi, salahkah bila ada seorang hamba yang tunduk pada Tuhan-Nya?

Bubarkan saja ROHIS, bila kita menganggap bahwa gak punya pacar itu sebuah hal yang mampu membuat hidup dirundung galau disetiap waktu. Mereka sadar betul bahwa haram hukumnya bersentuhan dan bermesraan dengan lawan jenis yang bukan muhrim. Para pria dan wanita mereka memang jomblo, tetapi perlu diingat, mereka itu high quality jomblo, bukan makhluk yang diobral murah buat yang tidak halal seperti yang kita lakukan selama ini. Bahkan bila boleh jujur, mungkin kita yang pria memimpikan dapat menjadikan wanita mereka menjadi bidadari hidup kita, karena wanita mereka terlihat begitu anggun dan sangat menjaga diri, ah..bahasa mereka, harus menjaga hijab. Mereka juga sadar bahwa citra yang melekat ditubuh mereka adalah “rohani islam”, membawa nama islam, oleh sebab itu mereka ingin benar-benar menjalankan ajaran islam dengan baik. Bukan memilih mana yang enak dan mana yang enggak. Kita harus akui, walau terkadang itu berat, bahwa mereka bukan seperti kita, mereka lebih baik dari kita.

Bubarkan saja ROHIS, bila benar mereka lebih mementingkan organisasi daripada kuliahnya. Mereka hanya ingin menyeimbangkan kehidupan kuliah dan organisasinya. Bagi mereka berorganisasi itu bukan sekedar ajang pembelajaran, tetapi sebuah sarana beribadah, mengajak orang kepada kebaikan. Nilai akademis mereka juga tidak kalah dengan kita yang hanya kuliah saja. Indeks prestasi mereka diatas rata-rata, bahkan mereka sering menjadi seorang asisten labor. Padatnya aktivitas yang mereka geluti itu, agar mereka mampu mengoptimalkan waktu dengan sesuatu yang bermanfaat, agar tiada waktu yang terbuang percuma.

Bubarkan saja ROHIS, bila teriakan takbir mereka itu menurut kita sebuah hal yang berdosa. Mereka ber-takbir, walau terkadang kesesama kita yang muslim bukan karena menganggap kita kafir. Bukan. Tetapi mereka ingin menyemangati hati dan jiwanya, bila berhadapan dengan kita yang terkadang sulit menerima kehadiran mereka. Mereka seperti itu karena mereka ingin selalu mengeluarkan kata-kata baik dan tidak kotor, seperti kata-kata kita selama ini bila tidak suka kepada sesuatu. Mereka sadar dan ingin menjadikan islam itu hidup dalam kesehariannya. Tidak seperti kita yang juga membawa embel-embel islam tetapi kelakuan dan perbuatan kita tidak kalah dengan orang-orang diluar islam. Bahkan kita mahasiswa yang membawa embel-embel islam ini sangat sering bertingkah laku lebih bejat dari seorang preman jalanan. Preman jalanan itu lebih punya hati dibandingkan kita. Yah, seorang preman jalanan itu bila berbuat kejahatan atau memukul orang, ia mengakui kesalahannya, walau tidak menyerahkan diri, minimal dengan melarikan diri, sebuah wujud dari masih pekanya perasaan bahwa ia bersalah . Berbeda dengan kita yang suka buat onar dan suka memukul orang, lantas setelah itu kita malah menuduh mereka-lah yang melakukannya, dan tentu saja kitalah yang menjadi korban. Maka, kita harus akui bahwa preman jalanan sekalipun lebih terhormat dari pada kita.

Lalu untuk apa ROHIS itu ada? Jawabannya karena kita butuh mereka. Karena hadirnya mereka menjadi pembeda antara kita dan mereka. Karena hadirnya mereka, untuk sebuah harapan. InsyaAllah, harapan itu masih ada. Bila mereka tidak seperti itu lagi, bubarkan saja rohis. Kalau nilai-nilai itu tidak melekat lagi dengan mereka, maka bubarkan saja rohis!!

Senin, 25 Juni 2012

Bandara Soekarno-Hatta, (Cengkareng).

 

Oleh. Hudhafah As-Sahmi

Jadikan Hidup Lebih Indah…!

