Category Archives: Pesan Kehidupan

Untuk Sahabat Tentang Waktu…

Standar

Sekejap kurasakan dingin menjalari tengkukku. Cepat aku menoleh mencari tahu siapa yg ada di belakangku. Sesosok bayang kudapati berdiri beku di belakangku. “Siapa kamu?” tanyaku bernada curiga. “Namaku waktu,” jawabnya singkat. “Mau apa kau menghampiriku?” tanyaku lagi. “Tidak, aku tidak datang menghampirimu, kaulah yang berjalan melewatiku,” jelas Sang waktu. Aku terdiam sejenak merenungi perkataaannya. Namun, ketika kutersadar, ia sudah menghilang dari pandanganku.

Ah, sudahlah. Mungkin ia memang selalu pergi secepat kedatangannya di dalam hidupku. Ini bukan kali pertama ia datang mengganggu dalam wujudnya yang selalu berubah di tiap kedatangannya. Mungkin memang aku yang berjalan melewatinya tanpa ia bermaksud untuk menghampiriku. Lalu ia menghilang ketika kusudah mulai menjauh dalam jenuh.

Terkadang ketika ia muncul, ingin rasanya kuhentikan untuk sekedar bercakap-cakap meski hanya sekejap untuk mendapatkan jawab dari segala tanya yang menganga. Mengapa engkau memberiku usia? Mengapa semua harus beranjak tua bahkan tiada? Mengapa engkau dapat melesat cepat namun juga terkadang berjalan merangkak perlahan? Mengapa engkau selalu memberi batasan dalam memaknai bebas dan juga lepas? Mengapa engkau abadi sementara aku tidak? Ini sungguh tidak adil! Pada saatnya nanti, cepat atau lambat aku akan mati, sementara engkau abadi.

Waktu, seberapa kuatnya pun aku mencoba, aku tetap tidak dapat memahami untuk apa kau ada. Bahkan sekedar untuk mengartikanmu saja, terlampau sulit untuk kucerna. Kini aku tak tahu, apakah kuharus berkawan denganmu ataukah kau adalah lawan bagiku? Waktu, tak bisakah kau memutar ulang semua rasa senang dan riang dalam banyak perjumpaanku denganmu sebelum ini? Aku tak sempat lagi memunguti sisa-sisa kenangan itu satu per satu, apalagi menyusun semuanya menjadi buku. Karena tiap kali kutersadar dari ragu, engkau sudah berlalu.

Baiklah waktu, sekarang maukah kau katakan padaku bagaimana menghentikan orang-orang dan keadaan disekitarku agar semua tak perlu berubah? Biarlah aku sendiri saja yang berubah lalu mati, tapi jangan mereka. Aku tak mau melihat mereka berubah, meski mereka berubah menjadi lebih indah. Aku mau mereka semua tetap sama, seperti ketika di suatu saat mereka pernah membuatku bahagia. Tapi aku tahu, kau tak akan mau mengabulkan permintaanku. Aku yakin kau hanya akan diam dan membisu.

Sudahlah waktu, kusudahi saja semua jemu yang menggebu. Sudah terlampau banyak benih-benih penyesalan kian tumbuh dalam diriku karena ulahmu. Aku tahu aku masih akan melalui kembali perjumpaan-perjumpaan semu dengan dirimu. Tak hanya perjumpaan, tapi juga perpisahan. Aku tahu melalui perjumpaan demi perjumpaan denganmu, aku akan selalu berhasil untuk terus berjalan, meski tertatih perlahan.

Image

Sahabat…

Banyak waktu yang ku lalui untuk berpikir dan mencari jawaban-jawaban akan sebuah pertanyaan dan telah banyak hari-hari yang kita lalui seiring sang waktu yang tidak pernah menunggu, cobalah sekejap kita renungi tentang waktu-waktu yang kita pernah lalui sampai saat ini, telah berdiri di mana kah kita saat ini? Apa yang telah kita perbuat dalam hidup ini?

Teruslah kita berjalan melangkah ke depan, yakinkan dirimu bahwa kita dapat menjadi “seseorang” yang berarti meski hanya dalam hidup “seorang manusia”…

Aku tahu tidak akan pernah mudah untuk menjalaninya tapi yakinkan dirimu bahwa kita pasti bisa melaluinya dengan keringat dengan keyakinan, dengan perjuangan, dan dengan doa…

Kehidupan seharusnya menjadi sumber pengalaman supaya kita bisa hidup, tidak semata-mata supaya bisa bertahan hidup Karena setiap waktu yang berlalu adalah satu kesempatanmu terus belajar untuk hidup…

Memaknai Perpisahan

Standar

Dalam cerita hidup selalu menyuguhkan dua bagian. Dualisme yang niscaya. Ada kala sedih hingga hadirnya rasa senang. Ada waktunya merasa sakit, juga waktu saat merasa sangat sehat. Begitu pula pasangan untuk pertemuan, yaitu perpisahan.

Kemarin bertemu, esok sudah harus berpisah lagi. Tak ada kata bertemu untuk bersama selamanya. Meski jalan perpisahan itu punya banyak cara dan prosesnya. Beberapa bulan lalu bertemu, kita bersama-sama merintis sebuah perjalanan indah, berusaha mengembangbiakkan dan merawat semua potensi yang ada, merancang banyak kegiatan, merumuskan mimpi besar di masa depan sampai diskusi –diskusi kecil kita yang syarat makna tentunya. Setengah tahun perjalanan kepengurusan yang indah dengan kebersamaan yang penuh berkah dan cintaNya. Kebersamaan yang penuh dengan nuansa cinta dan kasih sayang.

Teringat saat mengadakan acara bersama, jalan-jalan ke tiga kabupaten, diskusi yang terkadang diselingi canda tawa, sampai makan-makan tiap ada yang walimahan atau dapat tambahan rizki. Murobbi saya berkata “pertemuan karena Allah, maka perpisahan pun pasti karena Allah”. Ya, Allah membiarkan kita bertemu untuk saling berbagi, saling melengkapi dan saling mengisi satu sama lain. Kini tiba waktunya, dari setiap diri kita untuk berada pada posisi yang berbeda. Meski tak lagi bersama, tapi semangat dan kenangan akan tetap menyatukan kita. Bersyukur sekali Allah menciptakan kenangan.

“Akhi, jangan bersedih untuk sebuah perpisahan. Karena setelah perpisahan itu, telah menunggu pertemuan lain yang lebih indah”, pesan guru spiritual saya saat hendak pergi. Ya, Allah pasti telah siapkan pertemuan-pertemuan lain yang lebih indah. Dalam perpisahan ada tiga pesan: kebersamaan, kenangan, dan pertemuan kembali…

Image

[Oleh: Hudhafah As-Sahmi]

Life Must Be Go on..

Standar

Senja itu indah. Ketika kita menatap di ufuk barat. Ketika matahari bergerak merayap meninggalkan jejak. Ketika ia memancarkan cahya tamaram berwarna merah jingga. Ketika selimut cinta-Nya menghiasi langit. Mungkin kita akan bertasbih memandangnya. Kita akan dapat merasakan seuntai nirwana yang menakjubkan. Yang membawa kesegaran jiwa.

Namun dibalik keindahannya, terkadang kita menyimpan suasana hati dan jiwa yang gundah. Ketika kita selesai ber-aktifitas. Mengakhiri pekerjaan yang seharian kita jalani. Penat, capek, dan lelah begitu manja bergelayut dipundak. Menyisakan setumpuk persoalan yang membuat pikiran kita terasa kusut. Mengubah suasana hati dan terasa kusut. Menciptakan suasana hati yang gelisah. Emosi yang kian tak stabil. Dan jiwa yang tidak tenang.

Lalu Ia bentangkan malam. Gelap. Ia sunggingkan senyum rembulan. Kedipan milyar bintang. Indah. Terlelap diperaduan. Dan semua akan berjalan seperti apa adanya…

[Hudhafah As-Sahmi, Dibuat pada 21 April 2006]

Mudah Mendapatkan, Susah Menjaga

Standar

Mempertahankan dan menjaga apa yang sudah kita miliki nggak semudah ketika kita berusaha untuk mendapatkannya. Yah, jauh lebih sulit “Menjaga” daripada “Mendapatkan”. Saat kita menginginkan sesuatu, awalnya kita berusaha sekuat tenaga agar bisa mendapatkannya. Perlu peluh keringat, melakukan segala daya dan upaya, menyusun strategi jitu, terus dan akan terus melakukan segala cara untuk mendapatkan apa yang menjadi harapan. Tapi ketika kita sudah memilikinya, terkadang kita mulai lupa, acuh bahkan seolah tak peduli dengan apa yang sudah kita miliki. Terkadang kita lupa bahwa ia begitu sulit untuk kita dapatkan dahulunya. Terkadang kita acuh sebab bisa jadi sudah banyak hal lainnya yang sudah kita dapatkan. Sehingga kita melupakan apa yang sudah kita dapatkan dahulu.

Dan Dia (Allah) yang mempersatukan hati mereka (orang yang beriman). Walaupun kamu menginfakkan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersekutukan hati mereka, tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sungguh, Dia Mahaperkasa, Mahabijaksana.” [Q.S. Al-Anfal: 63]

Mendengar surat cinta-Nya itu, mengingatkan masa-masa indah saat awal-awal bertemu dengan banyak sahabat, berjuang dalam cita besar, berjibaku dalam mimpi dikehidupan langit, memperbanyak saudara-saudari untuk berhimpun disatu barisan, dan belajar tentang pahit getir kehidupan, sungguh luar biasa. Mengingat kelu dan canggungnya saat pertama kalinya memanggil diri dengan sebutan ‘ana’, dan istilah-istilah lainnya yang biasa saja sih tapi punya effect yang luar biasa. Lucu. Tapi begitu indah, dan akan menjadikan hari-hari selalu biru. Jalinan suasana akrab, saling mengingatkan, berlomba-lomba dan ritual cipika-cipiki.. (hehehe.. ^_^ ). Semua itu bukan terbangun semata keinginan kita tapi Ia-lah yang menyatukannya. Bukan jalinan yang dibuat-buat atau berpura sehingga hambar dan kering makna, tapi itulah berkah langit. …niscaya kamu tidak dapat mempersekutukan hati mereka, tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka…

Waktu berlalu dan tahun berganti, saudara dan sahabat kian bertambah. Sibuk semakin menumpuk. Banyak yang sudah terpisah jarak. Berbeda jalan pandang. Tetapi hidup mesti terus berlanjut dan kedepan yang masih disana mesti selalu ingat: Keep everything that you already have, treat it as well as possible…

Rasulullah mengatakan, ”Allah mempunyai hamba-hamba yang bukan nabi dan bukan syuhada, tapi para nabi dan syuhada tertarik oleh kedudukan mereka di sisi Allah.”

Para sahabat lantas bertanya, “Wahai Rasulullah, siapa mereka dan bagaimana amal mereka? Semoga saja kami bisa mencintai mereka.”

Rasulullah saw. pun bersabda, “Mereka adalah suatu kaum yang saling mencintai dengan karunia dari Allah. Mereka tidak memiliki hubungan nasab (kekeluargaan) dan tidak memiliki harta yang mereka kelola bersama. Demi Allah keberadaan mereka adalah cahaya dan mereka kelak akan ada di atas mimbar-mimbar dari cahaya. Mereka tidak merasa takut ketika banyak manusia merasa takut. Mereka tidak bersedih ketika banyak manusia bersedih.”

Kemudian Rasulullah saw. membacakan firman Allah: “Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati”. (Q.S. Yunus: 62).

Image

Manusia terbaik adalah yang selalu berusaha membuat orang lain senang. Lakukanlah walaupun kamu harus meninggalkan mereka dan sendirian…

 

Bumi bertuah, 14 April 2014

Oleh: Hudhafah As-Sahmi

KAMMI 2009: Refleksi Melawan Lupa

Standar

Oleh : Muhammad Fikri Aziz (Sekjen PP KAMMI 2008-2010)

Image

Sore itu langit cerah. Angin terasa ada dan tiada. Tidak tampak akan turun hujan. Biasa saja seperti sore-sore sebelumnya ketika kami habiskan untuk sekedar berbincang santai, diskusi tematik yang lumayan serius atau melakukan rapat rutin pengurus. Itu terjadi pada tanggal 16 Juni 2009.

Masa itu, bukan sekedar sering saya datang ke sebuah rumah yang kami sulap menjadi kantor di daerah Menteng Dalam Tebet Jakarta Selatan, tepatnya Jl. Persada Raya no 10. Di tempat itu kami habiskan setengah hari yang tersedia atau bahkan seringkali seluruh hari yang kami miliki. Tanpa keluh dan protes. Selain karena percuma, yang kami kenal saat itu hanya semangat untuk menyelesaikan tugas dan tanggung jawab dengan tuntas.

Bukan tanpa alasan kami tetap memilih daerah       Tebet sebagai pusat kegiatan. Selain karena memang kami malas pindah, karena itu “warisan” pengurus sebelumnya, juga karena kami merasa sudah “in home” dengan daerah itu. Lagipula siapa di Jakarta tak kenal Tebet. Daerah yang cukup strategis dibilangan Jakarta Selatan dengan banyak kemudahan dan kelengkapan. Daerah ini adalah daerah tingkat kecamatan. Lokasinya yang amat dekat dengan Tugu Pancoran, membuat daerah ini memiliki akses point yang lengkap. Tebet juga dikenal sebagai kawasan hunian kelas menengah. Cukup padat memang, tetapi dibeberapa sudut kawasannya masih terlihat suasana asri yang lumayan hijau. Sebuah pemandangan yang mahal bagi kota sebesar Jakarta. Kawasan ini juga dikenal sebagai lokasi meeting point atau tempat bertemunya masyarakat terutama muda-mudi yang gemar ber-sosialita. Sebabnya, sepanjang kawasan ini terdapat rumah makan dengan segala tingkatannya. Dari mulai warung tenda sampai cafe kelas tinggi. Kemudian alasan kami “betah” tidak pindah adalah, Tebet merupakan salah satu kawasan di Jakarta yang jarang sekali terkena bencana banjir. Apakah banjir kiriman, rutin atau kambuhan. Walaupun beberapa akses jalan menuju ke kawasan ini adalah daerah langganan banjir seperti Kampung Melayu, Jatinegara, sebagian Pancoran, Kalibata, atau bahkan Menteng Pulo yang berhimpitan dengan daerah bisnis Kuningan. Itu tidak masalah karena yang penting tempat domisili kantor kami tidak ikut kebanjiran. Mengapa variabel banjir menjadi pertimbangan penting? Karena fenomena banjir di Jakarta sudah tidak bisa kita prediksi. Dampak sosial dan ekonominya besar sekali. Lagipula, ketika musim banjir tiba kami sebagai pengurus KAMMI harus mampu menjadi subjek relawan, bukan objek yang harus ditolong. Kami tidak ingin niat baik membantu orang lain tak bisa terwujud dikarenakan hambatan-hambatan diri sendiri yang seharusnya tidak perlu ada. Apalagi hambatan itu masih bisa kita atasi jauh-jauh hari.  

Kembali pada sebuah sore di sekretariat atau “sekre perjuangan” (kami selalu menyebutnya begitu). Saya dan beberapa sahabat terlibat pembicaraan serius. Seharian itu saya baru sempat ke sekre karena beberapa tugas yang harus saya kerjakan. Ya, besok kami akan mengadakan RAPIMNAS (Rapat Pimpinan Nasional) yang bertempat di Islamic Center Bekasi Jawa Barat yang rencananya akan dihadiri oleh seluruh pimpinan KAMMI Daerah se-Indonesia. Ketika saya sampai, diruang tempat kami biasa berbincang santai (bukan ruang rapat), sudah ada beberapa sahabat dengan wajah agak kusam, beberapa nama yang hadir kalau saya tidak salah ingat; Rahmantoha, Adi Sukmono, Eric Setiawan, Fajar Arya, Reza Azhar, Anwar, Imam Hadi Kurnia, Kana Kurniawan, Wildan Nur Fahmi, dan beberapa nama lain. Tema pembicaraan saat itu terkait kekhawatiran kita soal kesuksesan RAPIMNAS. Karena ada isu yang amat kuat bahwa akan ada “operasi senyap” untuk menyudahi kepemimpinan Rahmantoha ditengan jalan. Tak lama perbincangan lumayan serius tapi diselingi dengan tawa sesekali itu berakhir. Kesimpulannya, apapun yang terjadi kita tetap fokus mensukseskan RAPIMNAS dan kita putuskan sore itu untuk segera bersiap-siap berangkat ke lokasi acara yang jaraknya lumayan jauh dari sekre. Malam itu juga kita akan buka acara itu, walaupun sampai detik itu, kami sama sekali belum dapat konfirmasi kehadiran sebagian besar peserta RAPIMNAS. Padahal saat itu Menpora Adhyaksa Dault sudah berkenan membuka acara dan Walikota Bekasi Mochtar Muhamad telah bersiap hadir.

Akhirnya saya keluar sekre dengan perasaan galau. Karena bingung apa yang harus saya lakukan. Firasat sudah menunjukkan sesuatu yang tidak enak bakal terjadi. Saya putuskan untuk pulang dahulu kerumah, kebetulan jarak rumah saya dan lokasi acara cukup dekat. Selain beristirahat sejenak, saya pun butuh menceritakan beberapa hal pada Istri saya, pikir saya waktu itu begitu.

Ditengah perjalanan, saya makin tidak konsentrasi. Kepala ini rasanya semakin penuh. Segala pikiran dan prasangka bercampur jadi satu. Waktu itu saya mengendarai kendaraan sendirian. Mungkin karena itu pikiran dan firasat liar makin menjadi. Sampai handphone saya berdering ada panggilan masuk. Ternyata yang  menghubungi adalah Ariyanto Hendrata, anggota MPP KAMMI. Dia bilang; “ane diundang untuk rapat MPP sekarang dan diminta untuk segera memutuskan pemecatan terhadap antum dan akh Amang dan maaf Fik…posisi ane sulit. Apalagi yang harus ane lakukan untuk bantu antum ? “ saya jawab dengan penuh terima kasih kepadanya: “ gak usah To…lakukan aja apa yang harus antum lakukan. Jangan karena bela ane, posisi antum juga terancam. Sudah lakukan aja, ane dan Amang insya Allah gak apa-apa”. Lalu pembicaraan itu selesai.

Setelah itu, yang terbayang dibenak saya adalah totalitas dan keikhlasan para pengurus yang sudah menjadi seperti keluarga. Tak terasa dalam perjalanan pulang itu, saya sampai meneteskan air mata. Sebuah hal yang jarang sekali saya lakukan. Kecuali hati dan perasaan ini teriris oleh luka yang teramat dalam. Setelah telepon itu, entah mengapa pikiran saya menjadi fokus. Ya, fokus mengingat hal-hal yang telah terjadi. Saya ingat dengan jelas peristiwa demi peristiwa yang melatar belakangi semua ini. Dan akan saya ceritakan dengan bekal ingatan yang masih ada, semampu saya. Dan rasanya memang sudah waktunya saya tulis agar tiap interpretasi terkait sejarah perjalanan organisasi ini menjadi terang. Dan yang lebih penting lagi, ini adalah bagian dari upaya perjuangan melawan lupa.  

 

Tentang Amang

Kurang lebih sebulan sebelum Muktamar VI KAMMI 2008 di Makassar dimulai. Saya bertemu  Rahmantoha Budiarto yang kelak terpilih menjadi Ketua Umum. Pertemuan serupa saya lakukan juga dengan hampir semua calon Ketua Umum KAMMI. Sebut saja seperti; Samsir Afiat, Agung Andri, Rijalul Imam, Muhith Harahap dan Sri Widya Supeno. Waktu itu saya masih sebagai Ketua Umum KAMMI Daerah Jakarta, dalam konteks itu dan konteks lain tentunya saya berupaya membangun komunikasi sebaik mungkin dengan mereka. Kembali tentang Rahmantoha, Jarak umur kami cukup lumayan, ia dilahirkan 6 tahun lebih dahulu dari saya. Saya mendengar namanya sejak tahun 2004, ketika perheletan PEMILU sedang hangat dan saya dengar dia dipecat dari posisinya sebagai Ketua Departemen Kajian Strategi KAMMI Pusat. Entah apa sebabnya, waktu itu saya belum mengerti dan tidak mau ambil pusing. Ketika itu, saya masih sebagai staf Kajian Strategis di komisariat IISIP Jakarta. Baru pada medio tahun 2006 menjelang Muktamar V di Palembang saya mulai intens berinteraksi dengannya. Awalnya  saya memanggilnya “Mas”. Tapi setelah mendalami karakter dan pembawaannya, saya me-revisi panggilan saya untuknya dengan sebutan “Boss” atau “Bro”. Begitupun sebaliknya, sampai hari ini ia memanggil saya dengan sebutan yang sama. Tanpa jarak dan kaku sedikitpun. Padahal selain soal umur yang jauh diatas saya tadi, ia adalah orang Jawa. Dan memulai aktifitas pergerakannya di kampus nya Universitas Gajah Mada yang terletak di Daerah Istimewa Yogyakarta. Anda tentu tahu daerah itu. Titik sentral kebudayaan Jawa yang masih bisa kita lihat dalam bentuk struktur sosial yang sangat memegang adat sopan santun yang kadang menurut sebagian orang seperti saya yang lahir dan besar di Jakarta, terlalu berlebihan. Tapi itulah Amang (panggilan akrab Rahmantoha), ia adalah orang yang selalu mampu menyesuaikan diri dengan lawan bicara. Tentunya dengan segudang kelebihan yang lain, supel, energik dan penuh ambisi. Untuk yang terakhir ini adalah kata yang saya pilih secara sadar dan siap dipertanggung jawabkan. Dan memang beginilah kami, berusaha selalu terbuka, takut naif dan enggan berpura-pura. Apa adanya saja.

Seingat saya pembicaraan saya dengannya waktu itu, sore hari disebuah tempat makan di bilangan Tebet Barat, salah satu diskusi yang lumayan serius. Karena kami bicara soal Muktamar dan nasib KAMMI ke depan. Saya mulai bertanya dengan pertanyaan klise yang sering diulang-ulang oleh siapapun. Begini kira-kira; “Boss…menurut ente KAMMI kedepan gimana…?” tanya saya. Ia diam sejenak. Tanpa tawa dan ceriwis khas dia. Orang yang sudah kenal lama dengannya pasti tahu bagaimana pembawaannya. Ia jawab; “aku nggak tahu”. Saya sempat sedikit kaget sambil terus bertanya-tanya keheranan dalam hati. Kemudian, ia lanjutkan; “…aku cuma ingin melihat KAMMI setelah ini lebih baik. Organisasi sebesar KAMMI ini harus lebih dihargai oleh orang lain dan kader-kadernya. Kalau memang masih ada kesempatan, aku ingin lihat KAMMI lebih eksis secara kasat mata. Secara konstitusi kita terus menyempurnakan diri, kaderisasi terus jalan, politik gerakan sudah lumayan. Yang belum adalah kepemilikan KAMMI terhadap aset-aset yang memang sudah waktunya dimiliki KAMMI. Tapi karena satu dan lain hal, mahal harganya misalnya, kita belum mampu memilikinya. Aku ingin KAMMI punya sekretariat sendiri, dan mobil atau kendaraan lain yang bisa digunakan untuk menunjang mobilitas pengurus dan kerja-kerja KAMMI…”.

Setelah itu giliran saya yang diam. Pikiran saya langsung meng-amini apa yang telah diucapkannya tadi. Tetapi langsung tergambar dalam bayangan, bagaimana cara mewujudkannya? Sedangkan sekretariat sebagai kebutuhan pokok yang ada selama ini juga masih berpindah-pindah karena masih sewa. Selama ini sepeda motor adalah kendaraan termewah bagi pengurus KAMMI. Dan dalam beberapa kesempatan koordinasi antar OKP dan Gerakan, kami masih harus berlapang hati karena melihat pimpinan OKP dan Gerakan lain sudah menggunakan Mobil. Segera saya bunuh pikiran-pikiran pesimis itu. Dan secepat mungkin memotivasi diri sendiri. Saya katakan kepada Amang; “…betul itu Boss. Kita harus sudah mulai berpikir soal yang nyata seperti daftar kebutuhan itu. Bagaimana kita mau merealisasikan konsepsi KAMMI soal Internasionalisme gerakan kalau tiket pesawat saja nggak bisa beli?…” gumam saya. Ia hanya mengangguk.

Kemudian saya tanya lagi; “Boss, ente ada niat mau maju di Muktamar Makassar…?”. ia kembali terdiam sejenak. Sengaja saya tidak tanya kesiapannya. Karena percuma, saat itu ia adalah calon yang paling siap diantara calon yang lain. Ia adalah sekjend PP KAMMI, paling senior karena ia mengenal KAMMI sejak tahun 1998, paling banyak memiliki jaringan eksternal. Sebagai Ketua KAMMI Jakarta, saya cukup tahu soal pengenalan dan penerimaan kawan-kawan gerakan mahasiswa terhadap sosoknya. Begitupun juga dengan banyak elit politik dan pemerintahan. Tak lama kemudian, ia jawab; “Bro…aku mau-mau saja. Tapi apa aku pantas?” saya kembali tertegun. Ia melanjutkan; “apa kader-kader siap punya Ketum begini?” saya tanya balik; “maksudnya…?” ia lanjutkan lagi; “sosok Ketum KAMMI kan sakral Bro…harus sosok yang memberikan kesan memiliki tingkat ruhiyah yang tinggi. Pembawaannya kharismatik. Gaya bicaranya berwibawa. Pokoknya memiliki tampang seperti ustadz-ustadz kebanyakan deh…”. kembali saya heran. Sore itu adalah pertama kalinya saya mendapati seorang Amang tidak merasa percaya diri. Aneh.

Segera saya mengingat beberapa kejadian untuk sekedar meyakinkan diri ini kembali, bahwa sosoknya adalah sosok yang paling percaya diri dari sekian banyak orang yang saya kenal. Bulan Agustus tahun 2008, kami berdua berkesempatan mewakili KAMMI menghadiri International Youth Forum di Istanbul Turki, Amang adalah pribadi yang penuh percaya diri bahkan menurut saya ia mengalami percaya diri berlebihan ( over confidence ). Bagaimana tidak saya katakan demikian, sebab saya melihat sambil terpingkal-pingkal karena tingkah polahnya sampai membuat para syaikh-syaikh dari Saudi ikut bernyanyi dan bergoyang bersamanya. Ceritanya begini, seminar demi seminar yang telah kami ikuti selama 4 hari berturut-turut akhirnya selesai. Lalu panitia memberi kabar cukup menyenangkan, awalnya. Ya, karena awal beritanya diinformasikan akan ada field trip. Anda tahu, itu adalah kabar terbaik selama kami di Turki. Kami sumringah karena akan segera melepas bosan dan sebentar lagi akan menyaksikan keindahan kota Istanbul Turki yang masyhur diseantero dunia. Langsung terbayang indahnya selat bosporus yang membelah kota itu menjadi dua sisi benua, eropa dan asia. Blue Mosque yang dibangun oleh Sultan Ahmet yang dari kejauhan nampak berwarna biru, Topkapi Palace istana para khalifah Turki Ustmani yang mewah dan indah, dan tidak kalah menariknya adalah Ayya Sofya, bekas gereja yang dijadikan masjid oleh tentara Islam pada jaman Konstantinopel, yang sekarang hanya berfungsi sebagai museum. Tapi apa yang terjadi, panitia membatalkannya dan menggantinya dengan perjalanan yang jauh untuk menemui seorang tokoh besar negara itu. Ya, kami diajak untuk menemui Necmettin Erbakan atau dunia Islam lebih mengenalnya dengan nama Najmuddin Erbakaan. Tokoh gerakan ikhwan di Turki, yang juga mantan Presiden yang dikudeta oleh militer dan sekarang sedang dalam pembuangannya. Dan rumah tempat pembuangannya berjarak satu hari satu malam dari Istanbul plus menyebrang laut menggunakan kapal feri. Sehari semalam mungkin dekat untuk ukuran Indonesia dengan tingkat kemacetan dan kerusakan jalan disana-sini. Di negara itu yang publik servisnya termasuk salah satu yang terbaik didunia, sama sekali tidak kita dapati.  Kecuali hanya antrian menunggu masuk kapal feri yang akan menyebrangi bus yang kami naiki. Pagi hari kami berangkat menuju provinsi paling utara Turki, bernama Canakkale, sudah hampir masuk perbatasan Bulgaria. Ketika hari sudah siang, perjalanan masih seperempatnya. Banyak diantara kami sudah mulai terlihat lelah. Pemandangan yang indah dikanan dan kiri jalan tidak ampuh mengobati rasa bosan itu. Sampai akhirnya ada seorang panitia menawarkan kepada siapa saja salah satu diantara kami untuk menyumbangkan beberapa lagu untuk menyemangati perjalanan hari itu. Berdirilah seorang syaikh, saya lupa namanya, yang saya ingat ia adalah delegasi dari WAMY Saudi. Kemudian ia memimpin beberapa bait nasyid dan kita semua mengikutinya. Tak lama kemudian, kami semua sudah merasa bosan kembali. Dan bingung harus melakukan apalagi. Otak dan pikiran telah dikonsentrasikan selama 4 hari lamanya untuk fokus mengikuti seminar, yang kami butuhkan sekarang adalah bersenang-senang. Tiba-tiba entah bagaimana salah seorang panitia yang memang biasa bercanda dengan kami memanggil Amang untuk tampil ke“pentas” didepan bus. Dan tak disangka semua peserta mendadak ramai bersorak, seraya bergemuruh “Indonesia…!”. Dengan sedikit terpaksa tapi tetap sumringah, akhirnya Amang maju kedepan. Tahukah apa yang terjadi kawan, saya lihat wajahnya cukup diliputi kebingungan. Saya tahu sebabnya, ia bingung menyanyikan lagu apa. Yang ia hafal hanya lagu pop Indonesia dan pastinya seisi bus itu tak ada yang mengerti kecuali saya. Hendak menyanyikan lagu barat berbahasa inggris, ia berada dihadapan para delegasi yang notabene perwakilan negara-negara Arab dan tidak sedikit yang bergelar syaikh. Hampir ciut nyalinya. Tapi bukan Amang kalau ia tidak bisa mensiasati performa atau penampilan. Ia ajak kembali syaikh dari Saudi tadi kedepan, lalu ia ajak ber senandung “thola’al badru ‘alaina” lagu khas menyambut kedatangan Rosululloh ketika tiba hijrah dari Makkah ke Madinah. Ia ajak syaikh dan semua penumpang bus itu menyanyikannya dengan tempo yang cepat. Seperti gaya hip-hop. Dan memperagakan tarian ala anak marawis betawi dikampung-kampung Jakarta. Goyangannya tak bertepuk sebelah tangan, syaikh yang berbadan “tambun” itu pun akhirnya ikut bergoyang bersama Amang. Hiduplah suasana perjalanan hari itu. Dan saya menaruh salut pada sahabat saya itu. Karena sebelum ia melakukannya dengan gemilang tadi, sepengetahuan saya hanya Gus Dur satu-satunya orang Indonesia yang bisa membuat syaikh-syaikh Saudi terbahak-bahak. Ternyata tidak, Amang mampu menyelesaikannya dengan baik. Tanpa ia mengerti bahasa Arab sedikitpun.

Kembali pada sore di Tebet Barat. Saya masih tertegun dengan perkataan bahwa ia tak pantas memimpin KAMMI. Saya melihat raut ikhlas pada wajahnya. Tetapi waktu itu  saya yang malah merasa tidak terima. Perasaan saya hendak berontak. Terlintas emosi yang hampir meledak, tapi berhasil saya tahan. Bukan marah terhadap Amang, melainkan pada situasi. Ya, situasi organisasi dan kader waktu itu. Karena saya tahu persis bagaimana Amang mencintai KAMMI. Ia rawat dengan tekun kecintaan itu, dengan caranya. Tahukah kawan, cara dia mencintai KAMMI, ia korbankan masa berharga dalam hidupnya. Tak jarang ia serempet “bahaya”. Baginya mencintai KAMMI bukan lagi sebatas gagasan, melainkan tindakan yang tulus yang tak kenal lelah. Seringkali ia hadir membawa segudang solusi ketika sahabat-sahabatnya sedang bingung mencari penyelesaian masalah yang kerap hadir dalam organisasi. Darimana ia dapat segudang solusi itu? Dari ketekunannya membangun jejaring dengan beragam manusia, yang barangkali tak pernah sedikitpun terbersit dalam benak pikiran kita. Saya menyaksikan dengan jelas bagaimana seorang menteri sudah menganggapnya seperti adik. Saking dekatnya hubungan itu, sampai-sampai seakan tak ada hijab antar keduanya. Dan saya tahu persis bagaimana ia memainkan peran itu secara sadar dan bertanggung jawab untuk tidak menggunakannya lebih banyak bagi kepentingan diri sendiri.

Tetapi dengan segudang pengalaman dan kontribusi yang tak terbantahkan itu. Ia masih merasa tak pantas menjadi pemimpin nomer satu KAMMI.  Entah fakta atau asumsi, katanya, kader-kader lebih memilih sosok yang ia jelaskan sebelumnya. Apa benar demikian? Apakah kita sedang mengalami syndrom simbolik akut? Menilai segala sesuatu atau seseorang dengan tampilan luar yang menurut orang bijak, menipu. Apakah tampilan ”alim” dengan minim prestasi dan solusi untuk organisasi lebih menentramkan mereka daripada cenderung kepada mereka yang tak pernah bicara soal ide-ide muluk tetapi secara diam-diam dan sistematis bekerja siang malam untuk kemajuan organisasi? Ah, pertanyaan ini bergelayut terus dalam rongga batin saya waktu itu. Tetapi Amang tetap tenang. Tanpa raut kecewa sedikitpun.

Akhirnya, pembicaraan waktu itu selesai dengan sedikit kesimpulan. Amang mempersilahkan saya untuk maju sebagai calon Ketua Umum dan saya pun mempersilahkannya juga. Walaupun ia sendiri masih belum tahu apa yang harus dilakukannya ditengah fenomena yang telah diuraikan diatas.

 

 

 

Muktamar Makassar

Kira-kira masih waktu dhuha, saya beserta rombongan delegasi Muktamar dari KAMMI Daerah Jakarta tiba di bandara Sultan Hasanuddin Makassar Provinsi Sulawesi Selatan. Kesan saya, kota ini beruntung memiliki bandara yang besar dengan desain hampir mirip dengan bandara internasional Dubai, memanjang lengkap dengan ornamen modern. Layaknya Muktamar dan acara nasional KAMMI yang lain, panitia sudah standby untuk menjemput dan mengantarkan kami sampai lokasi acara. Singkat cerita, sampailah kami pada Muktamar KAMMI yang ke VI itu.

Selalu saja ada kesan sedih dan gembira pada setiap persitiwa. Saya selalu bersemangat pada tiap hajatan nasional diadakan. Senang sekali rasanya dapat bertemu dan bersilaturahim dengan sahabat-sahabat dari seluruh nusantara. Selalu ada perspektif baru melalui diskusi dan tukar pikiran yang kita lakukan. Ada sharing nilai-nilai kearifan lokal masing-masing yang dapat menumbuhkan rasa saling memahami lebih dalam satu sama lain. Hajatan nasional seperti Muktamar inilah yang sesungguhnya menjadi wajah asli KAMMI.

Sayangnya ada berita sedih yang cukup mengejutkan pada Muktamar Makassar kala itu, tapi berita ini tak berkaitan dengan konten dan agenda Muktamar. Kabar duka menghampiri, Ayahanda tercinta dari Taufik Amrullah Ketua Umum KAMMI 2006-2008 yang memang asli Sulawesi Selatan, wafat. Dan berselang satu hari setelahnya, ayahanda Rahmantoha Budiarto atau Amang Sekjend KAMMI 2006-2008 juga wafat. Kabar duka ini segera tersebar ke seluruh peserta Muktamar. Saya dan beberapa teman, berkesempatan untuk takziah ke rumah Taufik, sebelum jenazah ayahanda tercintanya dibawa untuk dikuburkan di kampung halamannya, Enrekang Sul-Sel. Kesempatan yang sama tidak dapat kami lakukan pada ayahanda Amang, kami cukup mendoakan dan melakukan solat Ghaib saja, berhubung lokasi wafat dan persemayaman nya terletak di Cilacap Jawa Tengah. Amang sendiri, setelah mendengar kabar duka itu selepas solat subuh , segera berangkat pulang kampung dengan pesawat ke Jakarta paling pagi yang tersedia di bandara Sultan Hasanuddin Makassar. Tidak sampai dua hari penuh, ia balik lagi ke Muktamar.

Terpilih sebagai Ketum dan Sekjend

Seperti kebiasaan Muktamar sebelumnya, agenda acara yang paling diminati dan ramai perhatian adalah pemilihan Ketua Umum untuk masa bakti selanjutnya.  Entah mengapa fenomena itu selalu berulang. Padahal agenda pembahasan sidang yang telah dipisah dalam komisi-komisi strategis semuanya pada posisi kepentingan yang sejajar. Anggaran Dasar dan Angaran Rumah Tangga, Garis Besar Haluan Organisasi dan beberapa landasan konsepsi dan konstitusi Organisasi, dalam beberapa Muktamar terakhir tidak terlalu ramai peminat. Saya menduga dengan prasangka baik saja, kader-kader delegasi dari semua daerah itu, bukan menganggap bahasan yang agak rumit itu tidak penting. Bisa jadi mereka merasa bahwa “soft ware” organisasi itu telah lengkap dan sempurna, karena telah dirumuskan dan diperdebatkan oleh proses sebelumnya. Masa-masa membuat aturan main semestinya telah berlalu seiring makin bertambahnya umur organisasi. Yang muncul adalah semangat mencari bentuk ikhtiar terbaik untuk men- eksekusi segudang konsepsi yang telah ada itu. Karena itu, proses pemilihan Ketua Umum dan Sekjend menjadi lebih menarik dihadapan para peserta Muktamar. Dan memang selama saya mengikuti perhelatan Muktamar, dari mulai Samarinda sampai Makassar, hanya atmosfir perebutan kepemimpinan KAMMI yang kental terasa.

Muktamar Makassar merupakan Muktamar yang dalam proses pemilihan Ketua Umumnya diserahkan pada mekanisme forum yang independen. Tak ada “titipan”, seperti Muktamar-muktamar yang lalu.  Di Makassar itulah proses pemilihan dari mulai merumuskan aturan main nya sampai akhirnya terpilih Ketua Umum, mengalir melalui proses transparan tanpa ada setting hidden agenda. Sebelumnya memang ada kekhawatiran itu, sampai ada pertemuan “kader khusus” (pertemuan yang selalu ada pada setiap perhelatan nasional yang biasanya lewat forum khusus itu mereka memutuskan siapa yang layak memimpin atau bahkan dipilih langsung dalam forum itu, bukan di forum persidangan Muktamar) yang awalnya ada pengarahan tertentu, berhasil ter-eliminir oleh sikap dan semangat mayoritas peserta forum itu yang menginginkan penyerahan semua proses pada forum sidang Muktamar. Saya ingat dengan detil siapa-siapa saja yang hadir pada kesempatan itu. Soal ini akan saya ceritakan pada tulisan berikutnya mengenai kegamangan KAMMI dalam menentukan posisioning.

 Waktu pemilihan tiba. Muktamar kali ini termasuk yang memunculkan banyak calon. Sebelumnya bakal calon lebih banyak lagi. Cuma karena ada beberapa proses yang harus dilewati oleh sang bakal calon untuk menjadi calon, seperti mendapat dukungan minimal dari sejumlah KAMMI Daerah yang hadir, hanya meloloskan sedikitnya 9 nama, yaitu: Rahmantoha, Rijalul Imam, Zuliyanto, Muhith Harahap, Samsir Afiat, Anwar, Deni Priyatno, Sri Widya Supeno dan saya sendiri M. Fikri Aziz. Dari sekian nama yang muncul itu, mereka diminta untuk tampil di podium memberikan visi dan misi nya. Kemudian dari 9 nama itu dikerucutkan kembali menjadi 5 nama melalui mekanisme forum yang dipilih oleh KAMMI Daerah, untuk kemudian kelima calon tersebut melakukan syuro antar mereka sendiri sampai ada keputusan 1 orang menjadi Ketua Umum. Kalau tidak berhasil memutuskan, maka mekanisme voting terbuka oleh seluruh peserta perwakilan KAMMI Daerah untuk memilih satu diantara lima nama tadi, dilakukan sebagai proses terakhir. Kelima nama itu adalah, Rahmantoha, M. Fikri Aziz, Muhith Harahap, Samsir Afiat dan Sri Widya Supeno.

Pertemuan kami berlima hanya dijatah waktu 1 jam saja. Dan hampir setengah waktu yang diberikan, kami hanya diam saja. Pertemuan difasilitasi oleh pimpinan sidang kala itu, Jatmiko dan Ramlan Nugraha keduanya dari unsur presidium sidang . Seingat saya justru fasilitator yang lebih banyak berbicara menanyakan ke masing-masing kami siapa yang akan kita pilih diantara kita. Kesulitan metode ini adalah, kelima-limanya memiliki standing position yang sama. Masing-masing merasa siap dicalonkan. Bagaimana tidak siap jika semua proses sampai menjadi lima besar begitu panjang dan melelahkan. Belum lagi pertanggung jawaban masing-masing  terhadap KAMMI Daerah yang mencalonkan kami dengan begitu serius dan tulus.

Akhirnya karena waktu akan segera habis, kami memutuskan untuk voting tertutup diantara kami. Sebelum voting dilakukan sebenarnya ada peristiwa menarik, tetapi saya tidak akan ceritakan disini sampai sahabat-sahabat saya itu memberi izin. Voting yang kami lakukan berhasil memutuskan sesuatu yang penting bagi kemajuan organisasi yang kami cintai ini kedepan. Rahmantoha atau Amang mendapatkan suara terbanyak dalam voting tersebut, dan secara sah dan meyakinkan ia terpilih menjadi Ketua Umum KAMMI 2008-2010.

Ternyata takdir memang berpihak padanya saat itu. Sudah saya jelaskan sebelumnya, jangankan melakukan komunikasi dan silaturahim kepada KAMMI Daerah untuk menggalang dukungan pada pencalonannya, absensi kehadirannya saja di lokasi acara bolong-bolong. Dalam seminggu rentang waktu acara Muktamar itu, ia harus bolak-balik Jakarta-Makassar sebanyak dua kali. Bahkan pembukaan resmi acara pun ia tak hadir. Pertama, ia harus mejemput dan memastikan salah satu pembicara penting pada Muktamar kali itu hadir. Ya, Prabowo Subianto yang dimaksud. Calon Presiden yang kala itu kehadirannya kembali ke pentas politik nasional ramai dibicarakan orang. Soal Prabowo saya punya cerita menarik, akan saya ceritakan dengan jelas dalam tulisan berikutnya. Kedua, tentunya soal kepergian Ayahandanya ke haribaan sang Khaliq.

Setelah diputuskan melalui mekanisme sidang beserta konsideran resminya. Waktu itu azan subuh telah berkumandang. Selesai menunaikan solat subuh, saya melihat Amang masih sibuk mendapatkan ucapan selamat dari kader-kader. Awalnya pagi itu juga saya ingin bicara dengannya, dan berupaya mengingatkan pembicaraan kami sebulan yang lalu pada suatu sore di Tebet Barat. Tapi saya urungkan niat tersebut karena rasanya tubuh ini sudah tidak sanggup. Saya butuh istirahat setelah “rally” yang panjang itu. Pergilah saya ke sebuah kamar, entah kamar siapa saya lupa, yang jelas bukan kamar saya. Sengaja saya pilih kamar lain, dan mematikan telepon demi ketenangan tidur yang sangat saya butuhkan saat itu.

Siang hari saya terbangun. Antara sadar dan tidak saya aktifkan kembali telepon. Tak disangka banyak voice mail dan sms yang berarti selama saya “tewas” banyak yang menghubungi saya. Ada sms dari sahabat perjuangan di KAMMI Jakarta, sekedar menanyakan “Akh antum dimana? Gak apa-apa kan?”.  Mereka mengira saya kecewa dengan hasil pemilihan Ketua Umum tadi malam sehingga saya butuh menenangkan diri. Memang  betul saya butuh menenangkan diri tetapi bukan karena kurang ikhlas menerima hasil. Hanya ada satu alasan: ngantuk berat.

Yang menarik, dalam layar telepon genggam saya muncul voice mail dan satu sms dari Amang. Nampaknya ia berusaha berkali-kali menghubungi saya. Saya hafal tabiatnya kalau ada sesuatu yang penting yang harus ia sampaikan pada saya. Ia hanya mau bicara langsung atau via telepon. Sms hanya ia gunakan untuk bertanya dimana posisi saya, “Bro…ente dimana?”. Lalu saya telepon balik. Dan benar saja, ia mau bicara penting dengan saya. Saya meng-iyakan tapi setelah saya bersiap-siap sambil membersihkan diri.

Akhirnya, baru sore hari itu saya bisa bertemu Amang. Ia bercerita bahwa nanti malam Muktamar akan ditutup secara seremonial. Lalu ia menanyakan ke saya soal posisi Sekretaris Jenderal. Posisi ini kawan, adalah posisi tertinggi kedua setelah Ketua Umum. Biasanya pada Muktamar sebelumnya, posisi ini juga dipilih secara satu paket dengan Ketua Umum. Tapi di Muktamar Makassar ini tidak. Ia dipilih oleh Ketua Umum terpilih yang diberikan hak oleh forum Muktamar untuk membentuk struktur pimpinan pusat, dibantu oleh beberapa orang formatur. Ia bilang; “ Bro…menurut ente saya harus pilih siapa untuk posisi Sekjend? Ente bagaimana?”. Saya jawab; “terserah ente Boss…gmn dengan kawan-kawan yang lain?”. ia jawab; “Iya, aku baru komunikasi ke beberapa orang yang biasa kita komunikasi, prinsipnya oke saja kalau ente yang jadi”. Saya bilang;” pokoknya terserah ente saja”. Ia tutup dengan berkata; “Ya sudah ente saja sekjendnya”. Pembicaraan kami selesai dan Amang meminta saya bersiap-siap untuk nanti malam, akan dia umumkan siapa Sekjend yang mendampinginya pada masa bakti 2 tahun kedepan.

Saya mengerti pertimbangannya. Ia butuh partner yang siap jalan. Karena momentum politik besar tahun 2009 sudah didepan mata, ia merasa tak sanggup sendirian melewatinya. Ia menganggap saya mampu karena saya memiliki latar belakang sebagai Ketua KAMMI Jakarta. Setidaknya tinggal pekerjaan rumah selanjutnya yang harus diselesaikan, menentukan aturan main antar kami dan berupaya menciptakan situasi sinergis.

Setelah itu saya kembali ke kamar dan bertemu dengan sahabat-sahabat KAMMI Jakarta. Sembari menjelaskan soal tawaran posisi tugas saya untuk 2 tahun kedepan. Oh iya, saya belum menceritakan tentang sahabat-sahabat terbaik saya selama di KAMMI Jakarta. Yang hadir menjadi peserta Muktamar tentunya kurang dari setengah dari keseluruhan jumlah pengurus yang luar biasa tanpa kenal lelah ikut membesarkan KAMMI Jakarta. Diantara mereka yang dapat hadir pada Muktamar Makassar seperti; Suwanto, Aziz Darji, Fajar Arya, Abu Dzar, Imam Hadi Kurnia, Reza Azhar, Muchleily Jamilah, Fitri Thamrin, Nasuhatin. Sedangkan pengurus lain yang tidak dapat hadir ke Makassar, seperti; Reza Milady, Firmansyah Mantovani, Eric Setiawan, M. Ilyas, Ahmad Musyaddad, Shodikin, Ayatulloh, Istikhoroh, Oktavinawati, Alfiah Diah Ningsih, Dewi Julita dan yang lainnya. Saya banyak belajar dari mereka. Keihklasan, ketulusan, ketaatan, dan kemampuan menunaikan tugas apapun kondisinya. Jika mengingat bait-bait keputusan demi keputusan yang telah kami hasilkan lewat rapat-rapat rutin, lalu jalan demi jalan Ibukota yang telah kami susuri dengan penuh semangat tanpa lelah, rasanya saya adalah orang yang beruntung karena pernah bekerja sama dengan tim yang luar biasa itu. Dan waktu akhirnya membuktikan, sampai hari ini sebagian besar dari mereka masih berkiprah sebagai pengurus KAMMI. Tentunya karena kemampuan yang mereka miliki amat dibutuhkan oleh organisasi.

Tibalah malam penutupan Muktamar. Senyum ceria bercampur lelah terpancar dalam raut muka tiap peserta. Satu persatu para peserta Muktamar memasuki aula utama. Saya sendiri sedang berada di ruang transit tamu VIP bersama ketua umum terpilih, menemani pejabat setempat yang akan menutup perhelatan terbesar KAMMI. Disitulah saya mendapatkan kabar kurang enak. Ternyata keputusan Amang menunjuk saya sebagai Sekjend telah diketahui oleh beberapa elit KAMMI. Entah darimana mereka tahu. Mungkin dari Amang yang berinisiatif menjelaskan secara langsung kepada mereka. Memang sebelum Amang memilih saya, beredar beberapa nama potensial yang akan mendampinginya sebagai Sekjend. Oleh beberapa kalangan, kemunculan saya sebagai Sekjend dianggap terlalu prematur, karena saya merupakan calon termuda saat itu. Waktu itu umur saya baru sampai 23 tahun. Dan dianggap akan memutus kelanjutan generasi yang seharusnya tampil, karena akan terjadi lompatan generasi yang cukup jauh. Anda bayangkan, generasi sebelumnya diisi oleh angkatan kuliah 90-an akhir (97,98 dan 99). Harusnya regenerasinya beralih pada angakatan 2000 atau 2001. Sedangkan saya angkatan 2003. Tetapi saya tak mau ambil pusing, karena saya membiasakan diri bekerja sama dengan berbagai macam orang dari beragam umur dan pengalaman. Sama saja ketika saya menjadi ketua KAMMI Jakarta, saya termasuk yang termuda diantara yang lain. Toh kematangan dan kedewasaan seseorang itu tak ditentukan oleh umur. Seperti kata orang bijak, tua itu pasti tapi dewasa itu pilihan. Apalagi sepekan sebelum Muktamar di Makassar itu, istri saya baru saja melahirkan seorang putra, anak kedua kami. Ya, saya menikah ketika belum genap 20 tahun. Dan sekarang sudah memiliki 2 orang anak. Menua, mungkin. Tapi saya masih merasa terus muda. Dan tahukah kawan rasanya punya anak yang lucu ketika kita masih muda? Menikahlah wahai anak muda!.