Standar

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai seusatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui. (Qs. Al-Baqarah:216)

Kehidupan akan selalu berputar dan berpindah. Adakalanya diatas, dibawah, kadang juga disana, disini dan diberbagai posisi dan tempat. Hidup ini bak permainan puzzle. Kita harus mencari dan mengumpulkan potongan demi potongannya untuk dapat membentuk sebuah gambar yang indah, dari yang sebelumnya tidak jelas dan tidak lengkap menjadi sebuah susunan bentuk yang penuh makna. Seperti itulah hidup kita, seperti sebuah puzzle kehidupan. Karena hidup kita juga hakikatnya mencari dan mengumpulkan. Bentangan usia yang kita miliki ini, semuanya berupa kepingan puzle misteri yang harus kita kumpul dan susun menjadi cerita indah. Yah, kepingan itu harus kita susun untuk membentuk sebuah kumpulan cerita indah yang tentunya harus kita lalui, dimana dan bagaimanapun itu.

Hidup memang tidak selalu menyuguhkan kemanisan. Tetapi justru dengan adanya ketidak manisan yang tersaji itu, membuat hidup semakin indah. Mengapa demikian? Jawabannya karena hidup ini akan indah bila dirangkai dengan berbagai macam rasa. Perpaduan antara pahit dan manis kehidupan itulah yang menjadikan hidup ini jauh lebih indah dari hanya sekedar indah. Kemanisan hidup tidak akan kita rasakan bila kita tidak pernah merasakan kepahitan hidup. Begitu juga, kepahatian hidup tidak akan terasa bila tidak ada kemanisan hidup yang kita harap dan impikan. Kepahitan hidup tidak akan kita rasakan bila kita tidak pernah merasakan kemanisan hidup. Bila tidak ada perbaduan itu, maka semua kehidupan ini akan terasa hambar. Tidak berasa apa-apa dan hidup menjadi tidak punya makna.

Seni mengelola pahit dan manisnya kehidupan itu menjadi kunci untuk hidup tidak sekedar hidup atau juga hidup menjadi lebih hidup, tetapi mampu menjadikan hidup lebih indah. Sebagaimana yang Allah sampaikan buat kita, terkadang sesuatu yang kita tidak suka, sesuatu yang terasa berat dan menghimpit dada untuk dilalui, belum tentu kondisi itu tidak baik buat kita. Karena bisa jadi sebaliknya, itu memang yang terbaik buat kita, minimal saat itu. Kita sendiri sejatinya tidak mengetahui apa yang terbaik buat diri ini, karena kita milik-Nya. Pengetahuan kita terbatas, sementara kemampuan pengetahuan-Nya tidak terbatas. Maka Ia yang lebih mengetahui suatu kondisi itu pantas atau tidak. Sementara kita harus yakin bahwa tidak ada satu kejadianpun didunia ini yang tanpa campur tangan dan kehendak-Nya, bahkan gugurnya dedaunan sekalipun. Oleh karena itu, sudah barang tentu hamparan kehidupan yang tidak kita suka, berat dan menghimpit dada itu juga merupkan skenario dari sang pembuat kehidupan ini. Dan kita harus yakinkan bahwa itu yang terbaik buat kita.

Ingin manusia terkadang lebih banyak dari kemampuannya. Adakalanya kita juga menyukai, berharap dan mencita-citakan sesuatu untuk hadir atau sekedar mampir dalam hidup kita tetapi semua itu tidak pernah terwujud. Maka Allah katakan dengan lembut pada kita bahwa sesuatu yang kita sukai, harap dan cita-citakan itu belum tentu baik buat kita. Karena bisa jadi Allah sedang menyiapkan kejutan kehidupan yang lebih baik dari apa yang kita pinta. Bisa jadi Allah sedang menyiapkan sesuatu yang tidak sekedar baik tetapi kehidupan yang ter-baik dan ter-indah. Sebuah episode kehidupan yang tidak pernah ada dalam fikiran, do’a dan pengharapan kita. Karena Ia lebih mengetahui, sedangkan kita tidak.

Semua itu begitu mudah dan mengalir untuk dibaca tetapi terkadang sulit untuk dijalankan dalam meniti kehidupan. Bukankah demikian? Yah, terkadang wilayah kata-kata tidak semudah wilayah amal. Tetapi kita yang mengaku beriaman pada-Nya, harus yakin akan prinsip itu dan selanjutnya tanamkan dalam hati sebuah jurus pamungkas yang terakhir, yaitu ber-syukur. Bersyukur dimana dan pada apapun posisi kita. Bahkan Rasulullah Saw katakan, “Sungguh luar biasa kehidupan orang-orang beriman itu, bila ditimpa musibah ia bersyukur dan itu baik baginya. Bila dalam kesenangan, ia juga bersyukur dan itu juga baik baginya”. Inilah senjata kita semua dalam menjadikan hidup ini jauh lebih indah. Bersyukur dalam berbagai kondisi.