Benarlah apa yang saya perkirakan. Terjadi gejolak yang lumayan ketika Amang mengumumkan saya sebagai Sekjend. Gejolak itu tidak terjadi pada massa. Tetapi hanya ada pada beberapa kalangan. Entah apa motifnya, tetapi yang jelas semuanya bermuara pada cara mereka menghadapi takdir yang tidak sesuai dengan apa yang mereka harapkan. Saya tidak mau ambil pusing dengan cara menghadapi model mental demikian. Terlalu membuang waktu dan seandainya mayoritas kader tahu, cukup menyakitkan buat mereka. Karena upaya dan kerja keras mereka akan dianulir begitu saja oleh rasa tidak puas beberapa kalangan yang kecil itu.

Sampai pada keesokan harinya, saya mendapatkan kabar yang cukup mengejutkan. Salah satu anggota formatur, Rijalul Imam, yang ditugaskan oleh sidang untuk membantu ketua umum terpilih mengancam mengundurkan diri jika ketua umum memaksakan keputusannya untuk tetap memilih saya menjadi Sekjend. Langsung terbersit dibenak saya sebuah keheranan, kok bisa?. Segera saya temui ketua umum dan bertanya soal ini. Saya serahkan semua putusan padanya. Siapa saya? Forum sidang saja memberikan hak proreogratif padanya untuk menyusun pengurus. Tapi ia tak bergeming sedikitpun. Ia tetap pada pendirian dan keputusannya, memilih saya sebagai Sekjend. Setelah itu tak ada lagi alasan bagi saya untuk ragu-ragu, yang ada hari itu hanya keyakinan untuk menunaikan amanah dengan baik sampai akhir.

Membentuk Kepengurusan

Setelah kembali ke Ibukota, kami mengintensifkan pertemuan. Langkah pertama adalah menyusun struktur kepengurusan. Gagasan membuat struktur yang kuat dan lebih berorientasi pada fungsi dan potensi langung kita realisasikan. Mungkin periode inilah yang memiliki struktur ter-gemuk sepanjang sejarah KAMMI. Ketua Umum dibantu dengan 7 ketua dan Sekjend dibantu oleh 7 wakil sekjend. Belum lagi para ketua departemen dan staf-stafnya.

Ada beberpa hal yang mendasari terbentuknya struktur raksasa ini. Pertama, tekad kami waktu itu adalah membuka semua kemungkinan bagi seluruh kader KAMMI se-Indonesia yang memiliki potensi untuk bergabung dan berkhidmad di PP KAMMI. Atas dasar prinsip itu pula semua ruang kemungkinan itu digunakan untuk rekonsiliasi pasca Muktamar, yang bagi sebagian kalangan bisa jadi masih meninggalkan hal yang kurang berkenan. Oleh karena itu, kami sejak awal mengulurkan tangan perdamaian dan mari bersama-sama membangun KAMMI dengan semua potensi yang kita miliki waktu itu. Walaupun tak semua menerima uluran itu,  karena sempat dengan beberapa pihak cinta kami bertepuk sebelah tangan. Tapi tak mengapa, kami tetap mendoakan mereka semoga dilingkungan yang baru, ia dapat lebih berperan.

Kedua, KAMMI adalah organisasi nirlaba. Ia bukan perusahaan yang harus merekrut dan menggaji orang. Dengan demikian tak perlu ada proses seleksi yang ketat dalam rekrutmen pengurusnya, karena toh kita tidak memberikan mereka gaji. Semua aktifitas adalah kerja sosial. Sehingga lebih tepat para pengurus itu disebut relawan. Apa kita pantas menolak mereka yang memiliki keinginan untuk bergabung dan ber ‘amal jama’i dalam kepengurusan? Saya kira tidak. Kemudian yang Ketiga, kami bercita-cita bahwa seluruh pengurus atau bahkan kader KAMMI merupakan public relation yang baik bagi organisasi. Karenanya struktur kami buat besar dan detil secara fungsional. Harapannya agar jangan hanya ketua umum dan sekjend yang bisa berkiprah dan menjadi tokoh diluar organisasi. Semuanya harus keluar dan melakukan objektifikasi pada ranah dan bidangnya masing-masing. Makanya posisi-posisi strategis sengaja kami buat semacam ketua dan wakil sekjend dengan jumlah yang lumayan banyak, agar semakin membuat mereka percaya diri. Dan memang untuk itu KAMMI dilahirkan, bermanfaat buat orang banyak. Bukan seperti kumpulan biksu yang bersih karena terus mengisolasi diri.

Dengan sedikit masalah kami lewati fase staffing itu. Proses menyusun kepengurusan berakhir pada satu struktur ideal. Ketua Umum, Sekjend, Bendahara Umum, Ketua I-VII, WaSekjend I-VII, dan 16 Ketua departemen plus para stafnya serta 2 Ketua Biro dan stafnya. Kami mengenal 2 model rapat rutin: Rapat Pimpinan Pusat yang diikuti oleh Ketum, Sekjend, Bendum dan 7 Ketua. Lalu Rapat Badan Pengurus Harian yang diikuti oleh semua pimpinan pusat serta wasekjend dan seluruh ketua departemen dan biro. Rapim dipimpin oleh Ketum sedangkan Rapat BPH dipimpin oleh Sekjend.

Finalisasi semua proses itu bermuara pada pelantikan pengurus PP KAMMI periode 2008-2010. Kami adakan acara pelantikan itu di aula gedung Perpustakaan Nasional Jakarta. Sejumlah tokoh nasional memenuhi undangan kami, seperti Hidayat Nur Wahid, Dien Syamsudin, Fuad Bawazir, Budiman Sudjatmiko.  Juga kalangan gerakan mahasiswa dan OKP nampak antusias hadir, begitupun undangan lainnya. Kami pun jadi merasa demikian. Setelah hari itu, kami mengisi hari-hari kami dengan penuh gairah. Yang ada dalam kamus kami hanya semangat dan terus semangat menunaikan amanah yang sedemikian besar itu.

Palestina dan TV ONE

Pergantian tahun 2008 ke 2009 dilewati dengan suasana duka cita. Palestina sebuah bangsa dan negara yang harusnya merdeka dan berdaulat, ternyata masih terus dizalimi oleh zionis Israel. Penjajah israel memborbardir kota Gaza dengan sengaja dan tanpa ampun. Aksi Israel ini mereka tunjukkan dengan terbuka tanpa ada satu negarapun yang menengahi aksi bar-bar yang mereka lakukan. Semua bangsa hanya bisa melihat dari liputan televisi. Begitupun PBB dan para pemimpin dunia, hanya bisa prihatin, mengecam kemudian diam. Dan rakyat Gaza tetap hidup bersama peluru dan bom mematikan.

Di Indonesia gelombang protes terhadap kebiadaban itu berlangsung marak dimana-mana. Hampir semua daerah, organisasi masyarakat, kaum muda, partai politik berlomba mengekspresikan kecaman melalui aksi massa di jalanan atau penggalangan dana. Begitu juga dengan KAMMI, sebagai organisasi mahasiswa Islam dengan pengalaman menggarap isu-isu dunia Islam tentunya juga tak tinggal diam.

Masih dipekan pertama tahun 2009, kami menggelar aksi besar-besaran mengecam arogansi Israel dan pembiaran yang dilakukan oleh Amerika Serikat sebagai sekutunya. Aksi dipusatkan di Bundaran HI, massa KAMMI bergabung dengan massa LDK se-Jabotabek. Siang itu cukup terik, namun tak menyurutkan langkah kami. Saya sebagai sekjend memimpin langsung barisan KAMMI. Layaknya aksi-aksi yang lain, kami isi dengan orasi dan happening art teatrikal. Khusus dalam aksi ini kami juga menggalang dana bantuan solidaritas dan menutup aksi pada hari itu dengan doa yang amat syahdu sampai membuat beberapa diantara peserta aksi menitikkan air mata.

Sore hari setelah aksi kemanusiaan itu, saya hendak kembali ke sekretariat untuk melakukan konsolidasi evaluasi dengan beberapa pengurus. Ditengah perjalanan saya dihubungi oleh ketua umum yang absen karena masih berada di luar kota dalam rangka urusan bisnis. Ia minta saya untuk mengantikannya tampil memenuhi undangan TV One di acara Apa Kabar Indonesia Malam dengan tema masih soal Palestina. Dan selang beberapa saat setelah itu, dari pihak TV One juga ada yang menghubungi saya. Segera saya bersiap, karena saat itu masih dalam keadaan penuh keringat bekas bergelut panas bermandi terik. Selain menyiapkan penampilan terbaik, sambil memikirkan kira-kira apa yang nanti saya ungkapkan.

Secara singkat saya beritahu ke teman-teman pengurus yang masih tersisa di sekretariat, soal kabar dari TV One itu. langsung beberapa diantara mereka terutama departemen Humas, meneruskan kabar ini ke semua jaringan internal KAMMI. Dan beberapa pengurus yang lain memberikan masukan ke saya soal konten apa yang menjadi poin KAMMI dalam menilai peristiwa serangan Israel ke Gaza.

15 menit sebelum live saya hadir di wisma nusantara. Saya datang sendiri tanpa didampingi satu orang pengurus pun. Setelah di make up dan dirapihkan beberapa bagian letak kemeja batik yang saat itu saya pakai, saya diminta untuk segera blocking kamera di sofa merah yang menjadi ciri khas acara itu.  Sempat terlintas sedikit rasa gugup karena ini pengalaman pertama saya menghadiri acara tv seperti ini. Apalagi sebelumnya kru pengarah acara meminta untuk berbicara to the point karena keterbatasan slot waktu yang tersedia.

Dimulailah acara bincang-bincang itu dengan dipandu oleh anchor news kenamaan yang dimiliki stasiun TV berita itu, Tina Talisa. Karena ia bertanya juga strike to the point, maka saya juga berusaha demikian sesuai arahan floor director. Saya mengatakan bahwa perlawanan KAMMI bersama rakyat Indonesia adalah perlawanan terhadap kejahatan kemanusiaan. Seperti yang temaktub dalam pembukaan Undang-undang dasar 1945 yang menyebutkan bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan prinsip keadilan dan kemanusiaan.  Kemudian saya menegaskan sikap kami terhadap pemerintah Republik Indonesia agar jangan diam saja. Banyak upaya bisa didorong dan diinisiasi oleh Indonesia dalam sidang dewan keamanan atau majelis umum PBB, bukan hanya sekedar mengecam. Bisa juga meminta secara diplomatik kepada Amerika Serikat untuk cepat bersikap terhadap sekutunya Israel. Padahal situasi timur tengah saat itu seharusnya menjadi momentum buat Indonesia dan presiden SBY untuk bisa tampil mengkomunikasikan gagasan persatuan dan perdamaian dunia. Sayangnya presiden SBY sering absen dan hanya mampu mengungkapkan dua kata saktinya; “saya prihatin”.

Memulai Silaturahim

Sebelum lebih jauh bergerak, saya usul kepada ketua umum untuk menjadwalkan sebentar waktu untuk kami para pengurus bisa silaturahim mengunjungi guru, ustadz atau para masyaikh dakwah. Ketua umum setuju dan meminta saya untuk segera membuat daftar siapa saja dari para guru itu yang akan kami kunjungi.  Inginnya bisa mengunjungi semua, tetapi apakah mereka punya cukup banyak waktu ditengah kepadatan aktifitas dakwah dan politik yang mereka emban, apalagi kala itu adalah tahun pemilu yang menguras energi.

Akhirnya kami berhasil mendapatkan waktu luang salah satu ustadz yang selama ini dikenal banyak mengurus soal-soal kaderisasi para kader dakwah, Ustadz Ahmad Zainuddin, LC. Dengan senyum khasnya yang tak pernah lepas serta keramahan yang tulus beliau menerima kami di tempat aktifitasnya di sebuah markas dakwah. Yang membahagiakan, ketika menemui kami beliau didampingi oleh Abang kami, Porkas Halomoan. Beliau adalah alumni KAMMI, yang meletakkan dasar-dasar pendidikan kaderisasi KAMMI. Pada masa beliau level kaderisasi Daurah Marhalah I-III itu terwujud. Sedangkan yang hadir diantara kami, saya masih ingat beberapa; Saya, Amang, Bramastyo dan Suwanto.

Silaturahim berlangsung hangat. Dimulai dengan permintaan kami agar Ustadz memberikan taujih, dan beliau memenuhinya. Dan ketika beliau selesai, beberapa diantara kami mengajukan pertanyaan. Dan tanya jawab itu mengalir sampai selesai. Yang menarik, kami diberi gambaran oleh beliau bagaimana sebenarnya posisi KAMMI dalam amal dakwah di Indonesia. Dengan kebijaksanaan yang beliau punya, kami memahami kata demi kata yang beliau ucapkan. Seperti misalnya dalam hal rekrutmen, kita sering kali keliru dalam memetakan objek dakwah. Kader-kader LDK sering kita jadikan target Daurah Marhalah I, padahal KAMMI dimaksudkan untuk merekrut manusia kampus yang lebih luas. Begitupula ketika beliau menjelaskan bagaimana KAMMI mengambil peran politik yang lebih luas, beliau menjelaskan bahwa KAMMI merupakan cover jamaah untuk melakukan optimalisasi kerja-kerja yang bersifat umum. Tak ada pengendalian KAMMI secara lembaga. Jamaah hanya menitipkan beberapa kadernya saja untuk melakukan optimalisasi itu tadi. Jadi, secara lembaga tak ada kaitannya. Begitupun secara personal, tidak melekat seutuhnya. Hanya beberapa peristiwa politik sementara yang sifatnya kasuistis itupun jika dibutuhkan. Selebihnya manfaatkanlah ruang yang telah tersedia itu.

Kemudian dalam kesempatan lain kami juga silaturahim dengan Ustadz Musholi, sosok yang bersahabat dan humoris. Penggiat pendidikan Islam ternama. Beliaulah dibalik kesuksesan lembaga PPSDMS. Ketika saya hubungi beliau menerima dan segera menjadwalkan sambil meminta saya agar pula menghubungi Ustadz Ariyandra, biasa kami panggil Bang Aar. Menurut beliau biar sekalian kumpul semua, agar jika ada masalah-masalah yang belum selesai, kita selesaikan sekalian.

Singkat cerita pada suatu malam selepas magrib, kami dipersilahkan bertemu dengan beliau ditempat aktifitasnya. Sayangnya waktu itu ketua umum izin tidak dapat hadir, akhirnya saya memimpin rombongan pengurus itu. Seingat saya yang ikut serta adalah; Rijalul Imam, Reza Azhar, Suwanto. Yang membahagiakan lagi adalah, Ustadz Musolli juga didampingi oleh alumni KAMMI, juga Abang kami, Hermawan Eriadi. Beliau adalah mantan ketua umum periode 2004-2006. Selain  Bang Hermawan, Ustadz juga didampingi oleh Bang Aar tentunya dan Bachtiar, sekretaris Ustadz waktu itu.

Seperti biasa kami meminta Ustadz untuk memberikan taujihnya terlebih dahulu. Beliau menjelaskan soal pentingnya koordinasi struktural antara KAMMI dengan organisasi diatasnya. Setelah selesai beliau langsung pamit untuk menghadiri acara berikutnya dan mempersilahkan orang-orang yang mendampinginya tadi meneruskan jika masih ada hal-hal yang harus didiskusikan. Tanya jawab itu akhirnya mengalir dimulai dari penjelasan saya soal model struktur baru PP KAMMI saat itu disertai landasan serta semangat yang ingin kami capai. Kami ingin komunikasi KAMMI yang kala itu masih dipahami sebagai komunikasi institusional (walaupun dalih personal) terdistribusi sesuai bidang garap masing-masing yang saling melengkapi. Tidak hanya pada satu sektor mahasiswa saja. Karena urusan kemahasiswaan sudah tidak bisa lagi menyelesaikan banyak persoalan yang ada semisal; politik, jaringan, ekonomi dan lain-lain.

Ditengah diskusi yang lumayan hangat itu, tiba-tiba saudara Bachtiar angkat bicara. Ia mengkritik para pengurus KAMMI yang dalam beberapa hal salah kelola. Ia menilai sudah saatnya kami menjadi organisasi modern. Kemudian ia ungkapkan beberapa teori. Entah teori siapa tapi yang saya tahu ia merupakan lulusan salah satu universitas di Singapura. Nada bicaranya kurang simpatik menurut saya. Saya menanggapi dengan pertama berterima kasih atas kritiknya lalu yang kedua saya bertanya padanya kira-kira menurutnya organisasi modern itu yang seperti apa. Pertanyaan yang logis menurut saya, karena bukan saya yang memunculkan tema itu dalam diskusi waktu itu. Ia menjawab organisasi modern adalah organisasi yang mampu memanfaatkan teknologi. Seperti teknologi informasi berbasis Website dan lain-lain. saya katakan, kalau soal itu sudah bukan barang baru di KAMMI bahkan eksistensi website dan teman-temanya sudah lama. Kemudian agak saya tantang sedikit dengan pertanyaan lanjutan layaknya mahasiswa dengan dosennya. “apa hanya itu yang dimaksud dengan organisasi modern…?”. kemudian diskusi yang makin hangat dan hampir panas itu ditengahi oleh Rijalul Imam dan Bang Aar. Pertanyaan saya tidak dijawab dan ia kembali asyik dengan laptopnya. Dan silaturahim itu selesai.

Silaturahim dengan 2 orang Ustadz itu hanya sebagian kecil dari banyak silaturahim kami yang bisa saya ceritakan. Inti semuanya adalah kami memahami dengan penuh bahwa aktifitas gerakan yang kami lakukan sangat mungkin atau bahkan hampir pasti menimbulkan gesekan dan kontroversi. Karena itu dengan tulus, kami meminta dibukanya ruang komunikasi yang menjamin terciptanya sebuah pandangan objektif yang dapat melegakan semua pihak. Itu saja harapan kami.

 

 

 Konsolidasi Pengurus

Saya dan Amang sadar bahwa gerbong yang kami bawa ini terlalu besar. Oleh karena itu, saya mengusulkan di rapat pimpinan pusat, sebelum kita menyelenggarakan Mukernas, kita melakukan koordinasi dan konsolidasi dengan seluruh pengurus. Dan hasil dari konsolidasi itulah yang kita jadikan acuan program untuk disosialisasikan di Mukernas. Semua setuju, dan rapat menunjuk saya sebagai penanggung jawab rapat koordinasi pengurus.

Setelah itu segera saya minta bantuan beberapa pengurus untuk menyiapkan segala hal terkait tehnis, lokasi dan semua hal yang berhubungan dengan kesuksesan acara. Termasuk memastikan kesiapan seluruh pengurus untuk bisa hadir.  

Berkat bantuan Ahmad Fadli, Ketua Departemen Kemahasiswaan PP KAMMI saat itu yang juga berdomisili di Bogor, kami dapat menentukan lokasi rakor pengurus. Ia menawarkan sebuah villa diatas gunung bunder cibatok Bogor Jawa Barat. Entah milik siapa villa itu, yang jelas tempatnya indah dan dingin sekali. Terbuat dari kayu tua dan kuat. Ditengah area terdapat sungai buatan yang melengkapi kenyamanan suasana.

Disebuah akhir pekan masih bulan-bulan pertama 2009, kami menggelar rakor pengurus itu. Dalam catatan saya, sebagian besar pengurus hadir. Setibanya dilokasi pada malam hari, kami mulai membahas agenda program kepengurusan. Tehnisnya tiap departemen membuat programnya masing-masing untuk kemudian diselaraskan dengan kebijakan strategis ketua umum. Ternyata bahasan masing-masing departemen itu cukup memakan waktu. Hingga esok malamnya program-program departemen baru bisa kita bahas secara pleno. Satu persatu ketua bidang dan ketua departemen mempresentasikan hasil diskusinya. Ada beberapa yang menjadi program lanjutan, ada pula yang memang benar-benar ide baru. Tetapi yang menarik, kesemuanya itu membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Dan semua departemen menuliskan dalam work paper mereka asal muasal atau pihak yang akan bertanggung jawab memberikan mereka biaya, yaitu: Ketum dan Sekjend.

  Hal itu saya anggap sebagai penghargaan sekaligus harapan dari pengurus yang saat itu sedang  dalam kondisi prima. Tapi bukankah fenomena serupa juga terjadi dalam setiap level struktur KAMMI. Ketika bab sumber daya jarang sekali kita bicarakan secara serius. Yang rajin muncul adalah deretan “daftar belanja” gerakan yang harus segera selesai. Sedangkan sumber daya yang digunakan untuk menyelesaikan segudang masalah itu belum selesai kita bicarakan. Ini berimbas pada perbedaan cara pandang yang kian tajam antar sesama kader. Seringkali konflik terjadi karena salah paham memahami terminologi asal muasal memperoleh sumber daya. Solusi untuk itu sederhana, pahamilah sifat dan karakter sumber daya itu lalu bergelutlah secara langsung dengan upaya pencariannya secara maksimal.

Setelah rapat koordinasi itu, kami segera menjalankan aktifitas sebagai pengurus. Kali ini setidaknya sudah memiliki acuan untuk memulai kerja-kerja besar itu. Tugas kami selanjutnya adalah menyelenggarakan Musyawarah Kerja Nasional dengan mengundang seluruh KAMMI Daerah se Indonesia. Dan rapat pimpinan pusat memutuskan KAMMI DI Yogyakarta sebagai tuan rumah hajatan nasional terbesar kedua organisasi ini dan saya kembali diamanahkan untuk menjadi penanggung jawab kesuksesan acara tersebut. Seperti biasa segera saya kumpulkan para wakil sekjend dan beberapa ketua departemen untuk membahas persiapan acara itu.

 Waktu yang diberikan kepada kami tidak banyak. Tak ada pilihan waktu lagi, Mukernas sudah mendesak harus dilaksanakan. Disisi lain waktu itu susah sekali mencari dana untuk membiayai Mukernas. Hitungan pekan kami diminta fokus untuk mencari biaya yang cukup besar. Dan seperti biasa saya dan ketua umum yang paling pusing dan sibuk untuk mengusahakan terkumpulnya pundi-pundi dana. Setelah sepekan kami mencari, nihil. Cara terbaik yang biasa dilakukan oleh gerakan mahasiswa adalah menyiapkan undangan dan proposal. Undangan untuk tokoh yang kita minta bicara di forum KAMMI dan proposal juga untuk tokoh tersebut dengan harapan ia memberikan sejumlah dana untuk membantu kesuksesan acara. Tetapi ada juga tokoh yang hanya bisa memenuhi undangan saja tetapi tidak sedikit pula sebaliknya, hanya memenuhi proposalnya saja. Sosok tokoh yang kedua itu jumlahnya lumayan banyak. Baginya membantu kegiatan KAMMI adalah sumbangan yang tidak sampai mempengaruhi membuatnya miskin. Jadi, kadangkala mereka tanpa ragu membantu tanpa harus berakibat pada konsesi politik yang selama ini banyak dituduhkan oleh banyak orang. Sekedar pertemanan saja dan mereka tahu mahalnya harga berteman dalam dunia politik yang mengalami “distrust” akut.

Kebetulan waktu dan tanggal Mukernas KAMMI di Yogyakarta hampir berbarengan dengan Rakernas PDIP di Solo yang hasilnya waktu itu menetapkan ketua umumnya Megawati sebagai calon presiden untuk pemilu presiden tahun 2009. Apa hubungannya ? tidak ada. Tetapi saya akan menceritakan sedikit persinggungan saya dengan partai itu dan beberapa tokohnya.

Ketika proses pencarian logistik untuk Mukernas terus berjalan walaupun belum ada hasil, saya usul kepada ketua umum untuk menjadikan Bapak Taufik Kiemas ketua Dewan Pertimbangan Pusat PDIP sebagai salah satu pembicara. Alasannya selain karena optimalisasi proposal tentunya, waktu itu menurut saya kita belum mengenal lebih jauh soal partai itu. PDIP dibanding partai tengah lain lebih cenderung kurang cair dalam meng-artikulasi gagasan ideologinya. Dalam beberapa sudut pandang partai ini masih dianggap sebagai partai ideologis. Yang lebih menarik partai ini secara nasional mengalami degradasi significan sejak kegemilangannya di tahun 1999. Tetapi kalau kita lihat peta politik daerah terutama di Jawa, ia merupakan partai yang sangat mengagumkan. Bahkan kader-kadernya yang jadi kepala daerah tidak satu dua orang yang dinilai cukup berprestasi.

Ketua umum setuju dan saya mulai merancang sebuah cara agar bagaimana saya bisa bertemu dengan Taufik Kiemas. Langkah pertama adalah membangun komunikasi dengan beberapa tokohnya, tentu yang sudah saya kenal. Saya mulai dengan menghubungi Mochtar Muhamad, Walikota Bekasi kader PDIP dan orang dekat Megawati. Saya biasa memanggilnya dengan sebutan Bang Mochtar. Ia bukan orang baru dalam kehidupan saya. Ia adalah tetangga saya di Kota Bekasi. Ia bersahabat erat dengan ayah saya, walaupun beda partai. Dahulu awal-awal tahun 90-an ia adalah pemuda biasa namun orang mengidentifikasi pergaulannya dengan banyak preman. Tetapi sejak dulu ia juga bergaul dan dekat dengan kalangan Ustadz. Mochtar selalu siap jika diminta oleh para Ustadz dan Imam Masjid dikomplek kami untuk “menertibkan” sekelompok anak muda yang mabuk-mabukan atau bermain judi.  Kami mengenalnya sebagai orang yang tanpa kompromi alias tukang pukul. Gema reformasi juga menjadi berkah baginya. Sejak lama ia menjadi pendukung setia Bung Karno dan ia teruskan kesetiaan itu pada anaknya, Megawati. Ketika PDIP terbentuk tahun 1999, Mochtar lah yang membesarkan gaungnya di Kota kami. Sampai ia terpilih menjadi anggota legislatif daerah tingkat kota dan pada tahun 2003 ia terpilih menjadi wakil walikota kemudian pada tahun 2008 ia terpilih menjadi walikota dengan jargon kampanye Pendidikan dan Kesehatan Gratis. Ia realisasikan programnya itu sampai sekarang.

Mochtar menyempatkan menemui saya disela-sela kesibukannya. Segera saya tanya kepadanya bagaimana caranya bertemu Taufik Kiemas. Ia jawab dengan gaya bahasa yang biasa kami gunakan dengan akrab; “serius lu mau ketemu Bang TK ?”. saya jawab: “ya serius Bang”. Dia menimpali dengan santai; “kalau begitu lu ikut gua aja berangkat ke Rakernas di Solo besok”. Cukup kaget saya dengan ajakannya. Selepas itu saya pamit dengan kesimpulan menggantung. Saya minta waktu kepadanya untuk membicarakan hal ini dengan ketua umum.

Esoknya saya bicara dengan ketua umum, saya sampaikan apa hasil pertemuaan dengan Mochtar. Ia juga surprise namun coba memikirkannya dengan jernih. Lumayan lama kami bahas soal itu dan akhirnya sampai pada sebuah kesimpulan, kita ikut ke Solo.

Awalnya hanya saya sendiri  yang ikut, namun Mochtar meminta ketua umum untuk ikut karena ingin berkenalan lebih jauh. Begitulah Mochtar, ia sosok yang gandrung memperbanyak teman. Tidak jarang saya mendapati beberapa aktifis gerakan tingkat nasional berada dirumahnya untuk sekedar berbincang-bincang. Belum aktifis namanya kalau belum akrab dengannya. Berlebihan memang, tetapi banyak orang terutama aktifis gerakan yang mendapat referensi situasi darinya. Ia menjadi semacam informan karena pergaulannya yang luas lintas partai dan kepentingan.

Sesampainya di Solo kami bingung juga dengan apa yang harus kami lakukan. Misi kami cuma satu; bertemu Taufik Kiemas dan memintanya untuk hadir di Mukernas KAMMI. Hari pertama kami tunggu cukup lama kepastian untuk bisa bertemu, namun nihil. Saya sudah membayangkan ini akan terjadi. Karena sosok Taufik Kiemas selama ini dikenal misterius. Dalam arti dia lah back screen kemampuan politik Megawati dan PDIP. Kemampuannya melakukan komunikasi politik terkadang diluar nalar politisi-politisi biasa. Dialah “the godfather” yang selalu menjadi rujukan bagi kader-kader partainya. Hari kedua, tetap sama saja sulit ditemui. Hari ketiga, ketua umum izin pulang ke Jakarta untuk  menyelesaikan urusan pribadi. Tinggallah saya seorang diri di Solo. Sedangkan acara mukernas tinggal 4 hari dari hari itu. betapa kecewanya saya ketika masuk hari kelima saya mendapatkan kabar bahwa Taufik Kiemas dalam kondisi kurang sehat. Saya pastikan kebenarannya dengan cara mendatangi area Rakernas PDIP. Disalah satu sudut ruang VIP ia memang terlihat pucat dengan pengawalan yang lumayan ketat oleh para ajudannya. Akhirnya saya mengurungkan niat untuk menemuinya. Tak lama setelah itu saya dihubungi Bang Mochtar untuk segera menemuinya karena detik itu ia sedang bersama Taufik Kiemas. Ketika saya tiba, hanya sebentar saja saya bertemu dan sekedar bersalaman lalu ia bilang dengan nada yang lumayan payah; “maaf ya dik…aku tidak bisa memenuhi undangannya. Lagi kurang sehat. Kuusahakan lain kali”. Kemudian ia pergi.

Lalu Mochtar menemui saya. Ia bilang: “lu sih acaranya bukan di Bekasi aja…kapan pulang? Gua pulang besok”. Saya hanya diam sembari memikirkan betul juga apa katanya. Dulu ketika ia pertama kali ajak saya ikut ke Solo, ia menawarkan Bekasi sebagai tuan rumah Mukernas. Ia menjamin akan menanggung semuanya, asal di Bekasi. Tapi waktu itu saya menjelaskan bahwa Yogyakarta telah diputuskan dan lagipula teman-teman disana sudah bersiap-siap. Tak enak rasanya menghanguskan tekad dan semangat kader yang telah terlanjur bersedia.

Selesai dari Solo saya segera ke Yogyakarta untuk bergabung bersama yang lain mengikuti Mukernas. Diantara perjalanan Solo ke Yogya, saya tak henti gelisah. Bagaimana caranya mensukseskan acara Mukernas yang tinggal besok dengan sangat minimnya biaya. Untuk beberapa item pengeluaran sudah menggunakan dana Kas PP KAMMI yang sudah ludes dan tak sedikit mengeluarkan dana dari kantong pribadi. Tapi dengan penuh yakin saya berusaha hentikan kegelisahan itu dan sampai di Yogya harus dengan senyum yang lebar. Kita harus memberikan optimisme karena itu salah satu fungsi pemimpin. Kami bertekad akan pasang badan sembari terus ber-ikhtiar.  Apapun yang terjadi Mukernas itu tidak boleh mundur sedikitpun.  

Dan Allah menjawab semuanya. Tekad dan kerja keras tidak akan berbuah penyesalan. Mukernas akhirnya tetap terlaksana dengan baik dan menghasilkan beberapa keputusan penting untuk masa kerja 2 tahun. Disebuah hotel sederhana di sudut kota Yogya, Hotel Brongto namanya. Terlihat usianya sudah cukup lama. Unik dengan ornamen bernuansa khas Jawa menambah kesan memori bagi siapapun yang pernah kesana. Sampai jadwal Mukernas berakhir, kami belum bisa melunasi biaya akomodasi hotel itu. Kalau tidak salah dua hari setelahnya, ketika peserta sudah pulang ke daerah masing-masing, beberapa pengurus pusat masih berada disana untuk sekedar menenangkan pihak hotel bahwa kami tidak kabur. Disaat yang sama sekretariat kami di Menteng Dalam Jakarta, masa sewa nya telah habis. Lengkaplah sudah derita. Tapi karena kami hadapi bersama, masalah itu terasa sederhana. Ini bukan masalah besar yang mengganggu idealisme dan keyakinan kita. Ini masalah biasa saja.  

Menjelang hari ketiga kami pulang dengan segudang janji untuk segera melunasi hutang pembayaran hotel yang telah ditalangi oleh seorang teman . Saya pulang duluan bersama beberapa teman. Sedangkan ketua umum masih harus tinggal beberapa saat untuk sekedar memberi ketenangan bagi kawan-kawan panitia. Kami bagi tugas, ketua umum telah menghubungi salah satu menteri yang seringkali memiliki perhatian lebih terhadap KAMMI dan saya diminta untuk memfollow-up nya sesampainya di Jakarta. Dan alhamdulillah semuanya selesai. Hutang Mukernas lunas dan sekretariat dapat diperpanjang.

Berkah Silaturahim

Benar apa yang disabdakan oleh Nabi, bahwa silaturahim itu memperpanjang umur dan memperbanyak rejeki. Setelah hajatan Mukernas berakhir beserta segala persoalan yang menyertainya, kami melakukan langkah-langkah taktis aplikatif agar semua harapan itu tercapai. Yang selalu saya suka dari aktifitas gerakan adalah kerja-kerja ini selalu menyediakan banyak waktu untuk melakukan silaturahim ke berbagai macam kalangan. Dan memang hampir semua tugas sosial politik gerakan ditunjang oleh jenis aktifitas satu ini.

Silaturahim adalah aktifitas yang paling manusiawi untuk mengetahui cara pikir dan perspektif seseorang atau sekelompok orang. Tak adil rasanya jika kita melakukan justifikasi terhadap seseorang atau sekelompok orang padahal kita belum pernah melakukan dialog. Bagaimana caranya kita mengerti akan cara pikir tanpa pernah kita lakukan tukar pikir. Sungguh agama ini memberikan banyak jalan terkait hal ini. Jangankan untuk soal politik yang temporer, keyakinan saja ditempatkan pada posisi yang paling individual; untukmu agamamu dan untukku agamaku.

Apalagi alam demokrasi sekarang ini membuka semua peluang kemungkinan. Kita tidak lagi hidup zaman orde baru yang segalanya dapat dengan mudah diatur oleh penguasa. Kita berada di era bebas. Bebas menentukan kita mau kemana dan bersama siapa. Dan tidak boleh seorangpun menghalangi jalan itu, karena setiap langkah telah dijamin oleh konstitusi republik. Inilah cara hidup yang paling rasionil dalam bingkai negara. Adanya jaminan konstitusi yang melindungi segenap rakyat. Atau jangankan segelintir orang yang menghalang-halangi kemerdekaan dan kebebasan, negara saja akan ambruk jika melanggar sunnatulloh yang telah digariskan. Kemerdekaan adalah fitrah. Kita tak bisa menentangnya, karena pasti kalah.

Landasan filosofis silaturahim adalah menyambung tali kasih sayang antar sesama manusia, apapun latar belakangnya. Dan memang justru karena manusia dipenuhi perbedaan, maka silaturahim itu menjadi berfungsi. Seharusnya hal-hal seperti ini sudah selesai karena ini mafahim. Termasuk upaya melakukan objektifikasi gerakan dalam konteks negara, tanpa terus melakukan upaya komunikasi dengan segenap anak bangsa maka target dan capaian gerakan itu tak akan bisa terwujud.

Dalam beberapa tulisan kedepan saya akan menceritakan pengalaman kami dalam melakukan kerja-kerja gerakan dengan silaturahim sebagai caranya.

Bertemu Prabowo

Entah telah berapa kali kami mencoba bertemu dengan sosok yang satu ini, tapi tetap gagal. Melalui tokoh-tokoh yang secara kasat mata dekat dengannya, tetap tidak bisa. Sosok ini menjadi penting untuk kami datangi karena kemunculannya dengan penuh percaya diri dan senantiasa muncul dengan pembawaan karakter yang kuat. Apalagi ia pernah menjadi bagian sejarah negeri ini, hilang lalu kemudian tampil lagi dengan sejumlah kejutan. Jika kita lihat dan baca media massa pada tahun 2009 maka akan sangat mudah kita dapatkan pemberitaan mengenai dirinya. Ia dikenal sebagai perwira ABRI yang cerdas. Pangkat terakhirnya adalah Letnan Jenderal berbintang tiga. Mantan Danjen Kopassus ini pernah terlibat kontroversi penculikan aktifis pada tahun 1998. Lalu setelah mertuanya sang mantan presiden Suharto jatuh, ia menghilang. Ada yang mengatakan ia pindah negara dan berdomisili di salah satu negara timur tengah dan menjadi pengusaha disana. Apapun itu, faktanya ia telah kembali dan secara meyakinkan hadir untuk menghiasi kancah politik negeri ini.

Sosok misterius ini susah sekali ditemui. Inilah kesan pertama jika sedang bertukar pikiran dengan kawan-kawan lintas gerakan. Dan tak banyak memang yang mampu menembus “pintu-pintu” yang mengelilinginya. Singkat cerita kami mendapatkan kontak salah satu dokter pribadi keluarganya. Kami hubungi dan kami sampaikan niat kami untuk menemui Pak Prabowo. Setelah menunggu sekian lama akhirnya kami dihubungi untuk bisa menemui secepatnya pada waktu itu juga. Sekali lagi saya lupa tanggal persisnya. Tapi yang jelas itu siang hari dan kebetulan saya dan Amang sedang makan siang bersama. Segera kami berangkat menuju bandara Halim Perdanakusumah sesuai arahan. Ya, saat itu sedang musim kampanye pemilu legislatif. Beliau sedang transit untuk pulang atau pergi ke daerah untuk kampanye partainya.

Sesampainya kami sudah ada yang menunggu untuk mengantarkan menuju VIP private lounge yang lokasinya agak lebih masuk kedalam bandara. Tempatnya tidak terlalu besar tapi ekslusif dan mewah. Digunakan untuk ruang tunggu sebelum atau sesudah melakukan perjalanan dengan menggunakan pesawat jet pribadi atau carter khusus. Setelah tiba di lounge itu, kami diminta tunggu sebentar karena masih ada tamu didalam. Selang beberapa menit tamu itu keluar. Tahukah kawan siapa tamu itu, ia adalah Oesman Sapta ketua umum Partai Persatuan Daerah yang beberapa bulan kemarin berseteru dengan Prabowo karena membuat kongres HKTI tandingan di Bali. Itulah politik kadang rumit dan membingungkan.

Pak Prabowo menerima kami dengan ramah. Kami dipersilahkan duduk dan disuguhi minuman hangat. Beliau menyapa kami terlebih dulu dengan menanyakan kabar. Kemudian karena diruangan itu juga tersedia televisi yang masih menyala dan kebetulan sedang disiarkan laporan berita tentang kampanye pada hari itu, kami menonton bersama. Di TV itu ia terlihat sedang berorasi dengan semangat. Seperti biasanya yang kita lihat di TV, gaya bicaranya memang seperti itu. Meledak-ledak dan penuh antusias. Kawan, apa yang terjadi setelah tayangan tentang orasi dirinya? Laporan berita soal kampanye SBY dihadapan para pendukungnya. Melihat tayangan itu, Pak Prabowo terlihat emosional. Ia bantah semua dengan nada tinggi setiap apa yang dikatakan SBY dilayar kaca. Setelah tayangan itu selesai, kami kembali ngobrol. Ia mewanti-wanti kami soal ideologi dan jatidiri bangsa yang sudah terinjak-injak. Kembali dengan penuh semangat ia menjelaskan kepada kami pandangannya soal neoliberalisme yang menjangkiti banyak pemimpin pengambil keputusan di negeri ini. Tanya jawab kami dengannya berlangsung santai dan asyik. Kami hanya mengungkapkan kepadanya soal penolakan kami terhadap ideologi neoliberalisme dan pada titik itu kita menemukan kesamaan. Tidak terlalu lama memang kami berbicara dengannya tapi siang itu saya merasa puas karena telah mengetahui sosoknya walaupun sebentar dan ia sedang menjadi sosok yang apa adanya tanpa liputan kamera. Banyak pertanyaan yang belum sempat tersampaikan memang, tetapi setidaknya kami telah menjalin komunikasi awal untuk dapat menemukan cakrawala baru bagi kemajuan gerakan. Ini salah satu berkah silaturahim.

Membangun Komunikasi dengan Pemerintah

Menjelang proses Pemilu 2009, kami berpikir keras agar bagaimana caranya organisasi ini bisa tampil sesuai fatsun dan memiliki peran stragtegis terhadap kesuksesan itu sendiri. Menjadi tim sukses sebuah partai atau calon presiden sangat mungkin kami lakukan, tetapi mengingat fatsun dan peran strategis yang kita mainkan tidak mesti sampai seperti itu, maka kami berijtihad mengambil isu-isu normatif tetapi dengan porsi posisioning yang lumayan.

KAMMI bukanlah organisasi bawah tanah yang bergerak diam-diam jauh dari pergaulan sosial dengan tujuan merubah tatanan secara revolusioner. Tetapi ia adalah organ terbuka berbadan hukum. Bentuk dan model geraknya jelas terbaca, ide-ide nya mulai mendapat perhatian khalayak serta struktur kepengurusannya terbentuk baku bak jejaring yang rapih. Oleh karena itu sikap organisasi dan cara pikir penggiatnya juga harus mampu terbaca ke permukaan. Kita tidak tahu kemaslahatan itu terletak dimana dan pencariannya pun tidak sederhana. Tidak selalu kebijakan pemerintah itu menjadi barang haram dan harga mati bagi kesesengsaraan rakyat begitupun sebaliknya penilaian kita terhadap kelompok oposisi yang melulu mengatas namakan rakyat atau bahkan kita harus objektif menilai diri kita sendiri. Karenanya yang dibutuhkan kemampuan memainkan peran untuk mengetahui situasi sehingga bisa memetakan kondisi untuk kemudian diterjemahkan dalam sikap gerakan.

Dengan alasan diatas pemerintah tentunya sangat mengenal organisasi ini. Karena seringkali mereka jadi objek tuntutannya. Tetapi apakah diperlakukan komunikasi intensif diantara keduanya? Pada beberapa hal jelas perlu dilakukan. Selain karena memang jalan perjuangan politik KAMMI bukan gerakan revolusioner yang bersifat laten dan tanpa kompromi, juga karena kita telah memilih demokrasi sebagai jalan untuk kesejahteraan yang dengan demokrasi itu kita sedang memperkuat pranata-pranata. Jadi, kritik yang konstruktif mutlak dikedepankan dari perlawanan tanpa henti minus tujuan pasti. Pragmatiskah? Belum tentu karena kita juga belum menguji hasil perjuangan perlawanan yang tanpa henti itu.

Agenda gerakan mahasiswa merupakan kunci komunikasi dengan siapa saja. Bagi mereka yang menemukan titik kesamaan maka biasanya akan berjalan beriringan. Bagi yang tidak sejalan, mereka hanya sedang menunda proses komunikasi untuk kelak tercapainya lagi titik kesamaan itu. Dalam hidup ini orang yang merugi adalah mereka yang terus memelihara dendam.

Interaksi KAMMI dengan pemerintah sejatinya belum terlalu lama. Karena ditubuh organisasi ini juga terjadi proses belajar. Yang namanya belajar, ada yang cepat ada yang lambat. Dan konflik yang terjadi karena soal-soal interaksi model begini disebabkan oleh gap yang lebar antara yang cepat dan lambat itu. Tidak terjadi sharing pengalaman dan kelapangan dada. Tapi fenomena ini adalah fase yang wajar bagi perjalanan organisasi sebesar ini, karena penyeragaman adalah produk kekuasaan hegemonik yang ditentang secara prinsip oleh organ ini sendiri.

Kesuksesan jalannya Pemilu 2009 juga merupakan agenda KAMMI. Seingat saya waktu itu memang masih banyak bermunculan penolakan terhadap Pemilu yang berasal dari kawan-kawan yang juga sering hadir dalam diskusi yang kita buat bersama. Menurut kami pada waktu itu tidak logis jika Pemilu ditiadakan karena kita akan kembali menjadi anarki. Saat itu tawaran kawan-kawan agar serahkan semuanya pada kehendak rakyat dengan  membentuk presidium nasional yang mewakili berbagai unsur rakyat. Kawan-kawan menilai institusi negara yang ada illegal dan harus dibubarkan secepatnya. Dari dulu KAMMI tidak pernah berpikir fatalis seperti ini. Kita selalu mencari jalan moderat karena hitungan maslahat lebih besar.

Bertemu Mendagri Mardiyanto

Kami mengidentifikasi dengan jernih kira-kira pihak mana yang mendukung agenda kesuksesan Pemilu dan pemerintah adalah salah satunya. Proses komunikasi dengan pihak pemerintah segera kita petakan. Pilihan pertama jatuh pada sosok Menteri Dalam Negeri yang saat itu dijabat oleh Mayjend Purn TNI Mardiyanto yang juga mantan gubernur Jawa Tengah. Kami tidak mengalami kesulitan yang berarti ketika membangun komunikasi dengan sosok yang satu ini. Kepribadiannya ramah dan hangat. Tutur katanya halus hingga sempat membuat saya bingung ia mantan tentara atau bukan. Awalnya Amang mencari jalur komunikasi untuk menemuinya dan tak lama ia bertemu dengan anak angkat sang menteri yang merupakan kawan lamanya. Obrolan kami dengan anak angkatnya itu langsung cair dan ia langsung menjanjikan kami dalam waktu dekat bertemu dengan Pak Menteri.

Beberapa hari kemudian anak angkat pak menteri memenuhi janjinya. Kami diminta untuk menemui pak menteri pada suatu malam di rumah dinasnya. Lagi-lagi saya bukan pencatat yang baik dalam hal tanggal peristiwa. Seingat saya kami berangkat bertiga; Amang, saya dan Sugeng, wasekjend bidang politik. Sesampainya kami disana ternyata telah menunggu beberapa orang untuk bersama kami masuk kedalam dan alangkah terkejutnya kami ternyata salah satu orang yang sedang menunggu itu adalah Ahmad Doli Kurnia, Ketua Umum DPP KNPI hasil kongres Ancol yang masih berkonflik dengan DPP KNPI yang berkongres di Bali dan dipimpin oleh Aziz Syamsuddin. Tadinya kami agak kagok karena dalam konfliktual yang melanda KNPI itu, kami tidak berpihak pada kedua belah pihak tapi ada di kedua belah pihak. Tapi setelah malam itu, kami melihat kematangan dari seorang Doli, kami biasa memangilnya Bang Doli. Ia memiliki latar belakang murni sebagai aktifis karena pernah menjabat sebagai sekjend PB HMI. Ditengah gempuran dari kubu seberang yang kuat secara uang dan pengaruh, konon juga dibantu oleh Menpora pada waktu itu, ia tetap maju menantang. Malah setelah perubahan konfigurasi politik pasca pilpres yang memenangkan SBY-Boediono ia menjadi lebih kuat dari lawannya. Ini yang saya sebut matang karena ia berhasil melihat dan memanfaatkan peluang dalam kondisi sulit dan terjepit. Politisi ulung adalah mereka yang mampu membalikkan keadaan sesuai keinginannya. Jika Bang Doli membaca tulisan ini, saya hanya ingin mengatakan kami salut dan seandainya kami masih memimpin KAMMI, kami mendukung bersatunya kembali KNPI. Tapi kalau sulit, kami akan memilih berada pada barisan Kongres Ancol.

Tak lama setelah berbincang ringan diluar rumah dinas itu, kami dipanggil masuk kedalam. Pada ruang tamu yang lapang dan tertata rapih pak menteri menerima dengan ramah bahkan satu persatu kami dipeluknya. Mengesankan. Ketika pelayan belum selesai menuangkan teh hangat dalam cangkir-cangkir kami, ia langsung menyapa dan menanyakan kabar seraya memohon maaf karena baru bisa menerima kami malam itu. langsung saja ia menceritakan tugasnya mengawal dan memastikan kesuksesan pemilu. Disitu kami baru tahu bahwa KPU waktu itu memang benar-benar “under capacity” sehingga butuh dibantu secara penuh oleh departemen dalam negeri sebagai wakil pemerintah. Karenanya ia berpendapat kalau KPU dibiarkan kerja sendiri maka akan terjadi kekisruhan yang luas dalam memprotes proses pemilu. Bukan karena KPU mau berniat curang tetapi memang semata-mata tak punya kemampuan. Dan pada malam itu ia dengan serius meminta kepada yang hadir khususnya KAMMI, untuk membantu proses pemilu spesifik dalam hal sosialisasi cara memilih dengan menyontreng kepada publik dan pemilih pemula, karena itu cara baru dalam sistem pemilu Indonesia. Dan ia meminta kami untuk menemui Dirjen Kesbangpol keesokan harinya.

Tanya jawab dengan pak menteri berjalan mengalir dengan baik sampai selesai agak larut malam. Setelah itu kami pulang dengan segudang rencana. Segera saya menghubungi Supeno sebagai ketua PP KAMMI urusan politik dan hukum untuk langsung merespon tawaran pak menteri. Inilah proses awal dari project sosialisasi Pemilu dengan menggunakan metodologi Mural Grafiti yang dilaksanakan di 20 kota oleh beberapa KAMMI Daerah waktu itu. Ini juga berkah silaturahim juga bukan ?

Bertemu Mensesneg Hatta Rajasa

Kemudian mengenai komunikasi kami dengan Pak Hatta Rajasa, waktu itu Menteri Sekertaris Negara. Setahu saya sosok ini bukan sosok baru dikalangan pemimpin KAMMI. Bapak satu ini telah memiliki sejarah interaksi dengan beberapa senior kami. Karena itu saya pun lupa bagaimana  peristiwa persisnya kami melakukan kontak dengannya. Kadang mudah menghubunginya, kadang sulit sekali. Tapi yang penting dicatat, proses komunikasi dengannya tidak melalui pintu-pintu bahkan ajudannya sekalipun. Karena itu ia merupakan pejabat dekat istana yang cukup punya pergaulan luas dengan banyak kalangan terutama aktifis. Sebagai mantan aktifis sosoknya mengayomi dan bijak. Tutur katanya jelas dan selalu konsisten sesuai tema pembicaraan. Pandangannya soal ekonomi lumayan luas karena ia pernah jadi pengusaha dibidang pertambangan selama puluhan tahun. Sama seperti kebanyakan tokoh lainnya, ia memiliki kepribadian yang hangat. Nilai plusnya terletak pada pemikirannya yang banyak dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran Islam modern. Wajar saja karena ia mantan penggiat Masjid Salman ITB ketika zaman mahasiswa dulu.