Bila semuanya telah kita lakukan, betapa indahnya kehidupan ini. Betapa tidak pantasnya kita mengeluh dan memang tidak ada waktu buat kita untuk itu. Dan bila masih juga ada yang tidak mampu menjadikan hidupnya menjadi lebih indah, maka katakan pada hati kita bahwa apa yang kita alami saat ini, sesulit apapun itu, tidak ada apa-apanya dibandingkan orang-orang sholeh terdahulu. Coba kita lihat kehidupan ulama besar sekaliber Ibnu Taimiyyah, ia hidup dimasa pemimpin yang dzolim saat itu. Selama hidupnya ia lebih sering didalam penjara dibanding menghirup udara bebas, tetapi baginya itu tidak masalah. Ia bersyukur dan menganggap penjara itu sebagai sarana untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah, Ia juga sering dipindahkan dan diasingkan dari satu tempat ketempat lainnya. Tetapi ia masih bersyukur, ia menganggap itu sebagai sarana rihlah, bertamasya untuk melihat hamparan ciptaan-Nya. Bahkan di akhir hayatnya, ia mesti dihukum gantung. Tetapi ia tetap bersyukur, karena baginya hukuman gantung hanyalah salah satu jalan dari banyak jalan untuk berjumpa dengan-Nya. Lantas, adakah alasan lain yang membuat kita tidak bisa ber-syukur dan menjadikan hidup ini menjadi benar-benar indah? Wallahu’alam…

Ditulis di DKI Jakarta, Hari Sabtu, 23 Juni 2012

Oleh: Ferry Fadly (Hudhafah As-Sahmi)

*Termotivasi menulis (dan InsyaAllah akan terus menulis) oleh adindaku dikampus perjuangan, Fitra Perdana, FMIPA UR 2008.

Kita Sama, Hanya Berbeda Dengan Bahasa Makna

Standar

Mempercayai yang terbaik dalam diri seseorang

akan menarik keluar yang terbaik dari mereka

berbagi senyum kecil dan pujian sederhana

mungkin saja mengalirkan ruh baru pada jiwa yang nyaris putus asa

atau membuat sekeping hati kembali percaya

bahwa dia berhak dan layak berbuat baik

(dalam dekapan ukhuwah, Salim A. Fillah)

 
Ada sahabat saya yang ceria bahkan berlebihan dalam canda, banyak bicara, juga blak-blakan di depan adik-adik binaannya tapi semua itu membuat adik-adiknya nyaman untuk bercerita. Juga ada aktivis da’wah yang sedikit irit berbicara, terkesan berwibawa, lagi disegani adik-adiknya, tapi justru membuat binaannya segan padanya. Mana yang lebih berkualitas? apakah aktivis da’wah yang ceria lebih rendah kualitasnya daripada aktivis da’wah yang pendiam? Atau sebaliknya? Semuanya belum tentu, mungkin saja ini bukan masalah tidak berkualitas, melainkan masalah karakter mereka yang berbeda. Bukankah tarbiyah tidak menghapuskan karakter? Saya ingat betul perkataan murobbi saya dulu, bahwa tujuan tarbiyah salah satunya adalah mengasah potensi kebaikan. Tak perlu memaksakan pohon mangga menjadi pohon strawberri. Yang penting, pohon mangga yang tadinya berbuah tiga kilo, setelah bertarbiyah buahnya menjadi lima kilo. Begitulah jalan da’wah mengajarkan kita, right?

jika kamu merah, aku kuning, dia hijau,

kita berbeda. 

namun yang jelas, tak ada yang lebih unggul dari ketiganya.

karena pelangi meleburkan semuanya menjadi satu warna,

putih, yaitu ridho Allah.

Mari berukhuwah…

Hudhafah As – Sahmi

Indahnya Biru, Harunya Perpisahan

Standar

“Sebiru hari ini, Birunya bagai langit terang benderang,

Sebiru hari kita, Bersama disini,

Seindah hari ini, Indahnya bak permadani taman Syurga,

Seindah hati kita, Walau kita kan berpisah..”