Suatu ketika saya sms beliau untuk minta waktu diskusi soal situasi menjelang pemilu. Dan ia pun segera merespon dengan meminta saya datang ke kantornya. Esok hari saya datang dengan Amang ke Bina Graha yang masih dalam lingkungan Istana. Memang ia selalu menyediakan waktu siang hari, entah kebetulan atau tidak setiap kami masih menunggu diruang tunggu, sekretaris nya selalu meminta kami untuk menunggu sebentar karena bapak sedang sholat. Seingat saya itu terjadi sering sekali atau mungkin setiap kami akan bertemu. Yang menarik bukan pilihan waktu pertemuannya, tetapi setidaknya kami tahu ia merupakan sosok yang tetap melakukan sholat ditengah kesibukannya.

Setelah selesai ia sholat, ajudannya menemui dan mengantarkan kami ke ruangan tempat ia biasa menerima tamu. Kami masuk dan kami dapati ia telah duduk menunggu kami, lalu ia berdiri dan memeluk kami satu persatu. Juga mengesankan. Setelah itu kami berbincang dengan santai dan mengalir. Ia pun sama seperti mendagri yang khawatir terhadap pelaksanaan pemilu yang masih menimbulkan banyak ketidak siapan disana sini. Seperti biasa kami memberikan sedikit pemikiran sebagai masukan. Saran  kami saat itu bahwa harus ada langkah cepat dan tanggap untuk menyelesaikan kebingungan ditengah masyarakat luas. Ia setuju. Kemudian ia meminta kami untuk segera merespon situasi aktual terkait pemilu. Tukar pikiran siang itu tak berlangsung lama. Kami selesai dengan satu titik kesamaan pandangan untuk menolak segala bentuk upaya mengagalkan pemilu karena akan menyebabkan demokrasi yang telah kita bangun menjadi mundur kebelakang.

Sepekan kemudian kami membuat mimbar bebas dengan tema selamatkan demokrasi Indonesia menyertakan organ-organ gerakan mahasiswa dan lembaga intra kampus seperti Badan Eksekutif Mahasiswa se- Indonesia. Setelah sebelumnya kami menjahit kekuatan dengan berdikusi ke berbagai latar belakang gerakan untuk mencapai titik temu atas situasi republik yang waktu itu kita anggap dalam keadaan gawat.

Bertemu Mentan Anton Apriyantono

Menjelang pemilu presiden sempat dilansir sebuah berita tentang hasil evaluasi menteri-menteri kabinet Indonesia bersatu dan disebutkan bahwa ada beberapa menteri yang mendapatkan rapor biru karena kinerjanya dinilai memuaskan. Dan salah satu yang mendapatkan predikat yang cukup membanggakan itu adalah Bapak Anton Apriyantono, Menteri Pertanian yang berhasil mewujudkan kembali swasembada pangan.

Kami mendatangi rumah dinasnya di komplek menteri pada suatu malam. Ketika rombongan sampai, agak lama kami menunggu diruang tamu. Entah atas sebab apa, tapi akhirnya pak menteri menerima kami juga dengan hangat. Diskusi mengalir begitu saja dimulai dengan mengeksplorasi kiat-kiat bagaimana caranya sampai mampu swasembada pangan. Beliau menjawab tak ada kiat khusus hanya kehendak Allah semata sehingga cuaca selama musim tanam setahun kemarin bersahabat dengan situasi pertanian. Perbincangan soal pentingnya pendidikan dan beberapa tentang pertanian menghiasai sebagian besar waktu yang ada. Yang menarik seingat saya beliau menceritakan tentang beberapa pejabat pemerintah yang selalu menjaga sholat nya dalam menjalankan tugas sesibuk apapun. Beliau bercerita, pak JK adalah orang yang menjaga sholat. Kalau rapat kabinet terbatas dipimpin olehnya maka jika tiba waktu sholat rapat akan di skors sementara untuk menunaikan sholat terlebih dahulu. Bahkan dengan usia yang telah lanjut itu, pak JK  masih sering menunaikan sholat subuh berjamaah di masjid Sunda Kelapa dekat rumah dinasnya, hanya berjalan sendirian tanpa pengawalan layaknya orang biasa saja. Secara reflek salah satu diantara kami bertanya bagaimana kalau pak Beye ? beliau hanya diam sambil senyum simpul. Pahamkan maksudnya ?   

Melawan Neoliberalisme

Pasca pemilu legislatif 2009 konstelasi politik berubah drastis. Kemenangan Partai Demokrat yang jauh meninggalkan perolehan partai-partai besar mengejutkan banyak pihak. Kecurigaan mulai muncul dan makin tak terkendali. Apalagi menjelang pemilu presiden, kekuatan politik makin massif membentuk kristalisasi capres dan cawapres.

Waktu itu KAMMI hendak menentukan sikap karena miris melihat elit politik sibuk memperebutkan kue kekuasaan. Kami segera mengkonsolidir diri dengan mengintensifkan pertemuan-pertemuan internal tingkat pengurus pusat. Dan dalam perjalanannya kami berhasil merumuskan sebuah agenda gerakan yang dapat kami jadikan parameter keberhasilan gerakan sekaligus sebagai ukuran penilaian terhadap capres dan cawapres yang bermunculan.

Kami menamakannya 11 agenda strategis bangsa. 11 bukan angka misteri, hanya merupakan refleksi dari usia KAMMI yang waktu itu berumur 11 tahun. Soal milad KAMMI yang ke 11 itu saya punya cerita yang sayang kalau dilewati. Biasanya dalam memperingati ulang tahun KAMMI, organisasi selalu mengadakannya dengan penuh meriah dan besar. Pertemuan akbar selalu menjadi pilihan dengan mengundang sejumlah tokoh-tokoh politik kenamaan. Tetapi pada Milad ke 11 itu, kami memutuskan untuk mengganti kebiasaan baik itu sementara, dengan menggelar syukuran kecil disebuah masjid kampus Universitas Negeri Jakarta. Bukan karena ada apa-apa, tetapi karena ingin saja. Kami isi malam Milad itu dengan mendengarkan taujih atau refleksi perjalanan KAMMI lebih tepatnya, yang dibawakan oleh ketua umum. Lalu kami sambung dengan makan bersama dengan meletakkan semua lauk pauk dan nasi ke dalam satu nampan, orang Jawa menyebutnya bancakan.  Kemudian sepertiga malam itu kami isi dengan Qiyamullail dan Muhasabah yang dibawakan oleh salah seorang ustadz. Kami sungguh tenang dan bersemangat kala itu. Sangat relevan untuk dijadikan bekal perjuangan yang amat berat ini.

Setelah kami rumuskan 11 agenda itu, langsung secara organisasional kami maklumatkan kepada struktur KAMMI di daerah untuk menjadikan agenda ini sebagai tolak ukur dalam agenda pilpres. Dan pada waktu itu, tak ada penolakan sedikitpun dari daerah. Wajar saja karena konten isi didalamnya adalah agenda gerakan yang sudah KAMMI ungkapkan sejak tahun 2002. Terkait kemandirian ekonomi, kedaulatan bangsa, dan kepemimpinan nasional yang kuat dan lain sebagainya adalah isu abadi KAMMI sebagai reaksi perlawanan terhadap kekuatan asing yang merusak. Bagi KAMMI ini adalah perlawanan ideologis. Sama halnya ketika kami melawan arogansi Israel terhadap saudara kami sesama muslim di Palestina.

Untuk memaksimalkan artikulasi agenda itu, kami coba membangun komunikasi dengan berbagai stakeholder dan kepentingan. Ijtihad politik gerakan pada waktu  itu memang serba bingung dan tanggung. Pilihannya hanya 2; diam tanpa peran dan secara otomatis terpetakan sebagai elemen pendukung salah satu capres-cawapres yang kuat karena dianggap sebagai underbouw salah satu partai pendukung utama pasangan tersebut. Atau aktif berperan keluar dari logika awam penilaian sebagian besar orang terhadap organisasi ini dengan cara membangun komunikasi politik dengan semua calon presiden tanpa kecuali. Dan akhirnya kami memilih cara kedua, membesarkan organisasi ini dengan memanfaatkan momentum besar politik saat itu karena kesempatan mem-propagandakan sikap dan pendirian gerakan terbuka lebar. Walaupun pada akhirnya ada harga yang harus dibayar amat mahal atas pilihan kami ini. 

 Peta kondisi pada waktu itu memang terlanjur menempatkan SBY sebagai incumbent yang hampir tak terkalahkan dari sisi apapun. Pesona nya terlalu kuat untuk dilawan. Hingga akhirnya tercium isu yang sangat kuat bahwa ia akan memilih Boediono yang kala itu masih sebagai Gubernur Bank Indonesia. Nurani gerakan kami terusik, sosok ini merupakan personifikasi ideologi ekonomi neolib bersama “partner in crime” nya menteri keuangan waktu itu, Sri Mulyani. Dan sejarah perlawanan KAMMI terhadap dua sosok ini bukan cerita kosong. Gerakan ini punya catatan serius terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak adil terhadap rakyat dan kedua sosok ini menjadi pionirnya. Beberapa peng-istimewaan terhadap skandal pajak dan beberapa kali penghapusan subsidi harga BBM dengan alasan efisiensi anggaran dan yang baru terbuka akhir-akhir ini adalah kenyataan bobolnya Bank Century. Apalagi sosok Boediono yang dianggap tidak mewakili simbol kombinasi nasionalis-Islam dalam tiap proses otak atik gathuk pasangan capres-cawapres yang juga menjadi pertimbangan.

Jauh sebelum pasangan SBY-Boediono dideklarasikan kami telah bersuara lantang terhadap hal ini. Kami massifkan perlawanan melalui segala cara dan media. Lewat jalanan, ruang diskusi, konsolidasi, agitasi, propaganda dan lain sebagainya. Tak kenal lelah kami menyuarakannya.

Dinamisasi perlawanan kami secara tidak langsung disebabkan pula karena adanya penguatan dari beberapa senior, salah satunya Fahri Hamzah. Dalam dunia politik dan gerakan abang kami satu ini sudah tidak asing lagi. Ia merupakan ketua umum pertama KAMMI sekaligus tokoh penting dibalik peristiwa reformasi dan kejatuhan Suharto. Sosok yang semangat, tegas dan tanpa kompromi. Memiliki gagasan dan pespektif menarik soal situasi dan kondisi sosial politik. Berdiskusi dengannya selalu membuat kita enggan beranjak. Kadang pendapat dan pandangannya diluar nalar awam yang biasa. Jika anda pernah kerumahnya anda akan temukan jawabannya, terdapat ruang khusus yang dipenuhi beragam buku bacaan yang lengkap jenisnya. Belum lagi ia adalah tipe orang yang banyak bergaul dengan berbagai macam kalangan. Semakin memperkaya khasanahnya dalam menilai perkembangan situasi terkini.

Suatu malam saat sedang hingar bingar kondisi politik karena para elit sedang tarik menarik mengotak-atik pasangan capres dan cawapres, bang Fahri menghubungi saya. Ia menanyakan kabar kami dan peta gerakan dilapangan. Kemudian ia meminta kami untuk bertemu dengannya untuk berdiskusi lebih lanjut. Keesokan harinya kami diminta untuk menemuinya di sebuah mall mewah di pusat kota Jakarta. Malam itu saya datang hanya berdua dengan ketua umum. Cuaca saat itu dalam keadaan hujan besar dan kami belum tahu apa tema pembicaraan yang kemukakan oleh beliau. Tapi kami ber-asumsi inti pembicaraan tak jauh-jauh dari peta politik dan korelasinya dengan agenda gerakan yang sedang kami jalankan.

Sesampainya disalah satu cafe ternama yang ada di mall itu, kami langsung bertemu dengannya. Ia datang sendiri, setelah memesan kopi dan teh hangat untuk kami ia langsung memulai pembicaraan didahului dengan pertanyaan terkait kondisi umum gerakan. Kami menjawab apa adanya dengan memberi gambaran perkembangan dan upaya yang telah kami lakukan. Setelah itu ia memberi info berharga bahwa baru pada sore hari sebelum kami bertemu itu, Boediono telah pasti dipilih oleh SBY sebagai calon wakil presidennya, dan kami cukup terkejut walaupun sudah kami kira sebelumnya. Kemudian setelah itu ia menjabarkan ketidak setujuannya dengan alasan-alasan yang juga kami bersepakat dengannya. Malam itu kami menemukan titik kesamaan pandangan dan berkomitmen untuk berupaya membangun gerakan perlawanan yang lebih besar dan massif sampai benar-benar berhasil mengubah pilihan sang incumbent yang kelak menang itu. Selama belum dideklarasikan, masih ada waktu bagi gerakan untuk mengeksplore segala daya dan upaya agar target politik itu tercapai.

Setelah malam itu  pendapat bang Fahri mulai menghiasi pemberitaan media massa nasional dan aksi yang kami jalankan juga demikian. Hampir tiap hari kami turun kejalan dan memantau perkembangan teman-teman daerah yang juga melakukan aksi serupa. Kami atur ritme dan tenaga dengan baik agar nafas perlawanan ini berumur panjang. Kami himpun semua sumber daya kekuatan yang satu ide dengan sikap kami ini. Hari-hari itu adalah hari dengan penuh dinamika perjuangan, juga disertai dengan kesadaran penuh   bahwa pihak yang kita lawan adalah raksasa yang kuat dan dengan kekuasaannya bisa melakukan apa saja.

 

Bertemu Jusuf Kalla

Sesuai dengan ijtihad gerakan yang telah kami ambil soal komunikasi politik dengan semua calon presiden, dengan agenda kontra neoliberalisme ini kami memulai lawatan politik. Tokoh pertama yang kami datangi adalah wakil presiden saat itu yang juga calon presiden, Jusuf Kalla. Bertemu sosok ini kadang susah kadang mudah. Sebelum mendapatkan waktu yang kondusif, kami seringkali secara sengaja ikut solat Jum’at di masjid lingkungan istana wapres. Biasanya setelah menunaikan solat Jum’at di masjid itu, pak JK selalu menyempatkan bercengkrama dengan para jamaah yang hadir walaupun beberapa saat.

Kami dikenalkan kepada pak JK oleh salah satu orang dekatnya yang juga staf khususnya bidang otonomi daerah, Syahrul Ujud. Atas masukan beliaulah kami menyempatkan solat Ju’mat di istana wapres untuk sekedar menyapa dan meminta waktu langsung kepada pak JK untuk menerima kami secara resmi. Sebenarnya secara lembaga pak JK bukan orang yang baru pertama kali berinteraksi dengan KAMMI. Tiap kepengurusan baru PP KAMMI, selalu diterima secara resmi oleh beliau dikantornya. Bahkan hampir tiap lebaran, PP KAMMI selalu mendapat jatah ribuan paket sembako dari pak JK untuk didistribusikan kepada kader-kader yang bisa terjangkau. Tetapi tema pembicaraan kali ini terlalu sensitif karena berkaitan dengan kontestasi beliau sebagai calon presiden, maka kami mengedepankan sikap hati-hati.

Sampai akhirnya permohonan kami untuk bertemu beliau dikabulkan. Kami diminta datang dengan tidak terlalu banyak orang. Disuatu pagi menjelang siang kami datang kekantor wapres, setelah masuk dan menunggu diruang tamu istana, kami akhirnya dipersilahkan masuk. Betapa takjubnya kami ketika tahu bahwa ruang pertemuan kami dengan pak JK bukan ditempat biasa menerima tamu resmi. Kali ini kami diterima diruangannya langsung. Dan yang membuat kami selanjutanya juga agak kaget ternyata beliau didampingi dengan beberapa orang dekat yang selama ini kami dengar sebagai tokoh kunci dibalik beberapa kemenangan politiknya, sebut saja misalnya; Aksa Mahmud.

Pak JK menyambut kami dengan hangat dan senyum khasnya dan tidal lupa dengan pelukan yang mengesankan. Tersirat dalam wajahnya raut muka gembira dan bangga. Ya, ia merupakan salah satu tokoh penting bangsa ini yang sering menyatakan kebanggaannya terhadap perkembangan anak muda dan mahasiswa Indonesia dan disertai dengan kepedulian yang nyata. Tampilannya sederhana, tak ada beda antara penampilan di media massa dengan waktu itu ketika menemui kami. Tutur katanya lugas tanpa tedeng aling-aling, sekenanya saja.

Setelah menyeruput teh hangat jamuannya, ia langsung memulai pembicaraan dengan menjelaskan pengalamannya mengurus ekonomi selama ia berada dalam pemerintahan. Semua cerita-cerita yang ia iklankan kemudian dalam kampanye di televisi, ia ungkapkan dengan gaya jenaka kepada kami, sehingga kami pada waktu itu juga ikut tertawa bersama tanpa kaku layaknya berhadapan dengan seorang wakil presiden.

Kemudian yang menarik dan membuat kami agak sedikit terkejut. Setelah ia bercerita panjang lebar soal pengalaman uniknya itu ia bercerita soal sosok Boediono sambil menunjukkan sebuah dokumen penting. Ya, dokumen penolakan Boediono ketika masih menjabat sebagai menko perekonomian terhadap proyek pembangunan gardu listrik sepuluh ribu mega watt di daerah Sumatera. Dan menurut JK proyek yang akan sangat membantu kehidupan masyarakat Sumatera itu bukan murni penolakan Boediono saja, melainkan ada tekanan yang luar biasa yang datang dari kekuatan asing sambil kemudian ia menunjukkan dokumen selanjutnya. Saat itu ia bicara amat hati-hati tidak seperti biasanya.

Setelah pertemuan itu sikap kami makin mantap. Perlawanan kami terhadap Boediono sebagai personifikasi neoliberalisme mendapat suplemen baru. Sampai kemudian pasangan SBY-Boediono benar-benar dideklarasikan sebagai pasangan capres dan cawapres.

Melawan sampai Bandung

Pagi-pagi sekali saya telah keluar rumah. Sesuai hasil rapat pengurus semalam, kami akan memantau aksi yang akan dilakukan oleh teman-teman KAMMI Bandung. Aksi kali ini adalah respon sekaligus ikhtiar untuk menegaskan kembali posisi gerakan ini terhadap haluan neoliberalisme dan personifikasinya.

Pasangan calon presiden dan calon wakil presiden SBY-Boediono akan dideklarasikan secara resmi di gedung Sasana Budaya Ganesha Bandung. Demi menjaga konsistensi dan komitmen terhadap agenda yang telah diputuskan, maka kami mengapresiasi bahkan meminta secara langsung kepada KAMMI daerah terkait untuk melakukan aksi penolakan kedatangan Boediono disana.

Sore menjelang malam kami sampai di kota Bandung. Setelah kami mendapat tempat menginap, kami membuat janji dengan pengurus KAMMI Wilayah Jawa Barat. Kami memahami kesibukan mereka karena pasti malam itu sedang repot-repotnya mempersiapkan aksi besok. Kami tunggu hingga agak larut malam sampai akhirnya mereka menghubungi untuk menanyakan lokasi pertemuan. Sebuah rumah makan khas daerah Bandung kami pilih agar terbangun suasana yang sesuai dengan kunjungan kami saat itu. Ketua KAMMI Jawa Barat Andriyan didampingi salah satu staf nya datang menemui kami. Sambil menikmati makan malam yang lumayan terlambat itu, kami bebincang santai membahas perkembangan persiapan aksi KAMMI esok hari. Ia menjelaskan bahwa persiapan sudah matang, massa peserta aksi sudah dimobilisir mulai malam itu dan semua perangkat sudah siap siaga. Hanya saja masih ada perbedaan pendapat antar pengurus terkait konten agenda yang tertuang dalam poin-poin yang ditawarkan oleh PP KAMMI untuk dijadikan pernyataan sikap esok. Beberapa pengurus menghendaki penghapusan penyebutan nama Boediono, dan kalaupun harus menyebut nama lebih baik sekalian disebutkan saja semua nama yang muncul menjadi capres dan cawapres. Kami memahami pendapat seperti itu dan sebenarnya tak ada masalah. Hanya saja situasi saat itu dengan latar belakang agenda perlawanan terhadap neoliberalisme, semakin mengkristal pada personifikasi seseorang. Sebab kita bicara pemilihan presiden yang mencalonkan orang-perorang bukan dalam konteks memperjuangkan lolos atau tidaknya undang-undang yang hanya terbatas pada sebuah konsep atau abstraksi ide. Karenanya penyebutan nama pada aksi esok hari tak mungkin bisa dhindari. Tanpa kita menyebutkan nama pun, media dengan mudah mengutip serta mengidentifikasi siapa target aksi yang dimaksud. Selain karena alasan tadi diatas juga disebabkan hanya pasangan SBY-Boediono yang akan melakukan deklarasi pencalonan di Bandung saat itu.

Akhirnya pembicaraan kami selesai dengan kesimpulan aksi esok hari tetap dilanjutkan dengan beberapa masukan dari PP KAMMI dan KAMMI Jawa Barat akan melakukan koordinasi internal lagi untuk finalisasi isu yang akan diangkat.

Esoknya aksi dimulai siang hari. Kami ikut hadir untuk sekedar menyapa kader-kader yang semangat dengan yel-yel perjuangan khas gerakan mahasiswa. Kami cukup bangga dengan teman-teman yang hadir dan bertahan sampai sore hari. Dan yang membuat kami cukup salut adalah teknik penguasaan lapangan dan keadaan yang cukup baik sehingga cukup merepotkan aparat keamanan yang sedang berjaga. Padatnya massa aksi sampai mengambil seluruh bagian jalan sehingga akses menuju gedung tempat deklarasi menjadi tertutup. Berakibat pada macet dan tertahannya para undangan yang hendak menghadiri acara tersebut. Tak sedikit kami saksikan beberapa petinggi Partai Demokrat terpaksa jalan kaki meninggalkan mobil mereka agar tidak terlambat sampai lokasi acara. Aksi kami memang tidak sampai menggagalkan deklarasi tetapi dengan semangat dan totalitas yang dimiliki cukup memiliki pengaruh terhadap stabilitas acara. Dan yang terpenting, melalui media massa publik tahu masih ada sekelompok anak muda yang melawan disaat gerakan lain pada waktu itu diam tanpa alasan.

Menjelang magrib aksi selesai dan kami segera menuju Masjid Salman ITB yang terletak tak jauh dari lokasi aksi. Setelah solat magrib kami berbincang sebentar dengan beberapa kader. Sampai kami mendapat kabar yang telah kami perkirakan sebelumnya. Kabar soal akurnya kembali SBY dan PKS setelah selama sebulan mengalami dis-harmonisasi hubungan karena SBY “keukeuh” dengan pilihannya terhadap Boediono. PKS memiliki hitungan politik sendiri yang kami tidak mau ambil pusing dengan latar belakang politiknya. Ketika “galak” menolak Boediono lalu berubah seratus delapan puluh derajat mendukung dan bahkan masuk dalam barisan pendukung utama, itu adalah sikap partai politik yang wajar. Tapi mengapa KAMMI yang malah jadi pusing, gamang dan kagok ? padahal katanya tak ada kaitan hubungan apa-apa dengan PKS. Kalaupun ada hanyalah hubungan kultural bukan struktural. Dianggap kultural karena faktor sejarah, faktor mobilitas vertikal alumninya serta faktor performa kasat mata yang ditunjukkan oleh kader KAMMI dan kader PKS.

Untuk mengakhiri kegamangan ini, mari kita bicarakan dengan terbuka, jujur dan secara bersama-sama. Tidak boleh ada lagi yang melarikan diri dari tema ini. Seringkali jika kita buka bab ini, sebagian besar menganggap bahwa kita telah sama-sama paham. Apanya yang paham ? justru dengan kata-kata itu kita saling tikam. Ketidak jelasan jenis kelamin ini harus disudahi. Kita harus segera tentukan, ini soal serius.

Titik Kritis

Dalam perjalanan pulang dari Bandung ke Jakarta, kami membahas nasib gerakan pasca dideklarasikannya pasangan SBY-Boediono. Malam itu pasangan Mega-Prabowo sedang diumumkan setelah sepekan sebelumnya pasangan JK-Wiranto juga telah dideklarasikan. Konfigurasi politik telah jelas. Partai-partai telah menentukan pilihan untuk ikut gerbong koalisi masing-masing capres-cawapres. Bagaimana sikap gerakan selanjutnya? Malam itu kami memutuskan tetap mengusung agenda anti-neoliberalisme sampai pilpres berakhir.

Rasa-rasanya terlalu ceroboh jika kami langsung menghentikan perlawanan karena PKS telah masuk domain koalisi besar yang sedang kami lawan. Titik kritis inilah yang menjadi kegamangan itu. Sampai waktu itu atau mungkin sampai hari ini, KAMMI adalah organ gerakan mahasiswa independen, menjunjung tinggi kemandirian politik tanpa harus tergantung pada kekuatan politik manapun. Dengan dasar pikir yang katanya klise itu kami tetap berdiri tegar bertahan ditengah gempuran hujatan. Walaupun tidak sedikit juga yang menaruh salut dan pujian.

Esok harinya adalah waktu pendaftaran terakhir bagi calon presiden ke KPU. Sejak lama kami rencanakan aksi tesebut. Menurut insting gerakan yang kami miliki, hari itu adalah momentum yang bagus karena semua pasangan capres dan cawapres hadir di KPU. Tak susah menyiapkan aksi hari itu karena telah dipersiapkan sejak lama oleh KAMMI Daerah Jakarta juga KAMMI Bekasi, Bogor dan Depok. Menjelang siang saya berangkat menuju lokasi aksi.

Entah saya harus ceritakan secara tertulis juga disini atau tidak tentang apa yang terjadi ketika dalam perjalanan menuju KPU siang itu. Akan tetap saya ceritakan tetapi tanpa menyebut siapa sosoknya. Ketika hampir sampai di KPU, tiba-tiba telepon saya berdering. Alangkah terkejutnya saya ketika melihat layar ponsel, ternyata yang menelepon adalah salah satu pejabat penting pemerintah. Sebelumnya saya sudah duga apa maksud telepon beliau. Saya angkat dengan ragu-ragu. Ketika saya angkat terdengar suara dengan nada lumayan panik. Kira-kira ia bilang begini; “ Fik…betul yang aksi siang ini didepan KPU itu KAMMI?. Saya jawab; “betul bang…memang kenapa?”. Ia jawab; “saya betul-betul mohon maaf Fik…saya minta dibantu mohon dengan sangat agar pasukan KAMMI ditarik dulu…tolong ya..saya komit nanti malam kita ketemu. Saya akan penuhi semua keinginan kawan-kawan…bagaimana?”.  saya jawab;” mohon maaf bang…saya tidak bisa. Kalaupun bisa harus saya bicarakan dulu dengan kawan-kawan yang lain”. jawab saya dengan halus. Ia kembali berkata;”oke saya tunggu jawabannya…saya mohon dengan sangat ya, dan saya serius komit dengan tawaran saya tadi”. Telepon ditutup. Setelah itu, aksi tetap dilanjutkan. Sampai akhir tak ada komunikasi lagi dengannya.

Yang menarik pada aksi ke KPU pada waktu itu adalah ketatnya pengamanan petugas. Kami hanya aksi sendiri, tak ada massa aksi lain itupun posisi kami hanya diperbolehkan pada jarak radius 300 meter dari KPU. Sebuah posisi yang cukup jauh mengingat padatnya daerah sekitar KPU itu. Tapi kami tak kehabisan akal, strategi menutup jalan seperti aksi sehari sebelumnya diBandung kami praktikkan lagi. Akibatnya jalanan menjadi macet dan beberapa rombongan pengantar capres dan cawapres SBY – Boediono terpaksa jalan kaki. Tak sedikit kami saksikan beberapa ketua partai jalan kaki melewati barisan massa aksi kami. Dan setiap mereka lewat, dinamisator aksi memimpin yel-yel khas gerakan jalanan dengan mengacungkan telunjuk ke arah beberapa ketua partai tersebut sambil berteriak “antek neolib! Antek neolib!”. Beberapa yang kena teriakan saat itu adalah Muhaimin Iskandar Ketua umum PKB dan Presiden PKS Tifatul Sembiring. Itulah logika jalanan tak bisa kita ubah menjadi ruang sejuk yang penuh basa basi dan sanjungan.

Setelah aksi itu seingat saya tersisa satu aksi lagi yang kami lakukan. karena itu berada bulan Mei maka seperti tahun-tahun sebelumnya kami memperingati ulang tahun reformasi tanggal 21 Mei dengan tetap mengusung 11 agenda strategis bangsa. Menjelang hari H, makin banyak teror dalam berbagai bentuknya. Telepon, SMS atau isu yang berseliweran tidak jelas dari mana datangnya dan hilang begitu saja. Aksi 21 mei itu kami laksanakan juga dengan semangat tetapi seperti biasa, kami datang sendirian ke depan Istana negara. Entah kemana gerakan mahasiswa lain, hilang tanpa sebab.

Kegamangan makin menjadi ketika kami menerima kabar beberapa KAMMI Daerah yang akan menjadi peserta aksi 21 Mei itu mendadak memberhentikan mobilisasi massa. Dengan alasan menolak konten isu yang terkait penolakan terhadap neoliberalisme. Janggal, karena sebelum deklarasi Bandung itu tak ada masalah. Kecurigaan saya akhirnya terbukti setelah ada salah seorang ustadz menghubungi seraya memerintahkan saya untuk segera mengakhiri aksi-aksi KAMMI yang berhubungan dengan isu neolib karena menurutnya kontraproduktif dengan upaya membangun kepercayaan kembali dengan mitra koalisi. Bahkan beliau memberikan alternatif jika tetap ngotot mau aksi maka kami diminta merubah konten isu menjadi tolak capres pelanggar HAM.

Saat itu saya menolak dan menjelaskan dengan hati-hati pada beliau. Saya amat menaruh hormat padanya, seperti hormatnya seorang anak kepada bapaknya. Adalah keputusan bunuh diri gerakan jika dalam kondisi kencang kami angkat isu neolib lalu tiba-tiba berhenti atau bahkan berubah haluan. Ibarat mobil sudah masuk gigi 5 tiba-tiba tanpa sebab pindah gigi 1, pasti akan terbolak-balik. Bagaimanapun juga KAMMI adalah lembaga masyarakat berbadan hukum yang tak bisa lepas dari logika publik dan lingkungan yang mengelilinginya. Oleh karena itu rasanya hampir mustahil kami selesai tiba-tiba tanpa pra kondisi mencari pintu keluar yang paling pas.

Sudah saya kira sebelumnya, penolakan saya tadi berakibat panjang. Sepekan setelah aksi 21 Mei itu, datang surat panggilan kerumah untuk saya. Entah mengapa hanya saya. Setelah saya terima, segera saya minta pimpinan pusat menggelar rapat. Semua pimpinan pusat hadir. Kami membahas soal panggilan resmi itu. Setelah lama kami berdiskusi akhirnya dihasilkan sebuah keputusan bahwa kami akan mengirimkan surat balasan untuk mempertanyakan terlebih dahulu dalam konteks apa pemanggilan itu. Kami meniai surat yang dikirimkan kepada saya adalah representasi lembaga. Lalu mengapa tidak minta keterangan secara lembaga juga dengan PP KAMMI, apalagi sikap kami soal isu neolib adalah keputusan bersama secara organisasi bukan keputusan individu. Karena itu kami tulis dalam surat balasan bahwa kami menolak hadir sampai permintaan klarifikasi terjawab.

Tak sampai dua hari kami mendapat respon. Sang Ustadz yang tempo hari menghubungi saya soal aksi 21 Mei menelepon kembali. Ia mengatakan kenapa saya menolak hadir dan saya katakan argumentasi kami diatas. Kemudian ia meminta saya untuk hadir dengan membebaskan saya memahami surat panggilan itu apakah pribadi atau institusi, pokoknya yang penting hadir. Dan kemudian beliau menyarankan untuk membawa serta beberapa pimpinan pusat yang lain. Cerita soal ini hanya sampai disini saja. Karena saya telah berjanji untuk tidak menceritakan isi pertemuan dengan siapapun. Dan sampai hari ini insya Allah masih saya pegang.

Menurunkan Tensi demi Kondusifitas Situasi

Setelah melewati deretan peristiwa yang amat melelahkan itu, kami kembali melakukan aktifitas seperti biasa. Kerja-kerja organisasi yang sempat terbengkalai kami coba rampungkan. Karena kami memiliki target pertahun yang harus kami patuhi. Waktu itu sudah masuk bulan ketujuh kami bertugas dan alhamdulillah direntang waktu yang singkat itu kami telah mengunjungi sebagian besar KAMMI Daerah. Ada pengurus yang sempat mencatat dari 45 KAMMI Daerah saat itu, tinggal KAMMI Daerah Nanggroe Aceh Darussalam yang belum kami kunjungi. Hampir semua undangan permintaan KAMMI Daerah yang harus kami hadiri, kami berusaha penuhi. Bahkan sampai pelosok Indonesia bagian timur seperti; Maluku Utara dan Papua.

Kemudian untuk menunjang mobilitas kerja organisasi kami membeli sebuah mobil bekas keluaran tahun 99 untuk kendaraan operasional. Mobil ini dapat terbeli dari hasil kegiatan kerja sama kami dengan Depdagri terkait sosialisasi Pemilu. Kami hitung dan kami sisihkan lalu kami cari sebuah kendaraan yang sesuai budget.

Untuk tetap menjaga soliditas dan atmosfir yang baik dalam kepengurusan, kami juga memanfaat sarana olahraga semacam futsal. 2 pekan sekali kami lakukan pertandingan futsal antar kami malah terkadang bertanding dengan KAMMI Daerah sekitar. Semua itu kami lakukan selain untuk menjaga kesehatan juga demi terciptanya kekompakan antar pengurus. Karena komunikasi antar prribadi pada suasana rileks biasanya lebih terbangun dengan baik daripada sekedar interaksi struktural yang menuntut capaian target.

Kabar baik datang dari departemen Humas. Mereka memberi kabar bahwa mereka memperoleh  data dari “google analytic” tentang coverage pemberitaan media terhadap gerakan mahasiswa pada bulan Mei-Juni 2009. Yang menempatkan KAMMI sebagai gerakan mahasiswa yang mendapatkan porsi tertinggi dalam pemberitaan soal Pemilu dan Pilpres, jauh meninggalkan organ gerakan mahasiswa lain seperti HMI, PMII, GMNI, PMKRI atau bahkan BEM yang biasanya menghiasi media massa. Selain itu mereka juga melaporkan kondisi dinamika milis-kammi yang hari-hari itu begitu aktif. Memang sejak awal kami minta kepada tim Humas yang mengurus milis atau media komunikasi KAMMI yang lain untuk bekerja dengan baik dan menjaga tingkat keaktifan kader. Keterbukaan, kebebasan kader dalam berekspresi harus dijamin, tak boleh ada pengekangan apalagi sampai ada ancaman untuk menutup milis dan lain sebagainya. PP KAMMI adalah milik kader KAMMI, semua jeda dan border sebisa mungkin harus mampu dihilangkan. Dan pada kesempatan itu tim Humas juga melaporkan perkembangan pembuatan web site yang lebih baik, perkembangannya sudah sampai 80 persen. Kami bersyukur waktu itu ada capaian target yang hampir selesai.

Pada tulisan sebelumnya sudah saya ceritakan beberapa pertemuan silaturahim dengan beberapa tokoh. Selain mereka yang telah saya tuliskan, ada beberapa tokoh nasional lain yang masih saya ingat peristiwanya, seperti KH. Sholahuddin Wahid, kami mengunjungi beliau karena ada terobosan menarik dari beliau ketika masa pilpres waktu itu dalam upayanya membentuk Dewan Integritas Bangsa sebagai langkah alternatif dalam mencari calon-calon pemimpin bangsa potensial. Lalu DR Rizal Ramli, kami datangi juga untuk menambah khasanah cakrawala soal ekonomi dan situasi gerakan saat itu. Kemudian DR. Fuad Bawazir, sosok ini tentunya tak asing bagi mahasiswa dan penggiat aktifitas jalanan, pandangannya selalu menarik untuk menambah perspektif baru terkait situasi nasional. Setelah itu Hariman Siregar, sosok yang juga tak asing bagi aktifis Ibukota. Selalu menjadi rujukan karena sikap terbuka dan pendapatnya yang selalu apa adanya. Dan karena sering bergaul dengan anak muda, ia nampak masih muda ditengah usianya yang sudah lumayan senior. Banyak lagi tokoh-tokoh lain yang telah kami kunjungi untuk  berbincang, berdiskusi tukar pikiran. Mencari titik temu persamaan pandangan atau kalau tidak sekedar saling berlapang dada menghormati perbedaan sikap. Seperti yang terjadi pada perbincangan kami dengan Faisal Basri ekonom yang mendukung Boediono yang kami anggap neolib.

Taruna Merah Putih

Saat kami sedang jeda untuk menenangkan situasi, Amang dihubungi oleh Maruarar Sirait, anggota DPR F-PDIP yang juga ketua umum Taruna Merah Putih (TMP). Saya terlewat menceritakan soal OKP satu ini. Diawal kepengurusan ketika kami mengintensifkan silaturahim dengan berbagai Ormas dan OKP, TMP merupakan salah satu yang kami datangi. Organ ini merupakan underbouw PDIP untuk fokus menggarap kaum muda, karenanya melalui diskusi antara kami dan mereka, kami mengetahui keseriusan organ ini dalam upaya menggarap kaum muda. Salah satu contohnya adalah kemampuan organ ini memilki database yang lengkap soal eksistensi gerakan mahasiswa dan pemuda di Indonesia dan melalui database itu pula mereka mengetahui dan merasa urgent untuk berkomunikasi lebih lanjut dengan KAMMI.

Kontak Amang dengan Ara (panggilan Maruarar) berakhir dengan sebuah janji untuk bertemu membicarakan beberapa kerja-sama organisasi yang sebenarnya sudah direncanakan jauh-jauh hari sebelum hajatan pilpres berlangsung. Akhirnya pada suatu siang awal bulan juni 2009 kami bertemu dalam kesempatan makan siang bersama disebuah mall dibilangan Senayan Jakarta Selatan. Yang hadir diantara kami; Amang, Saya, Eric dan Samsir, ketua urusan ekonomi PP KAMMI. Sedangkan dari pihak TMP nampak hadir; Ara sendiri, Edo Kondologit dan Sukur Nababan, saat ini anggota DPR F-PDIP.

Perbincangan antara kami berlangsung seperti biasa layaknya komunikasi antar sesama OKP. Kami membicarakan bentuk-bentuk kerjasama yang mungkin kita buat bersama, semacam diselenggarakannya pelatihan bersama, seminar, diskusi rutin dan lain-lain. sampai menjelang berakhirnya pertemuan Ara meminta kami hadir dan memberikan sambutan pada acara yang akan dilaksanakan oleh TMP yang didalamnya juga hadir cawapres Prabowo Subianto. Undangan resmi TMP kami terima sambil kami meminta beberapa syarat bahwa kami tidak akan menyatakan dukungan. Kami hanya akan menyampaikan agenda penolakan kami soal neolib. Mereka setuju.

Diperjalanan pulang menuju sekretariat kami membahas tawaran TMP itu. Memang sempat bimbang karena TMP dan Ara secara pribadi tak pernah melewakan undangan kami. Tiap acara yang kami publikasi dan mengundang banyak orang, ia selalu memenuhui undangan kami. Tapi kami putuskan untuk membahasnya dengan pengurus yang lain, kebetulan acara masih dua hari lagi dan selang sehari sebelumnya memang sudah direncanakan akan ada rapat pleno pengurus, unsur pimpinan dan BPH akan hadir membahas persiapan RAPIMNAS yang akan dilaksanakan pada pertengahan bulan itu.

Rapat Pengurus dan Ketidak jujuran

Sore itu sekretariat kami lumayan ramai. Nampak sebagian besar pimpinan pusat seperti Amang, Saya, Adi Sukmono, Rijalul Imam, Samsir, Apriliana, Oktavinawati telah hadir. Wasekjend diantaranya Sugeng, Reza Azhar, Suwanto sudah hadir. Dan ketua-ketua departemen seperti Eric Setiawan, Adi Purwanto, Ahmad Fadli, Saroni, Nasrullah Nasution, Fajar Arya Kumbara, Nasuhatin juga sudah hadir. Saya sendiri yang memimpin rapat itu dimulai dengan mempersilahkan masing bidang dan departemen untuk mempresentasikan progress program yang sedang dilaksanakan, yang belum terlaksana dan akan dilaksanakan.

Setelah evaluasi program saya mengarahkan rapat untuk membahas persiapan RAPIMNAS yang akan kami jadikan wahana untuk konsolidasi antara PP KAMMI dan Ketua-ketua KAMMI Daerah, termasuk pembahasan mengenai 11 agenda strategis bangsa. Jika ada revisi terkait agenda itu maka sarana yang paling baik adalah RAPIMNAS karena kami dapat mendengar dan mendapatkan masukan langsung dari daerah. Sore itu kami memutuskan untuk membentuk kepanitiaan, dan sepakat memilih Fajar Arya Kumbara sebagai ketuanya dengan anggotanya diambil dari unsur BPH dan KAMMI Daerah Jebotabek. Sedangkan SC dalam Rapimnas ini adalah semua unsur pimpinan pusat.

Menjelang berakhirnya rapat pleno itu, terlihat beberapa pimpinan pusat dan peserta lain sudah mulai tidak fokus. Ada yang ngobrol sendiri, asyik dengan laptop dihadapannya ada juga yang tiba-tiba  naik keatas meninggalkan ruang rapat entah dengan alasan apa. Padahal saya ingin meminta pendapat mereka tentang undangan dari TMP esok harinya. Kemudian saya meminta mereka untuk fokus sejenak sebelum rapat itu ditutup. Langsung saya minta seseorang untuk mengambil undanga dari TMP yang memang sejak kemarin sudah terpasang di papan pengumuman sekretariat. Kebiasaan kami memang begitu, setiap ada undangan untuk organisasi selalu kami tempelkan di papan pengumuman lalu setelah itu kami tentukan siapa yang hadir. Setelah undangan itu saya pegang langsung saya “floor” kan kesemua pengurus. saya meminta pendapat kepada hadirin bahwa ada undangan deklarasi pelajar, pemuda dan mahasiswa yang diselenggarakan oleh TMP. Satu-satunya respon adalah mempersilahkan forum itu untuk memilih siapa yang hadir. Dan waktu itu diputuskan ketua umum langsung yang hadir. Artinya secara konten undangannya, saat itu dianggap tak ada masalah karena responnya langsung penentuan diantara kami siapa yang pantas hadir. Maka dari itu jika ada reaksi dikemudian hari dari beberapa pihak yang mengatakan bahwa tidak diajak atau tidak ada komunikasi dalam kepengurusan terkait kehadiran ketua umum pada acara deklarasi itu, maka itu adalah kebohongan yang besar. Semua selalu kami putuskan secara kolektif kolegial, mekanisme selalu berjalan semestinya. Kalau sebagian besar mengetahui keputusan rapat karena hadir dalam tiap rapat rutin dan mengikutinya dengan baik sampai selesai kemudian ada sebagian kecil berteriak-teriak diluar kepengurusan seakan tidak pernah diajak bicara soal keputusan strategis organisasi padahal ia sendiri jarang hadir kalaupun hadir tidak fokus mengikutinya, kira-kira mana yang bisa kita percaya ? Saya memiliki bukti dan saksi soal beberapa gaya prilaku oknum dalam organisasi yang bagi saya memalukan. Karena menggunakan pesona pribadi dibalik ketidak mampuan dirinya untuk banyak berbuat sesuatu. Bahkan penggunaannya untuk suatu tujuan internal politiking yang pada saat yang sama ia memanfaatkan kesan sebagian besar orang tentang dirinya yang a-politis. Sungguh naif.

Peristiwa Kontroversi itu…

Kalau saya tidak salah catat, hari yang agak mendung itu Rabu 10 Juni 2009. Pagi-pagi ketua umum sudah menghubungi saya, ia menanyakan saya ikut atau tidak menghadiri undangan TMP, saya mengatakan akan mengusahakannya. Menjelang siang saya datang ke sekretariat, disana hanya ada pengurus yang memang tinggal sehari-hari disana. Ternyata ada dua undangan siang itu, satu dari kelompok cipayung-plus, yang satunya lagi dari TMP. Cipayung-plus adalah istilah yang umum dikenal dikalangan gerakan mahasiswa. Merupakan sekelompok organ gerakan yang sudah banyak didengar kiprahnya seperti HMI, PMII, PMKRI, GMNI, IMM serta KAMMI. Istilah plus dibelakangnya untuk menjelaskan kehadiran beberapa organ-organ yang dianggap baru dibanding kelompok yang telah lebih dulu memiliki kaitan sejarah melakukan pertemuan dan bersepakat dalam sikap politik gerakan yang bertempat di cipayung. KAMMI lah organ yang baru itu, tadinya kami tidak berkeinginan kuat bergabung dalam koalisi cipayung itu. Tetapi mereka menjelaskan bahwa kurang lengkap rasanya tidak mengikutsertakan KAMMI dalam agenda-agenda gerakan saat itu. Akhirnya demi menjaga hubungan baik kami ikut bergabung walaupun ada “kemalasan” tersendiri karena kami menganggap forum-forum sejenis kurang progresif dalam mengartikulasi gagasan yang muncul.

Pertemuan kelompok ini hanya menghasilkan semacam komunike bersama antar gerakan sedangkan agenda-agenda strategis tiap organ diserahkan kepada masing-masing. Karenanya kegiatan yang muncul hanya lah berkumpul lalu melakukan komunikasi dan pertemuan dengan tim sukses capres untuk kemudian membuat semacam acara bersama capres tersebut. Hal itu bagus tak ada masalah hanya saja pada waktu itu kami berpendapat, tak perlu menghimpun kekuatan begitu besar kalau hanya membuat kegiatan semacam itu, karena malah membuat kita makin kecil dimata elit.

Ada cerita menarik, ketika kelompok ini melakukan pertemuan dengan Pak Hatta Rajasa sebagai ketua tim sukses SBY-Boediono. Mereka bermaksud meminta kesediaan SBY untuk melakukan dialog dengan pemuda dan mahasiswa. Saat itu kami datang kekantor Mensesneg, semua organ dihadiri oleh ketua umumnya, sedangkan KAMMI saya yang mewakili sebagai sekjend. Saat itu KAMMI sedang gencar-gencarnya melakukan perlawanan terhadap neoliberalisme, tensi aktifitas jalanan sedang dipuncak. Karena itu sayapun hadir karena diminta ketua umum yang berhalangan karena satu alasan, malas juga. Tapi demi menjaga hubungan baik dengan kawan-kawan lain yang sudah mengajak, maka saya menyanggupi.

Ketika rombongan kami sampai diruangan tempat biasa Mensesneg menerima tamu, saya mengambil posisi duduk yang kurang strategis. Sengaja saya lakukan karena saya tidak ingin terlihat jelas oleh Mensesneg. Tapi ketika Pak Hatta datang dan menyapa tiba-tiba ia langsung melihat saya dan sedikit menghampiri dan memeluk saya sambil berkata didepan yang lain “saudara sekjend KAMMI ini telah lama tidak berkomunikasi dengan saya”. Itu bentuk sindiran halus darinya karena dari semua organ yang hadir, hanya KAMMI yang mengusung agenda anti-neoliberalisme. Kemudian ia lanjutkan, “ajaklah teman-teman main kerumah Fik..”. Saya hanya mengangguk dan membalas dengan senyuman. Hal ini sudah saya duga sebelumnya, karena itu saya dan ketum agak malas ikut hadir.

Kembali ke peristiwa kontroversi itu, siang itu akhirnya kami memutuskan untuk membagi tugas. Saya dan ketum hadir di acara TMP sedangkan acara cipayung-plus dihadiri oleh Rijalul Imam. Segera kami bersiap-siap berangkat, kami berangkat ber-empat, ketum, saya, Reza Azhar dan Wawan Wahyudin. Perjalanan menuju kota Depok tempat berlangsungnya acara lumayan lancar tak ada hambatan berarti. Kami sampai sebelum acara dimulai. Dari kejauhan sudah terlihat kemeriahan acara, nampak bendera dan baliho TMP berkibar mengelilingi Hotel tempat diselenggarakannya acara itu. Setelah turun dari mobil kami langsung disambut oleh ketua panitia acara itu, Sukur Nababan. Ketua umum langsung diarahkan menuju tempat duduk didepan, berderet dengan undangan VIP. Tak lama kemudian sang calon wakil presiden datang menggunakan pengawalan ketat dari petugas keamanan. Ketika masuk ruangan acara, tepuk tangan hadirin bergemuruh memenuhi seisi gedung. Prabowo maju kedepan, dan apa yang terjadi kawan ketika ia melihat posisi Amang, ia menghampiri sambil menyalami dan memeluknya sambil berkata kepada yang lain “beliau sahabat saya”. Beberapa yang hadir pun mengangguk sambil ikut menyalami Amang. Seingat saya, saya sempat meminta waktu sebentar untuk bicara dengan  Amang. Dalam pembicaraan itu saya sedikit menjelaskan efek negatifnya bahwa orang lain akan membuat persepsi liar terhadap apa yang sedang kami jalankan, seraya bertanya kepadanya tentang kesiapannya menanggung semua resiko. Ia jawab, “aku siap”. Dan saya berkata padanya; “oke boss, kalau memang begitu apapun yang terjadi, ane back up ente”.