Edcoustic  (Sebiru Hari Ini)

 

Jalanan Ibu kota masih saja ramai hingga larut malam ini, dengan kendaraan yang terus berlalu lalang, juga dengan kehidupan manusia-manusia malam yang seakan tidak pernah mati. Namun kini hatiku tak seramai jalanan di kota ini. Sunyi… Itulah yang sedang kurasakan kini. Disana, masih kurasakan betapa indahnya bergelut dengan Aktivitas dakwah yang menyita banyak perhatian, baik tenaga, waktu, sedikit harta kita dan sebagainya, semuanya seakan menempa diri kita untuk terbiasa hidup dalam himpitan perjalanan hidup yang luar biasa indah seperti itu. Aku, kamu dan kita semua kelak akan merasakan kerinduan yang luar biasa dengan suasana kebersamaan disana dan semoga kerindauan itupulalah yang mengantarkan kita semua untuk terus mencari lingkungan dan suasana yang sama seperti apa yang pernah kita rengguk bersama. Semoga benih-benih rindu itu jua yang kemudian tumbuh bersemi menjadi pohon-pohon cinta dihati kita. Mencintainya tidak harus terus berada disana. Mencintanya bisa saja dengan menggugurkan daun-daun yang telah tua untuk dapat menumbuhkan daun-daun baru yang lebih hijau. Sebab bisa jadi daun-daun hijau itu sulit tumbuh karena sungkan dengan dedaunan yang lebih tua yang tidak memberikannya ruang untuk tumbuh dan berkembang.

Dunia akan terus berputar menurut titah-Nya. Begitu juga dengan pertemuan, kebersamaan dan perpisahan. Semua itu merupakan bagian dari warna-warni kehidupan kita didunia. Seindah apa kehidupan yang ingin kita jalani tergantung dari warna-warna apa saja yang kita pilih untuk menghiasi kehidupan kita. Jangan pernah bersedih bila warna yang kita jalani tidak sesuai dengan warna yang kita pilih. Sebab, Allah-lah yang lebih mengerti warna apa yang paling sesuai buat kita dan disitulah letak misteri kehidupan itu. Disitulah kita diajarkan bahwa ternyata setiap warna itu bisa dicampur dengan warna kehendakNya hingga tercipta warna baru yang lebih indah. Bahkan lebih indah dari apa yang pernah kita bayangkan, bila kita mensyukurinya.

Tidak terasa hari ini, estafet kepemimpinan kepengurusan telah diserahkan kepada generasi berikutnya yang tentu jauh lebih baik. Waktu begitu cepat berlalu, namun kebersamaan dikepengurusan masih terekam indah di memory ingatan, bahkan ikrar pelantikan kepengurusan UKMI Ar-Royyan Universitas Riau Priode 2011-2012 itu masih jelas terngiang ditelinga. Ingatkah… Saat itu, dengan pakaian putih-hitam berbalutkan almamater kebanggaan dan tidak lupa pita hijau kita berdiri gagah dan melantangkan seruan perjuangan. Kita semua berjanji untuk berbuat dan berkontribusi yang terbaik untuk-Nya. Walaupun tidak lama, walaupun aku tak turut mengakhiri kisah kita tapi kurasakan hari-hari itu begitu indah kita lalui. Di Rumah perjuangan yang ber-alaskan karpet kuning itu, sering kita rangkai rencana-rencana besar dan berusaha merealisasikan janji kita bersama. Walau hanya sebentar, semoga kita bersama bisa melakukan sesuatu yang bermanfaat buat semua. Maaf kupinta buat semua yang terluka karena hadirnya diri ini. Semoga perjuangan kita yang hanya karena-Nya, mampu mengenyampingkan perasaan-perasaan yang terluka selama kita bercengkrama dikampus. Maaf buat semuanya, Aku undur diri untuk melanjutkan perjuangan berikutnya.

Perpisahan itu akan selalu ada, karena kita pernah berjumpa, bersama, dalam canda tawa bahagia. Setiap tetes air mata yang tertumpah dihari ini, akan menjadi saksi akan jalinan ukhuwah yang selama ini kita simpul seerat-eratnya.

Tidak ada kata yang pantas terucap, hanya derai bening yang selalu bertaburan, mengucap selamat jalan, aku akan melanjutkan perjuangan kearah yang lain, ditempat yang baru, yang akan menjadi jarak perjumpaan kita. Kini, biarkanlah aliran air mata ini jatuh sesukanya, biarkan dia mengalir, mengucap kata seindah-indahnya. Biarkan dia, sebab air mata tak berarti sedih, air mata tak berarti duka, air mata adalah juga lambang bahagianya hati. Biarkan dia menemani kita dihari ini. Biarkan…Karena dia memang hadir untuk ini, untuk sebuah perpisahan.

Sahabat Seperjuangan di Kepengurusan UKMI Ar-Royyan Universitas Riau, Selamat melanjutkan langkahmu, selamat berjumpa lagi difase berikutnya dalam tangga dakwah ini, dalam senyum yang lebih indah…

Jakarta, 01 Agustus 2011

Hudhafah As-Sahmi