Acara itu pun berlangsung cepat saja, setelah dibuka segera diisi oleh orasi perwakilan yang hadir. Ada perwakilan BEM, OKP, Organisasi Pemuda, Klub-klub olahraga dan lain-lain. Semua yang hadir tidak ada yang menyatakan dukungan terhadap pasangan Mega-Prabowo. Bahkan perwakilan BEM Jakarta mengajukan kontrak politik dengan Prabowo terkait Undang-Undang BHP (Badan Hukum Pendidikan), jika ia terpilih maka ia akan mencabut undang-undang itu. Setelah kontrak politik itu, Amang diminta untuk memberikan orasi soal neoliberalisme yang makin menggurita. Orasi berlangsung sebentar tak lebih dari lima menit. Ia mengungkapkan bahwa kehadirannya ketempat ini bukan untuk mendukung Prabowo menjadi cawapres. Siapapun yang terpilih jika masih menerapkan ekonomi neoliberal dalam kebijakannya maka mereka akan berhadap-hadapan dengan KAMMI. Kemudian ia ungkapkan dengan lantang “Jika Pak Prabowo ditakdirkan terpilih menjadi Wakil Presiden, dan dalam pemerintahannya mengeluarkan kebijakan berhaluan Neoliberalisme yang menyengsarakan rakyat, maka kami akan menjadi garda terdepan untuk menjatuhkannya!”. Teriak Amang disertai gemuruh tepuk tangan dan teriakan “Hidup mahasiswa! Hidup rakyat Indonesia!”. Dan setelah selesai Amang berorasi, giliran Prabowo naik podium memberikan pidato. Tak lama acara itu selesai dan kami kembali ke sekretariat.

Dalam perjalanan menuju sekretariat itu kami biasa saja. Tak ada perasaan apa dan bagaimana, karena kami yakin dengan apa yang kami lakukan tidak menyalahi aturan apapun. Ditengah perjalanan sudah banyak sms yang bertanya meminta konfirmasi kami terkait berita yang dirilis viva news.com yang menyatakan bahwa KAMMI mendukung Mega Prabowo.

Sesampainya kami di sekretariat kami langsung menunaikan solat magrib. Kebetulan suasana sekretariat masih ramai oleh pengurus yang baru saja menggelar rapat-rapat rutin departemen. Setelah selesai solat magrib, kami berbincang sejenak dengan yang lain. Tadinya saya berniat segera pulang karena merasa lelah. Sampai akhirnya datanglah saudara Rijalul Imam entah darimana mungkin dari mengikuti acara cipayung-plus, langsung bertanya ke ketua umum terkait berita di viva news.com . ketum dan saya menjelaskan se detil-detilnya, tapi ia menampik dengan tetap mengatakan bahwa yang kami lakukan salah. Pengurus yang lain diam saja karena mungkin mereka juga sudah mengerti, karena ini sudah kami bahas sore hari kemarin ketika rapat pleno pengurus. Rijal tetap  merasa bahwa hal ini tidak dibicarakan dulu dengan pengurus. Karena semakin aneh, saya kembali ingatkan tentang hasil pertemuan pengurus kemarin, ia tetap menganggap ketua umum telah melanggar aturan. Sampai kemudian ia berkata dengan jelas kepada kami; “jujur saja…berapa rupiah yang kalian dapat dari semua ini?”. Mendengar ia berkata seperti itu, saya dan ketum kaget bukan main. Kok bisa-bisanya kata yang menyakitkan itu keluar dari mulutnya? Mengapa semua hal yang telah kami lakukan ini disimplifikasi dengan satu kesan “transaksional” yang tak bisa ia buktikan kebenarannya. Karena kami memang benar-benar tidak menerima se-rupiah pun dari siapapun yang berhubungan dengan acara itu maupun yang berhubungan dengan tim sukses Mega-Prabowo, maka kami membantah dengan bersumpah atas nama Allah. Semua murni karena desain gerakan yang telah kami ambil untuk melakukan komunikasi politik dengan semua calon presiden. Setelah kami bersumpah, Rijal kemudian berkata; “kalau begitu, saya sudah tidak kuat disini, saya menyatakan mengundurkan diri dari PP KAMMI dan KAMMI, surat pengunduran diri menyusul”. Kemudian saya jawab; “antum jangan melarikan diri begitu. Mengapa gak kita bicarakan semuanya baik-baik…? bisa jadi banyak yang belum antum pahami dari peristiwa ini. Perbedaannya hanya ada pada cara kita memahami apa itu komunikasi politik”. Ia tak bergeming dan langsung pergi meninggalkan kami.

Setelah itu kami melanjutkan perbincangan ringan yang biasa kami lakukan. Satu persatu mulai malam itu KAMMI Daerah bergantian meminta klarifikasi. Saya jawab tiap pertanyaan sejelas-jelasnya tanpa ada yang perlu ditutupi. Bahkan kami makin heran dan kaget tersebar isu bahwa kami menerima uang sejumlah ratusan juta rupiah dari Prabowo. Kami segera cek darimana kabar itu, semua diam tanpa ada yang bisa menyebutkan sumbernya. Jangankan membuktikan, sekedar menyebut sumbernya saja tidak jelas.

Ditengah ketidak solidan itu, kami berinisiatif mengadakan rapat pimpinan pusat secara khusus. Agar tercipta suasana yang kondusif kami memutuskan untuk mengadakan rapat diluar sekretariat. Rumah makan bernuansa Arab kami putuskan menjadi tempat untuk kami membahas sejumlah masalah. Kalau saya tidak salah ingat itu terjadi sehari setelah peristiwa kontroversial tadi. Saya menghubungi semua pimpinan pusat tanpa kecuali. Sore setelah ashar kami sudah berkumpul, Amang, Saya, Samsir, Adi Sukmono, Supeno, Bram, Rijalul Imam dan Apriliana atau Aping. Hanya Anwar yang tidak hadir karena masih berada di Makassar.

Kami mulai rapim kali itu dengan suasana yang tenang. Setelah Adi Sukmono membacakan tilawah, saya meminta ketua umum untuk menjelaskan seterang-terangnya terkait apa yang sesungguhnya terjadi. Setelah Amang menceritakan dari proses pertemuan sebelumnya dengan TMP sampai kejadian di Depok, saya mempersilahkan yang lain untuk menyampaikan pertanyaan dan pendapatnya. Benar apa dugaan saya, tak ada pertanyaan yang ada pernyataan. Karena sebelum rapat ini dimulai saya melihat raut muka yang sudah memilki sikap penilaian benar atau salah, padahal belum tersampaikan kepada mereka penjelasan yang terang dari pelakunya. Makanya saya anggap penjelasan Amang waktu itu percuma.

Yang menarik, tiba giliran Rijalul Imam mengungkapkan pendapatnya. Ia hanya berujar singkat sama persis dengan apa yang diungkapkan sebelumnya; “Saya menyatakan mengundurkan diri dari PP KAMMI dan KAMMI…sudah saatnya saya berkiprah ditempat lain. Mohon maaf atas segala kesalahan dan kekurangan selama ini.” Sambil menyerahkan sebuah surat pengunduran diri yang isinya sama persis dengan apa yang ia tuliskan di catatan/notes facebooknya. Sebelum ia berdiri untuk pamit, saya bertanya untuk penegasan saja;”antum yakin dengan keputusan ini?” ia jawab: “InsyaAllah”. Kemudian saya tanya lagi, “benar antum yakin keluar mundur dari PP KAMMI dan KAMMI?” ia jawab: “iya”. Setelah itu kami saling berpelukan dan meminta maaf, kemudian ia pergi. Dan rapim itu berakhir tanpa kesimpulan apapun.

KAMMI Daerah yang meminta klarifikasi kepada kami setelah dijelaskan mayoritas menjadi paham duduk persoalannya. Bahkan beberapa diantara mereka menawarkan untuk membahasnya secara terbuka pada ajang RAPIMNAS yang akan segera diselenggarakan. Dan kami sangat setuju. Setelah itu kami mengejar persiapan RAPIMNAS yang sudah makin dekat. Permintaan klarifikasi terus datang dan pada saat yang sama kabar burung dan fitnah makin liar.

Mempersiapkan RAPIMNAS

Kami memutuskan untuk menggelar RAPIMNAS di Kota Bekasi. Selain karena akses yang mudah  dijangkau dari Jakarta, juga karena menghemat biaya. Saat itu memang benar-benar masa yang sulit. Seandainya saja kami tega, sudah kami “jual” kebesaran nama gerakan ini dan potensi untuk mendapatkan materi berlimpah sangat besar. Seperti yang sudah saya ceritakan sebelumnya, ketika kami mengambil garis perjuangan melawan neolib, yang kami lawan adalah raksasa dan raksasa itu bukan tanpa tawaran menggiurkan untuk sekedar memenuhi kebutuhan gerakan. Tapi faktanya tidak, kami tidak menghiraukan tawaran demi tawaran yang datang, padahal ada dan secara gerakan juga aman. Karena mereka hanya meminta kami untuk diam saja, seperti yang lain.

Karena Kota Bekasi menjadi pilihan maka saya kembali hubungi Bang Mochtar Muhamad, Walikota Bekasi yang saya pernah ceritakan sebelumnya. Saya minta pendapatnya jika KAMMI mengadakan acara RAPIMNAS di Bekasi. Beliau merespon dengan senang hati bahkan bersedia membantu kesuksesan acaranya dengan menyediakan tempat acara dan tempat menginap peserta. Alhamdulillah. Ingatkah kawan cerita saya sebelumnya soal karakter beberapa orang yang menjunjung tinggi pertemanan dan bersedia membantu tanpa ada konsesi apapun yang kita berikan, karena toh pemberiannya tidak membuat mereka miskin. Inilah yang saya maksud itu, tanpa pikir panjang beliau langsung memberikan bantuan dengan penuh antusias.

  Esoknya segera saya minta panitia untuk men-follow up nya. Kami cerita tempat yang strategis. Tapi ternyata di Kota itu entah mengapa semua tempat pertemuan yang biasa dijadikan lokasi seminar, sidang dan acara-acara lain ternyata penuh semua. Yang tersisa hanya beberapa hotel itupun dibatasi penggunaannya karena pada jam-jam tertentu sudah ada yang pesan. Sampai akhirnya kami berhasil menemukan sebuah hotel yang lumayan sesuai dengan rencana acara yang akan kami jalankan, tidak terlalu mewah dan tidak terlalu kumuh. Pembukaan acara, stadium general dan beberapa sidang kami pusatkan di Islamic Center Bekasi tapi peserta menginap di hotel tadi dan panitia telah menyiapkan kendaraan untuk mobilitas peserta. Begitupun dengan konsumsi, panitia telah memesan sejumlah porsi makanan untuk seluruh peserta. Spanduk, baliho dan bendera sudah dicetak untuk menyambut kedatangan peserta sekaligus menambah kemeriahan acara RAPIMNAS. Singkatnya, semua persiapan telah matang.

Eksekutor itu MPP

Tiga hari sebelum acara RAPIMNAS dimulai kami mendapat undangan dari Majelis Permusyawaratan Pusat atau MPP. Mendapat undangan itu, respon pertama saya adalah tersenyum. Tidak terkejut juga tidak heran hanya mencoba mengingat-ingat kapan terakhir kali rapat MPP itu diadakan. Ya, itu sudah lama sekali, pertama setelah kepengurusan baru terbentuk dan yang kedua saat itu menjelang RAPIMNAS. Dulu ketika pertemuan MPP pertama, saya ingat salah satu anggota MPP Hendro menggugat status saya yang termasuk kedalam keanggotaan MPP. Memang ada pasal yang menyatakan bahwa MPP dipilih oleh peserta sidang di Muktamar tetapi juga ada pasal yang menjelaskan bahwa MPP berjumlah 7 orang dengan komposisi 5 orang dipilih oleh peserta sidang yaitu, Ariyanto Hendrata, Budiyana, Febriyansyah, Taufik Amrullah dan Hendro Susanto. Sedangkan 2 orang dari unsur PP KAMMI yaitu Ketum dan Sekjend. Saya digugat karena posisi saya sebagai sekjend tidak dipilih di Muktamar, melainkan ditunjuk oleh Ketum. Polemik itu berakhir begitu saja pada waktu itu dan saya lagi-lagi tidak mau ambil pusing. Tugas saya hanya bekerja dan bekerja.

Hari Senin 15 Juni 2009, pertemuan MPP dilaksanakan pada siang hari di sebuah restoran dibilangan Sarinah Thamrin Jakarta. Saya berangkat berdua dengan Ketum dari sekretariat. Ditengah perjalanan Amang cerita bahwa ia kemarin bertemu dengan Taufik disebuah tempat perbelanjaan. Ya, Taufik Amrullah, anggota MPP yang juga mantan Ketum KAMMI sebelumnya. Ketika itu Taufik berkata padanya:”Mang…ente kok tenang-tenang aja mau di MLB ?”. Amang mengaku hanya senyum-senyum saja.

Setelah mendengar ceritanya saya terkejut dan segera berpendapat bahwa undangan rapat MPP pasti membahas soal Muktamar Luar Biasa. Dan karena Taufik mengatakan demikian dengan penuh yakinnya, berarti telah terjadi “operasi senyap” yang bertujuan untuk memakzulkan kepengurusan PP KAMMI yang tentunya kami tidak tahu sebelumnya.

Benar saja, setelah kami semua berkumpul MPP ingin mendengarkan keterangan dari ketua umum dan saya menduga itu sudah tidak ada gunanya karena mereka datang hanya dengan dua pilihan saja: mundur atau dimundurkan. Dan dugaan saya itu benar. Mereka menyatakan ada dorongan yang begitu kuat dan massif dari KAMMI Daerah terhadap MPP untuk segera meminta pertanggung jawaban ketum dan sekjend. Dan entah siapa yang melakukan mobilisasi itu, yang jelas surat pernyataan sikap itu tidak pernah sampai ke sekretariat PP KAMMI yang sah. Dan pada rapat hari itu, anggota MPP Hendro, menunjukkan kepada kami surat pernyataan itu. Dibeberapa surat, kami menemukan kejanggalan. Pertama, alamat pengiriman atau alamat fax yang menjadi tujuan KAMMI Daerah mengirimkan suratnya sama persis. Seluruh KAMMI Daerah mengirimkan ke satu nomer fax yang sama, yang membuktikan upaya mobilisir itu. dan belakangan kami tahu bahwa itu nomer fax yang ada dikantor DPR. Kedua, hampir tiap surat tercantum tembusan kepada PP KAMMI, tetapi tidak ada satupun surat yang kami terima. Artinya ada upaya luar biasa dan sengaja yang bergerak diluar sepengatahuan kami. Dan kalau kami tahu terlebih dahulu pasti ada upaya perlawanan yang kami lakukan. Dengan cara mem-blow up prilaku itu atau menolak hadir kedalam tiap agenda yang merupakan bagian dari operasi itu. Ketiga, kami menemukan pada surat beberapa KAMMI Daerah terutama KAMMI Daerah yang berdekatan atau yang masih satu KAMMI wilayah, terdapat kesamaan redaksi. Dari mulai judul, salam, isi sampai salam lagi semuanya sama persis. Yang berbeda hanya kop surat dan nama ketua KAMMI Daerahnya. Aneh bukan? Ini makin membuktikan bahwa ada upaya memobilisir yang berjalan sangat cepat. Secara sederhana dapat kita tafsirkan begini, model surat sudah di desain tinggal diprint menggunakan kop surat masing-masing daerah dan ditanda-tangani oleh ketuanya.

Dari ketiga indikasi yang kami temukan diatas. Kami mengambil kesimpulan, bahwa mereka yang melakukan hal ini sedang dilanda emosi yang amat hebat tetapi melakukan operasi politik internal dengan tanpa persiapan dan penuh kecerobohan. Seandainya kami yang melakukan pasti lebih baik dari itu. Tapi sudahlah proses yang tanpa pikir panjang apalagi akal sehat itu nyatanya berhasil.

Setelah Hendro menunjukkan semua surat itu, langsung kami hitung jumlahnya. Saat itu kami sudah yakin akan jatuh tetapi kami juga perlu memberikan sikap agar sesuai aturan juga sekalian mengulur waktu. Setelah kami hitung ternyata jumlah KAMMI Daerah yang mengirimkan surat belum sampai batas minimal yang tertera dalam AD/ART. Jumlah surat itu baru 24 dari 30 yang seharusnya ada, berari kurang 6 lagi. Melihat “masukan” kami itu, anggota MPP yang lain kecuali Ariyanto terlihat bingung. Apalagi Hendro yang waktu itu segera sibuk dengan ponselnya entah sedang ber “koordinasi” dengan siapa mengabarkan kekurangan surat itu. Akhirnya kami minta rapat itu untuk selesai, kira-kira diakhiri dengan sebuah kesan: sempurnakan persiapan operasi itu baru panggil kami lagi.

Hingga sampailah pada sebuah sore menjelang pembukaan RAPIMNAS yang telah saya ceritakan diawal tulisan ini. Selasa 16 Juni 2009. Saya pulang dari sekertariat dan mampir sebentar ke rumah sebelum menuju ke Islamic Center Bekasi. Sesampainya dirumah saya segera membersihkan diri sebelum menunaikan sholat magrib. Selepas sholat saya menceritakan sedikit beberapa peristiwa yang saya alami beberapa hari sebelumnya kepada Istri saya, ia hanya meminta saya untuk sabar. Setelah ia coba memahami semuanya, saya melihat raut muka amarah bercampur sedih yang coba ia tahan. Lalu saya meminta pengertiannya karena aktfitas hari-hari itu amat padat dan nampaknya masih akan belangsung demikian. Kemudian saya pamit untuk berangkat menuju RAPIMNAS.

Ditengah perjalanan, pikiran dan perasaan makin tak menentu. Banyak pertanyaan yang belum terjawab seperti jika ada MLB lalu bagaimana dengan RAPIMNAS? Padahal panitia sudah bekerja dengan sangat maksimal. Dan sesampainya saya di Islamic Center Bekasi, terjawab sudah kegusaran tadi. Gedung tempat lokasi acara telah didekorasi dengan baik, semua spanduk, baliho dan bendera telah terpasang menghiasi pusat kota Bekasi. Makanan konsumsi sudah tersaji, penerima tamu sudah siap diposisinya, ruang VIP untuk Menpora dan walikota yang akan hadir sudah dirapihkan, semua panitia sudah siap dan tetap bersemangat. Yang tidak ada adalah: peserta.

Ya, ternyata upaya sabotase itu berhasil. Seluruh peserta ternyata di konsinyir disebuah tempat didaerah Kuningan Jakarta. Dan malam itu proses penjatuhan kami dimulai. Saya dan ketum beserta sebagian besar pengurus dan beberapa kader KAMMI Jabotabek yang masih tersisa, berkumpul membuat acara sederhana. Saya maju kedepan menjelaskan situasi yang kami tahu dan setelah itu mempersilahkan Amang untuk berbicara. Para sahabat yang hadir pada malam itu menunjukkan wajah yang kecewa, nampak bingung dan bertanya-tanya mengapa bisa terjadi seperti ini. Kami merasa dihina dan dicampakkan begitu saja, bukan oleh siapa-siapa tapi oleh mereka yang sudah kami anggap seperti saudara. Pengkhianatan yang dilakukan oleh beberapa orang itu mungkin saja tak mampu kami lupakan karena begitu menyakitkan. Dimanakah ruang dialog itu? kemanakah sportifitas itu ? Dimanakah letak kejujuran itu ? Kemanakah mereka yang mengajarkan kesantunan dan akhlaq mulia ? Kemanakah mereka yang katanya berwajah pahala tanpa dosa ? semua pertanyaan itu menggelayut dalam kepala. Semua kontras, semua fatamorgana. Akhirnya pil pahit ini harus kami telan dalam-dalam dengan sebuah harapan menjadi obat penyembuh luka agar kami kuat dikemudian hari. Memaafkan mungkin tapi melupakan sulit.

Amang dan saya pada kesempatan itu juga mengucapkan terima kasih yang tak tehingga kepada sahabat-sahabat yang hadir sambil mengucap syukur kepada Allah karena telah menyatukan batin kami dan telah memberi kesempatan kepada kami untuk pernah membesarkan organisasi yang tidak biasa ini. Kami saling bersalaman dan berpelukan, suasana bertambah haru berpadu biru. Suatu hari semua yang tersembunyi akan tersingkap, semua yang tertutup akan terbuka. Esok hari tak akan pernah ada kebohongan lagi.

Setelah selesai kami berangkat bersama menuju sekertariat untuk membicarakan soal sikap kami terhadap Muktamar Luar Biasa esok hari. Sesampainya disekretariat nampak sebagian besar pengurus ada, kecuali yang hadir di forum MLB di Kuningan. Kami bercengkrama dan berbincang seperti biasa saja, tetap dengan canda dan tawa. Mungkin sudah mulai menerima kenyataan. Setelah ketum meminta pendapat pengurus soal MLB yang nampaknya tak mungkin dihindari lagi, beragam pendapat muncul. Ada yang berpendapat kita terima saja takdir ini namun ada juga yang berpendapat masih ada celah mensiasati dengan cara tidak menghadiri forum MLB esok, bahkan dengan pilihan yang paling ekstrim yaitu membuat KAMMI tandingan, toh semua network di Jakarta ini kami yang kendalikan. Semua yang hadir memaparkan alasan dari pendapatnya masing-masing sampai akhirnya  kami memutuskan dengan pertimbangan sejernih mungkin. Kami akan menghadiri MLB esok hari dengan kesatria. Kami akan kerahkan semua person PP KAMMI yang masih tersisa. Kami akan berikan kepada mereka kalau mau ambil ini organisasi silahkan ambil, kira-kira begitu.

Malam itu adalah malam yang panjang buat kami, hampir tanpa tidur kami hadapi semuanya. Pesan simpati sudah mengalir deras mulai malam itu, senior, kolega, aktifis, tokoh dan hampir semua teman yang kami kenal selama menjadi pengurus pusat, semua mengucapkan simpati yang mendalam atas apa yang telah kami alami. Saya ingat pesan Bang Fahri ketika bertemu malam sebelumnya, ia bercerita soal detik-detik penjatuhan yang dialami Andi Rahmat dahulu. Proses dan modus nya hampir mirip yang membedakan hanya besaran sebabnya. Ia mengatakan;”lepaskan jabatan itu, berikan saja kepada mereka yang memang menginginkannya!”.

Esoknya pagi-pagi sekali saya sudah sampai disekertariat. Beberapa kawan-kawan sudah terlihat siap mental. Ketika sedang menikmati kopi hangat, ada seorang kawan dari kalangan wartawan menelepon untuk mewawancarai soal MLB. Ia bertanya apa alasan kuat hingga terjadinya MLB, saya jawab “silahkan anda tanya pihak MPP”. Kemudian ia tanya lagi,”kira-kira siapa dibalik penjatuhan PP KAMMI?”. Saya jawab,”Tim Sukses SBY-Boediono yang tidak senang kami konsisten menolak neoliberalisme”. Ia tanya dengan spontan, “berarti alasan politik semata? Tak ada alasan organisasi?”. Saya jawab, ”memang begitu adanya”. Ia tanya lagi,”bisa disebutkan siapa tim sukses yang tidak senang itu?”. saya jawab, “silahkan anda tanya lagi dengan MPP”. Dan wawancara itupun selesai.

Dan setelah wawancara itu, Suryanta Bakti salah satu pengurus PP KAMMI membawa kabar yang cukup mengejutkan. Tepat pagi itu koran Rakyat Merdeka merilis sebuah iklan politik setengah halaman, isinya pernyataan dukungan secara terbuka kepada SBY-Boediono dari elemen pemuda yang bernama Perhimpunan Indonesia Muda (PIM) yang tergabung dalam tim sukses pasangan tersebut dan salah satu deklarator dukungan itu adalah anggota MPP KAMMI Taufiq Amrullah. Taufiq memang sudah jauh-jauh hari sebelumnya tergabung dalam tim sukses pemenangan SBY-Boediono. Barang bukti itu akhirnya dibawa oleh Bakti, ia berencana menggugat netralitas MPP dalam menjalankan MLB itu. Karena didalam AD-ART, MPP merupakan struktur resmi dan aktif dalam tubuh organisasi. Sama seperti PP, ia terikat oleh aturan-aturan dasar organisasi seperti netralitas itu. Maka yang dilakukan oleh Taufiq juga merupakan pelanggaran serius dan kita harus konsisten, tak boleh tebang pilih.

Sesampainya kami di arena MLB yang berjalan seadanya itu, kami segera masuk ruangan. Beberapa kawan yang juga merupakan bagian dari pengurus pusat menyambut kami dengan menampakkan senyuman. Entah tulus sebagai tanda kemenangan atau sekedar basa-basi, kami tak mau ambil pusing. Yang terlintas dalam benak kami adalah hari itu kami siap mempertanggung jawabkan semua hal yang telah kami lakukan, walaupun masih belum jelas soal benar dan salahnya tapi yang jelas kami siap mengakhiri semua yang telah kami awali apapun konsekuensinya.

Didalam ruangan itu kami melihat barisan teman-teman KAMMI Daerah yang berupaya tersenyum sedikit malu-malu. Untuk yang ini kami menangkap dengan jelas ketulusan mereka. Karena banyak diantara mereka yang tidak henti-hentinya mengucapkan maaf bahwa mereka sudah tak kuasa lagi menahan kehendak segelintir orang yang tanpa akal sehat itu. Kami mengerti dan menerima maaf mereka.

Dan acarapun dimulai, sidang dipimpin oleh MPP dan Taufiq sedang mendapat giliran memimpin. Langsung saja dibacakan hasil keputusan MLB yang kabarnya telah dibahas oleh seluruh peserta sidang, yang isinya konsideran pemberhentian ketum dan sekjend karena melanggar aturan organisasi dalam bab independensi. Sebelum dimulai lebih lanjut, tiba-tiba Bakti tunjuk tangan mengajukan interupsi. Ternyata niatnya tadi pagi sebelum berangkat, benar-benar ia wujudkan. Ia protes terhadap forum karena telah berlaku tidak adil. Ia beberkan bukti dan fakta bahwa saudara Taufiq Amrullah juga telah melakukan pelanggaran serius. Ia buka koran Rakyat Merdeka yang kebetulan terbit pagi itu, tercantum nama Taufiq dalam lembaran koran itu. Seisi ruangan kaget tapi hanya diam. Taufiq sudah kehilangan muka dan legitimasinya sebagai MPP. Dan ia pun akhirnya pada forum itu menyatakan mengundurkan diri dari MPP. Beralihlah palu sidang ke anggota MPP yang lain.

 Kemudian pada kesempatan itu Amang sebagai ketua umum dipersilahkan untuk mengungkapkan beberapa kata. Ia maju ke podium tanpa ragu sedikitpun layaknya orang yang telah siap menyerahkan sesuatu yang berharga yang dimilikinya tanpa menyesal sedikitpun. Malah ia sedikit bercanda ketika menceritakan bagian-bagian pidatonya, ia bilang bahwa peristiwa ini adalah siklus 5 tahunannya. Dulu ketika tahun 2004 ia juga dipecat dari kepengurusan oleh ketua umum pada waktu itu. Dalam pidato itu juga Amang mengungkapkan keprihatinannya atas semua yang terjadi terutama tak dibukanya ruang dialog, padahal KAMMI adalah organ gerakan mahasiswa yang seharusnya lebih mengedepankan rasionalitas. Pidato Amang selesai, ia berhasil menyelesaikan tugasnya dengan baik.

Lalu setelah Amang turun dari podium, pimpinan sidang mempersilahkan saya sebagai sekjend untuk pula memberikan beberapa kata, namun seperti yang sudah kami rencanakan saya meminta Adi Sukmono untuk membacakan puisi menggantikan waktu yang telah diberikan untuk saya. Kami sudah bertekad untuk tidak banyak lagi berkata-kata dalam forum itu karena logika dan akal sehat sudah tak diterima, jadi percuma.

Adi membacakan puisi yang ia sadur dari puisi KH. Mustofa Bisri atau Gus Mus, judulnya, Kau Ini Bagaimana Atau Aku Harus Bagaimana ?. Begini lengkapnya:

Ketika kuasa telah meng-hegemoni segalanya, ketika rasionalisasi sudah tidak mendapatkan tempat, maka seni dan puisilah yang berbicara…

Kau ini bagaimana? Atau aku harus bagaimana ?

Kau ini bagaimana?

Kau bilang aku merdeka, kau pilihkan untukku segalanya

Kau suruh aku berfikir, aku berfikir, kau tuduh aku kafir

Aku harus bagaimana?

Kau bilang bergeraklah, aku bergerak kau curigai

Kau bilang jangan banyak tingkah, aku diam saja kau waspadai

Kau ini bagaimana ?

Kau suruh aku memegang prinsip, aku pegang prinsip kau tuduh aku kaku

Kau suruh aku toleran, aku toleran kau bilang aku plin-plan

Aku harus bagaimana?

Kau suruh aku maju, aku maju kau srimpung kakiku

Kau suruh aku bekerja, aku bekerja kau ganggu aku

Kau ini bagaimana?

Kau suruh aku mematuhi konstitusi, kebijaksanaanmu menyepelekannya

Kau suruh aku disiplin, kau sendiri mencotohkan yang lain

Aku harus bagaimana?

Kau suruh aku klarifikasi, aku klarifikasi tapi kau meninggalkannya

Kau suruh aku terbuka, kau sendiri membuat pertemuan tertutup

Kau ini bagaimana?

Kau suruh aku mengikutimu, langkahmu tak jelas arahnya

Kau suruh aku bertanggung jawab, kau sendiri selalu berucap wallohu a’lam bishowab

 

Aku harus bagaimana?

Kau suruh aku independen, aku independen kau tentukan segalanya

Kau bilang tidak ada independen, tapi kau malah memintaku independen

Kau ini bagaimana?

Kau bilang jangan datang dekarasi, kau sendiri menjadi deklarator

Kau bilang jangan dukung mendukung, kau sendiri tim sukses pendulang dukungan

Kau bilang masalah gawat, masuk media, kau sendiri masuk media dan kalian semua mendiamkannya!

Aku harus bagaimana?

Kau suruh aku jujur, aku jujur kau tak percaya padaku

Kau suruh aku sabar, aku sabar kau injak tengkuk ku

Kau ini bagaimana?

Aku bilang terserah kau, kau tak mau

Aku bilang terserah kita, kau tak suka

Aku bilang terserah aku, kau memakiku

Kau ini bagaimana?

Atau aku harus bagaimana?

 

Dan puisi ini berakhir seiring berakhirnya kepengurusan kami. Dan semua diam.

 

*InsyaAllah, akan kutuliskan juga ceritaku dengan lengkap dan benar ditulisan berikutnya…

Dia Selalu Ada

Standar

ImageSetiap Orang,

Akan ada sesuatu yang dia simpan.

Akan ada sesetengah perkara yang dia sembunyikan.

Dan ada sesetengah perkara yang ingin dia kongsikan.

 

Siapa pun dia,

Segembira mana pun dia.

Walau sekerap mana kamu melihat dia tersenyum,

Pasti ada perkara-perkara yang pernah membuat dia terluka.

Pasti ada sesuatu yang pernah menguris hatinya,

Pasti ada sesuatu yanh pernah membuat dia menangis.

Pasti ada.

Kerana dia juga manusia.

 

Makanya,

Bila kamu menyangka bahawa hanya kamu yang merasa,

Hanya kamu yang melalui,

Dan hanya kamu yang mengerti,

Kamu silap, dan kamu salah.

 

Ada orang lain yang pernah melaluinya,

Bahkan ada orang lain yang pernah merasakan lebih dari apa yang kamu rasakan.

Ada orang lain yang pernah melalui lebih teruk dari apa yang pernah kamu lalui.

Ada.

 

Cuma, mungkin kamu yang tak pernah tahu,

Kamu yang tak pernah nampak.

Jangan selalu menganggap,

Bahwa kamulah yang paling susah,

paling sakit diuji,

Paling berat diduga.

 

Ada.

Ada insan lain, yang lebih besar ujiannya, yang lebih berat penderitaannya.

Sudahlah, kesat air matamu,

Walau serumit mana situasi kamu.

Pujuk hatimu.

Yakinlah DIA ada, dan akan selalu ada.

Bila kamu menyandar harapan padaNYA, DIA tak akan sekali-sekali mempersia harapan kamu.

Bila kamu mempercayai segala takdir dan ketentuanNYA,

DIA tak akan sekali-sekali mengkhianati kepercayaan kamu…

 

*Sampul Surat

Petarung Dengan Satu Jurus

Standar

ImageKisah ini berawal dari seoarang pemuda yang hidup di Hawai, namanya Chen, chen hidup tidak seperti biasa kebanyak orang, karena chen hanya menghandalkan tangan kirinya saja, karena tangan kanannya memang tidak ada. Dengan kehidupannya yang cacat seperti ini chen seringkali mendapat ejekan dari teman-temannya, bahkan tidak jarang mereka mengolok-oloknya atau mendorong kepalanya.

Pada suatu hari chen sepulang sekolah di ejekin dan dipermainkan oleh teman-temannya dan mereka menghina chen yang hanya memiliki tangan satu. Ternyata kejadian itu menjadi perhatian seorang kakek dijalan, Karena merasa kasihan dengan keadaan chen yang seperti itu, maka sang kakek itu mengusir semua berandal-berandal yang menganggu chen. Kemudian sang kakek menawarkan chen untuk mengajarinya judo, agar chen tidak bisa diganggu oleh siapapun. Namun, Chen berpikir, ini tidak mungkin karena dia hanya memiliki tangan satu. “Bagaimana mungkin saya belajr judo, sementara tanggan saya hanya satu”. Namun demikian kakek tua itu berhasil meyakinkan chen untuk belajr judo padanya. dia mengatakan kalau dia memang memiliki jurus judo khusus untuk orang yang hanya bertangan satu.

Keesokan harinya chen pun mulai mendatangi rumah kakek itu untuk melatih dan belajar judo. Ternyata memang benar bahwa kakek itu mempunyai jurus aneh untuk chen. Kakek tua itu mengajari hanya satu jurus namun sangat rumit dan sulit untuk pelajari chen, bahkan sampai beberpa bulan chen juga belum bisa menguasai jurus itu, baru sampai bulan ke enam dia merasa sudah bisa menguasainya dengan lumayan walau belum benar-benar bisa. Chen pun sangat senang dengan perkembangganya itu, dia meminta agar kakek tua itu mau mengajarinya jurus baru, namun kakek itu menggelengkan kepalanya. dan mengatakan “Apakah kamu sudah bisa jurus itu, kalau sudah bisa kamu harus latihan lagi agar bisa mengunakan dengan CEPAT dan BAGUS.”

Kemudian chen terus berlatih agar dia bisa menggunakan jurus itu dengan lebih bagus. Akan tetapi chen juga merasakan bosan, karena hanya jurus-jurus itu saja, padahal dia menganggap dirinya sudah bisa dengan jurus itu. Chen berkata pada kakek yang mengajrinya itu, “kek ajarin dong jurus yang lain, masak jurus ini ini doang”. “OK, kamu merasa bahwa kamu sudah bisa jurus itu, begini, Tiaga bulan lagi kamu harus ikut pertandingan”. Chen pun terkejut bagaimana bisa dia ikut pertandingan padahal dia hanya memiliki satu tangan sementara lawannya dua tangan. tetapi chen tetapi semangat karena dia berpikir bahwa dia akan diajari jurus-jurus lainnnya oleh kakek tua itu.

Haripun terus berlalu, seminggu, sebulan, akan tetapi gurunya tidak mengajarinya jurus baru satu pun sebagaimana anggapan chen sebelumnya. hingga chen pun berontak dan berkata, “guru kenapa guru tidak mengajari saya jurus baru, padahal sudah berlalu satu bulan, bagamana saya bisa melawan musuh nantinya hanya dengan satu tangan dan satu jurus”. Walau demikian gurunya tetap tidak mengajarinya jurus lain sampai waktu berlalu, dan tiba masa nya pertandingan.

Chen mengawali pertandingan penyisihan pertama dengan gugup, tapi karena latihannya sudah sangat matang, akhirnya ia bisa menang juga. Pertandingan kedua dan ketiga ia menangkan juga dengan jurus yang sama. Sampai tiba saatnya ia ke semi final. Chen sangat gugup, katanya “Guru, cepat ajarkan aku jurus yang baru. Aku sudah menang 3 kali menggunakan 1 jurus yang sama, musuh pasti sudah bisa membaca jurusku, musuhku kali ini sang juara bertahan, ia sangat hebat, cepat guru, ajarkan aku”. Sang guru dengan tenang berkata “Yakin saja, Kamu pasti menang”. Chen semakin gugup, sampai akhirnya tiba saat pertandingan. Sang lawan memang sangat hebat, berkali-kali ia dapat menghindari kuncian jurus Chen, tapi akhirnya sampai suatu saat ia sedikit lengah dan Chen dapat memanfaatkan kesempatan yang hanya sepersekian detik itu untuk memasukkan jurus satu-satunya yang ia miliki. Chen menang lagi!

Saat final pun tiba masanya, Chen semakin optimis dan percaya kalau dia kana menang, bahkan sekarang malah lawannya yang sunyut duluan. Dan akhirnya Chen pun bisa menjadi sang juara, chen melakukan ini hanya dengan SATU TANGAN dan SATU JURUS saja. Sementara lawannya menggunakan banyak jurus dan menggunakan dua tangan.

Chen sanga juarapun pulang kerumahnya dan merayakan kemenangannya dengan keluarga dan teman-temannya. Dan chen diajak gurunya jalan-jalan sambil membahs kemenangan chen, dan chen heran kenapa dia bisa menang melawan musuhnya yang lebih sempurna dari dia. sang gurupun menjawab “Karena engkau mempunyai tekad baja, kemauan yang kuat, dan satu lagi, jurus yang kuajarkan itu adalah jurus yang sangat sulit diantisipasi dan sangat sulit menguasainya, satu-satunya cara untuk melepaskan diri dari kuncian itu adalah dengan MENGUNCI BALIK TANGAN KANAN MU“.

Hikmah: Petarung dengan satu tangan

  1. Sesuatu yang dipikir semuanya sebagai kelemahan, tetapi bisa dimanfaatkan menjadi sebuah keunggulan yang nyata
  2. Dalam dunia nyata, tidak diperlukan banyak jurus atau pekerjaan untuk menang dan sukses. Kuasailah satu bidang sehingga anda benar-benar menjadi sangat ahli dan specialis di bidang tersebut. Satu bidang yang anda kuasai dengan sangat baik sudah cukup untuk membuat anda hidup layak (menang). Kalau anda tidak bisa menang di suatu bidang yang umum, maka buatlah KATEGORI/JURUS sendiri dimana anda lah yang menjadi NOMER SATU di kategori tersebut

Ikhwan, Selamat! Kalian Telah Menang!

Standar

ImageMasya Allah, alangkah tidak pantasnya diri ini jika disebut sebagai kader Ikhwanul Muslimin, malu sungguh, baru ngaji 8 tahun ilmu masih sedikit, al quran tidak hapal, hadist bisa dihitung jari..dateng liqo masih terlambat, kadang ga hadir tanpa kabar..sungguh malu melihat keimanan yang terkikis gelombang ombak yang kecil, sedangakan di Mesir sana tak goyah bak karang di hempas gelombang..tegar menantang, cadas dan tajam menggariskan keteguhan, namun diam tak bergeming diterpa gelombang tetap tenang..

Ustad Rahmat Abdullah Allahuyarham pernah berkata bahwa tidak ada IM di Indonesia..yang ada hanya jamaah tarbiyah, mungkin memang sang Murobbi ini malu dengan standar kualitas kader di negeri ini, di Mesir sana sudah 80 tahun IM berjuang menegakkan kalimat tauhid, asam garam telah dirasakan, pahit getirnya kehidupan dijalani dengan tenang, syaikh Hasan Al Hudaiby menegaskan kader IM harus khatam Al Quran 3 hari sekali, bukan di bulan Ramadhan, bahkan di kurungan penjara yang dingin mencekam..Said Qutbh mencapai kegemilangan karya dalam lantai penjara yang usang dan kotor..saat ini pun masih ada kader IM yang sanggup mengkhatamkan Al Quran dalam 1 rakaat shalat, sang Presiden Mursi yang mulia..

Ada yang bilang cara IM salah, langkah kufur kau tempuh, ratusan nyawa melayang tak ada harganya dalam kekufuran..demokrasi bikinan yahudi hanya tipu menipu dan IM menjadi bagiannya..suara-suara itu bergema nyaring meneriakkan kebodohan IM, kau bodoh, kau tertipu, kau ternistakan..

Suara-suara yang nyaring namun sepi dari perjuangan, kering lisan dalam kalam, teriak paling lantang seakan pernah berpeluh berjuang, seakan paling mengerti tentang darah kesyahidan, padahal suara-suara itu datang jauh dari medan pertempuran, yang hanya bisa sembunyi dibalik fakta kehinaan tak pernah berkorban, kau bodohkan ummat Islam di mesir seakan kau pernah bersimbah darah, seakan kau pernah melawan tank dengan batu, apache malawan kerikil, roket mainan sehari-hari..

Ikhwan, kau sungguh mulia..80 tahun kau berjuang Allah menjadi saksi, bahwa dulu kau pernah mencapai Tel Aviv untuk menikam jantung negara Yahudi, bahwa kau tak pernah habis meski qiyadahmu diberondong peluru, meski tiang gantungan menjadi kado terindah seumur hidupmu, kau tak pernah habis meski caci maki manusia pandir dan bermulut besar mengolok platform amalmu, meski kau di khianati berkali-kali oleh rezim kau tak pernah habis, mati jasadmu namun dakwahmu kian hidup, kian menerangi kegelapan ummat yang lama dalam penantian keadilan, dakwahmu kian mengancam kegelapan yang sejatinya akan sirna dengan pancaran amal teguhmu, yang akan terang dengan akhlaq kokohmu..

Wahai IM, kau tak kalah, dan tak akan pernah kalah, kau menangkan secara fair hati ummat Islam di mesir, konstitusi syariatmu menjadi dambaan ummat yang sudah lama tak mencicipi keadilan..kau sudah menang, hanya saja banyak yang iri dengan kemenanganmu, banyak yang terancam dengan kepiawaianmu mengelola negara, banyak yang terluka dengan pencapaianmu..

Sungguh wahai IM kau ajari kami seribu cara menegakkan kalimat Allah, 80 tahun tak bosannya dirimu berganti wujud, kau ajari kami yang miskin akan arti kemenangan, bahwa kemenangan yang kalian raih hanya ada dua pilihan, syahid atau Islam berjaya, kau ajari kami betapa murahnya kertas pemilu, sejatinya mensejahterakan ummat lebih kau utamakan, demokrasi hanya kau jadikan mainan dan kau berikan permainan yang cantik sehingga kau bisa menangkan, kau dibantai karena keteguhanmu menciptakan permainan yang Islami, bahwa bumi mesir merindukan tumpahnya darah syuhada, kau memang sudah paham hal ini, alangkah hinanya jika kami mengajari guru yang lebih paham ilmunya, bahkan sebaliknya di sini kami iri padamu..di bulan kemenangan kau menangkan segala pintu kemenangan, kami iri padamu mudahnya mendapat bonus syurga di ladang yang sedang panen pahala, kami iri padamu karena hati kami masih ciut dengan kematian, bagi kalian kematian itu awal segala cinta yang kau pupuk di dunia, kau berjumpa dengan Allah dengan cara terindah di bulan terindah, ku yakin malaikatpun tersenyum membawa ruh yang mati syahid, karena sejatinya mereka akan berkata..
 
“Selamat, kalian telah menang!”

 -Abu Hanif –

Sahabat Sejati…

Standar

ImageTak mudah untuk kita, Hadapi perbedaan yang berarti
Tak mudah untuk kita, Lewati rintangan silih berganti

Kau masih berdiri, Kita masih di sini
Tunjukkan pada dunia, Arti sahabat
Kau teman sehati, Kita teman sejati
Hadapilah dunia, Genggam tanganku…

Tak mudah untuk kita, Sadari saling mendengarkan hati
Tak mudah untuk kita, Pahami berbagi rasa di hati

Kau masih berdiri, Kita masih di sini
Tunjukkan pada dunia, Arti sahabat
Kau teman sehati, Kita teman sejati
Hadapilah dunia, Genggam tanganku…

Kau adalah Tempat ku membagi kisahku
Kau sempurna, Jadi bagian hidupku
Apapun kekuranganmu…

[Arti Sahabat, Nidji]

 

Manusia selalu hidup dalam kebersamaan. Tidak ada manusia yang mampu hidup dalam kesendirian. Apabila ada, tentu ia benar-benar manusia yang paling malang sedunia, sebab hidupnya tentu tidak berwarna. Bentangan warna dalam hidup tergantung dari pilihan kita. Biru itu indah, tapi hidup tidak cukup dengan keindahan warna biru. Butuh warna lainnya sehingga menciptakan keindahan yang sempurna. Seperti keindahan pelangi yang menghias dirinya dengan banyak warna. Begitulah hidup, untuk menciptakan hidup kita menjadi lebih hidup, hidup yang lebih seru. Sahabat adalah bagian dari warna-warni kehidupan itu. Sahabat adalah ia yang membuat hidup kita penuh warna, tapi sahabat bukanlah seperti pelangi yang hadir karena sebab dan hilangpun dalam sekejab…

Sahabat bukanlah ia yang dalam masa kejayaan kita, ia mengenal kita. Kita akan dapat mengenal sahabat disaat kita dalam keterpurukan, disaat kita terjatuh. Kelak kita akan bisa melihatnya saat kita berada dalam kesulitan dan terjatuh. Siapa yang terakhir kali berada disamping kita? Siapa yang tetap mencintai kita disaat kita tidak lagi merasa dicintai, siapa yang tetap berbaik sangka kepada kita disaat banyak orang telah berburuk sangka, maka Ia adalah sahabat sejati.

Apa yang kita alami demi bersama seorang sahabat di dalam perjalanan ini kadang-kadang melelahkan dan menjengkelkan. Tetapi itulah yang membuat persahabatan mempunyai nilai yang indah. Persahabatan sering menyuguhkan beberapa gelombang dan badai. Tetapi persahabatan sejati bisa mengatasi cobaan itu bahkan tumbuh bersama karena cobaan-cobaan itu.  Persahabat bukanlah bagaimana kita melupakan tetapi bagaimana kita terus bisa memaafkan. Persahabatan bukanlah bagaimana kita mendengar tetapi bagaimana kita terus bisa memahami. Persahabatan bukan bagaimana kita melihat tetapi bagaimana kita merasakan. Dan persahabatan bukan untuk bagaimana kita meninggalkan tetapi bagaimana untuk kita terus ada dan bersama…

SAHABAT yang ibarat mentari menyinar…
SAHABAT yang setia bagai pewangi mengharumkan…
SAHABAT sejati menjadi pendorong impian…
SAHABAT berhati mulia membawa kita ke jalan TUHAN…

 

Pangkalan Kerinci, 30 Juli 2013

 

Kubeli Waktumu Ayah

Standar

ImageSeperti biasa Rasyid, Kepala Cabang di sebuah perusahaan swasta terkemuka di Jakarta, tiba di rumahnya pada pukul 9 malam. Tidak seperti biasanya, Fathir putra pertamanya yang baru duduk di kelas dua SD yang membukakan pintu. Ia nampaknya sudah menunggu cukup lama. “Kok, belum tidur?” sapa Rasyid sambil mencium anaknya.

Biasanya, Fathir memang sudah lelap ketika ia pulang dan baru terjaga ketika ia akan berangkat ke kantor pagi hari. Sambil membuntuti sang ayah menuju ruang keluarga, Fathir menjawab, “Aku menunggu Ayah pulang. Sebab aku mau tanya berapa sih gaji Ayah?”

“Lho, tumben, kok tanya gaji Ayah? Mau minta uang lagi, ya?”

“Oh, tidak. Ingin tahu saja”

“Oke. Kamu boleh hitung sendiri. Setiap hari Ayah bekerja sekitar 10 jam dan dibayar Rp 400.000,-. Dan setiap bulan rata-rata dihitung 25 hari kerja. Jadi, gaji Ayah dalam satu bulan berapa, ayo?”

Fathir berlari mengambil kertas dan pensilnya dari meja belajar, sementara ayahnya melepas sepatu dan menyalakan televisi. Ketika Rasyid beranjak menuju kamar untuk berganti pakaian, Fathir berlari mengikutinya. “Kalau satu hari Ayah dibayar Rp 400.000,- untuk 10 jam, berarti satu jam Ayah digaji Rp 40.000,- dong,” katanya.

“Wah, pintar kamu. Sudah, sekarang cuci kaki, bobo,” perintah Rasyid.

Tetapi Fathir tak beranjak. Sambil menyaksikan ayahnya berganti pakaian, Fathir kembali bertanya, “Ayah, aku boleh pinjam uang Rp 5.000,- tidak?”

“Sudah, tidak usah macam-macam lagi. Buat apa minta uang malam-malam begini? Ayah capek. Dan mau mandi dulu. Tidurlah.”

“Tapi, Ayah…”

Kesabaran Rasyid habis, “Ayah bilang tidur!”

Hardiknya mengejutkan Fathir. Anak kecil itu pun berbalik menuju kamarnya. Usai mandi, Rasyid nampak menyesali hardikannya. Ia pun menengok Fathir di kamar tidurnya. Anak kesayangannya itu belum tidur. Fathir didapatinya sedang terisak-isak pelan sambil memegang uang Rp 15.000,- di tangannya. Sambil berbaring dan mengelus kepala bocah kecil itu, Rasyid berkata, “Maafkan Ayah, Nak. Ayah sayang sama Fathir. Buat apa sih minta uang malam-malam begini? Kalau mau beli mainan, besok kan bisa. Jangankan Rp 5.000,- lebih dari itu pun Ayah kasih.”

“Ayah, aku tidak minta uang. Aku pinjam. Nanti aku kembalikan kalau sudah menabung lagi dari uang jajan selama minggu ini.”

“Iya, iya, tapi buat apa?” tanya Rasyid lembut.

“Aku menunggu Ayah dari jam 8. Aku mau ajak Ayah main ular tangga. Tiga puluh menit saja. Ibu sering bilang kalau waktu Ayah itu sangat berharga. Jadi, aku mau beli waktu ayah. Aku buka tabunganku, ada Rp 15.000,-. Tapi karena Ayah bilang satu jam Ayah dibayar Rp 40.000,-, maka setengah jam harus Rp 20.000,-. Duit tabunganku kurang Rp 5.000,-. Makanya aku mau pinjam dari Ayah,” kata Fathir polos.

Rasyid terdiam. Ia kehilangan kata-kata. Dipeluknya bocah kecil itu erat-erat. Matanya sembab…

*Buat Ayah dan Calon Ayah di Seluruh Dunia